Santri Setingkat SMP, Percaya Diri Mengajar Seputar Takdir Kepada Santri Setara Perguruan Tinggi
Oleh: Hauraa Maksum Dawam – PRISTAC MATRIKULASI
Artikel Ilmiah
Liputan Kegiatan

Senin, 23 Juni 2025, Santri Shoul-Lin dua Pondok Pesantren At-Taqwa Depok menjalani Ujian Komphrensif (UK) berbentuk micro teaching atau pembelajaran belajar mengajar suatu materi yang telah ditentukan untuk dikuasai di hadapan seluruh santri dari jenjang Shoul-Lin, Pesantren of Islamic Thought and Civilization (PRISTAC), ataupun At-Taqwa College (ATCO) selama dua hari. Dengan diawasi oleh para guru dan asatidz yang memberikan banyak masukan dan evaluasi dan dapat dijadikan pelajaran baik untuk santri Shoul-Lin yang sedang menjalani ujian maupun yang tidak.
Adanya UK ini, diharapkan para santri yang sedang menjalani ujian lebih mendalami materi dan mata pelajaran yang akan diajarkan. Sehingga ketika di hadapan kelas santri dapat menjawab pertanyaan yang kemungkinan akan ditanyakan oleh para santri yang menyaksikannya. Dilatih untuk menjadi lebih kritis. Namun, penilaian tidak hanya ditentukan oleh penguasaan materi, tetapi juga bagaimana cara santri menguasai kelas, tetap menjaga adab ketika mengajar, ataupun poin-poin lain yang tidak hanya terbatas pada materi yang diajarkan. Tidak hanya mengajar, tetapi juga dilatih untuk menjadi guru yang memiliki jiwa guru, yaitu mendidik. Tidak hanya sekedar gugur kewajiban menyampaikan materi, tetapi juga bertanggung jawab untuk memastikan seluruh santri paham dengan materi yang disampaikan.
Beberapa santri mengajarkan materi mengenai hayatush shahabah atau kehidupan para sahabat, Sirah Nabawiyah, Tafsir Akhlaq yang merujuk pada beberapa ayat Al-Qur’an, dan lain-lain sebagainya. Mereka menyampaikan dengan sangat menarik, tentunya untuk seusia mereka. Salah satu hal menariknya adalah bagaimana mereka menjawab satