Santri SMA At-Taqwa Depok Presentasi Makalah Ilmiah di Hadapan Ratusan Mahasiswa
Oleh: Muhammad Azmi Balapradana (Santri Pesantren At-Taqwa Depok, 14 tahun)
Artikel Ilmiah
Liputan Kegiatan

Tiga Santri SMA Pesantren At-Taqwa Depok, pada Jumat (25/4/2025), kembali mempresentasikan makalah ilmiah mereka di hadapan ratusan mahasiswa STIPI Al-Maghfiroh, Bogor.
Gagasan yang mereka sampaikan, seputar kritik atas wacana-wacana klasik dan kontemporer yang berseberangan dengan Islam. Mulai dari problem humanitas Al-Qur’an, konsep kolonialisme, sampai transgerder.
Hisyam Ahmad Fahreiza (16 tahun) mengutarakan kritiknya atas pernyataan Nashr Hamid Abu Zayd yang menyatakan bahwa Al-Quran sudah “termanusiawikan” atau “ta’annasats” (sebagaimana istilah Abu Zayd) ketika turun kepada Nabi Muhammad. Itu artinya, Qur’an kehilangan kesakralannya, dan bukan lagi kalam Allah.
“Ini jelas keliru, sebab ini mencoreng statusnya sebagai kalam Allah satu-satunya,” tegasnya ketika membahas makalahnya yang berjudul “Problematika Humanitas Teks Al-Qur’an: Kritik Studi Al-Qur’an Nashr Hamid Abu Zayd”.
Ia menjelaskan bahwa, “Nabi Muhammad merupakan seseorang yang tak bisa membaca dan juga menulis sehingga mustahil beliau melakukan perubahan terhadap teks dan makna asli dari Al-Quran.”
Presentasi berikutnya, oleh Andini Sari Larasati (16 tahun), mengenai “Kajian terhadap Konsep Futuhat dan Kolonialisme”. Ia mencoba meluruskan tuduhan orang-orang yang menganggap bahwa konsep futuhat dalam Agama Islam sama seperti kolonialisme Barat.
Futuhat dalam Islam, katanya, berarti pembukaan atau pembebasan terhadap suatu wilayah. Mengutup pakar sejarah Raghib As-Sirjani, ia mengatakan bahwa tujuan futuhat adalah meluaskan dan menyebarkan cahaya dan rahmat Islam.
“Karenanya, para pembebas selalu mengedepankan adab dan perdamaian ketika hendak melakukan futuhat. Sedangkan konsep kolonialisme Barat dilandaskan atas tujuan materlistis, seperti kekayaan dan kekuasaan. Sehingga dalam proses mewujudkannya, sering kali menggunakan kekerasan, membinasakan sampai merusak lingkungan,” jelasnya.
Qotrunnada Karimah Ikhwan (15 tahun) dengan berani mengangkat problematika Transgender dalam makalahnya, “Pendidikan Fitrah sebagai Solusi Problematika Transgender”. Mengutip Buya Hamka, ia menegaskan bahwa Transgender jelas menyalahi fitrah manusia, sebagai laki-laki maupun perempuan.
“Transgender jelas melanggar hukum Allah. Ia juga termasuk melakukan mukhannats atau perilaku menyerupai lawan jenis yang diharamkan dalam Islam,” tuturnya Nada.
Dalam kajiannya, Qatrunada juga menjelaskan bahwa praktik tersebut tidak akan benar-benar sempurna mengubah kepribadian mereka, baik dari laki ke perempuan atupun sebaliknya. Sebab ada hal-hal dari kedua jenis kelamin tersebut yang tidak bisa diubah.
Ia pun menguraikan konsep pendidikan berbasis fitrah sebagai solusinya. Di antara makna fitrah yang ia uraikan: “Fitrah adalah kesucian jiwa dan ruhani manusia dari kondisi berdosa, yakni sebagaimana ketika ia dilahirkan” (Imam Al-Qurthubi), “mengakui keesaan Allah” (Ibn Katsir), dan “rasa asli murni dalam jiwa yang belum terkena pengaruh apapun dari luar jiwanya” (Buya Hamka).
Tiba sesi tanya jawab, belasan mahasiswa bertanya cukup kriti, khususnya terhadap makalah Nada. Semuanya dapat dijawab. Para mahasiswa pun sampai menyatakan kekagumannya atas gagasan yang dibawakan oleh tiga anak SMA itu.
Acara ini adalah presentasi santri At-Taqwa tingkat SMA tahap ketiga. Tahap sebelumnya, adalah presentasi di depan para guru dan santri At-Taqwa. Selain tiga orang itu, masih ada 40 santri lainnya yang nantinya juga akan mendapat giliran yang sama, di lembaga pendidikan lainnya.
Tahun ini, giliran angkatan ke-7 yang menulis makalah ilmiah dan mempresentasikannya. Artinya, sudah 7 tahun (sejak angkatan pertama) At-Taqwa berkomitmen membangun budaya literasi santri, meningkatkan daya dan kualitas berpikir mereka.
*
*
*
Editor: Imad
Gagasan yang mereka sampaikan, seputar kritik atas wacana-wacana klasik dan kontemporer yang berseberangan dengan Islam. Mulai dari problem humanitas Al-Qur’an, konsep kolonialisme, sampai transgerder.
Hisyam Ahmad Fahreiza (16 tahun) mengutarakan kritiknya atas pernyataan Nashr Hamid Abu Zayd yang menyatakan bahwa Al-Quran sudah “termanusiawikan” atau “ta’annasats” (sebagaimana istilah Abu Zayd) ketika turun kepada Nabi Muhammad. Itu artinya, Qur’an kehilangan kesakralannya, dan bukan lagi kalam Allah.
“Ini jelas keliru, sebab ini mencoreng statusnya sebagai kalam Allah satu-satunya,” tegasnya ketika membahas makalahnya yang berjudul “Problematika Humanitas Teks Al-Qur’an: Kritik Studi Al-Qur’an Nashr Hamid Abu Zayd”.
Ia menjelaskan bahwa, “Nabi Muhammad merupakan seseorang yang tak bisa membaca dan juga menulis sehingga mustahil beliau melakukan perubahan terhadap teks dan makna asli dari Al-Quran.”
Presentasi berikutnya, oleh Andini Sari Larasati (16 tahun), mengenai “Kajian terhadap Konsep Futuhat dan Kolonialisme”. Ia mencoba meluruskan tuduhan orang-orang yang menganggap bahwa konsep futuhat dalam Agama Islam sama seperti kolonialisme Barat.
Futuhat dalam Islam, katanya, berarti pembukaan atau pembebasan terhadap suatu wilayah. Mengutup pakar sejarah Raghib As-Sirjani, ia mengatakan bahwa tujuan futuhat adalah meluaskan dan menyebarkan cahaya dan rahmat Islam.
“Karenanya, para pembebas selalu mengedepankan adab dan perdamaian ketika hendak melakukan futuhat. Sedangkan konsep kolonialisme Barat dilandaskan atas tujuan materlistis, seperti kekayaan dan kekuasaan. Sehingga dalam proses mewujudkannya, sering kali menggunakan kekerasan, membinasakan sampai merusak lingkungan,” jelasnya.
Qotrunnada Karimah Ikhwan (15 tahun) dengan berani mengangkat problematika Transgender dalam makalahnya, “Pendidikan Fitrah sebagai Solusi Problematika Transgender”. Mengutip Buya Hamka, ia menegaskan bahwa Transgender jelas menyalahi fitrah manusia, sebagai laki-laki maupun perempuan.
“Transgender jelas melanggar hukum Allah. Ia juga termasuk melakukan mukhannats atau perilaku menyerupai lawan jenis yang diharamkan dalam Islam,” tuturnya Nada.
Dalam kajiannya, Qatrunada juga menjelaskan bahwa praktik tersebut tidak akan benar-benar sempurna mengubah kepribadian mereka, baik dari laki ke perempuan atupun sebaliknya. Sebab ada hal-hal dari kedua jenis kelamin tersebut yang tidak bisa diubah.
Ia pun menguraikan konsep pendidikan berbasis fitrah sebagai solusinya. Di antara makna fitrah yang ia uraikan: “Fitrah adalah kesucian jiwa dan ruhani manusia dari kondisi berdosa, yakni sebagaimana ketika ia dilahirkan” (Imam Al-Qurthubi), “mengakui keesaan Allah” (Ibn Katsir), dan “rasa asli murni dalam jiwa yang belum terkena pengaruh apapun dari luar jiwanya” (Buya Hamka).
Tiba sesi tanya jawab, belasan mahasiswa bertanya cukup kriti, khususnya terhadap makalah Nada. Semuanya dapat dijawab. Para mahasiswa pun sampai menyatakan kekagumannya atas gagasan yang dibawakan oleh tiga anak SMA itu.
Acara ini adalah presentasi santri At-Taqwa tingkat SMA tahap ketiga. Tahap sebelumnya, adalah presentasi di depan para guru dan santri At-Taqwa. Selain tiga orang itu, masih ada 40 santri lainnya yang nantinya juga akan mendapat giliran yang sama, di lembaga pendidikan lainnya.
Tahun ini, giliran angkatan ke-7 yang menulis makalah ilmiah dan mempresentasikannya. Artinya, sudah 7 tahun (sejak angkatan pertama) At-Taqwa berkomitmen membangun budaya literasi santri, meningkatkan daya dan kualitas berpikir mereka.
*
*
*
Editor: Imad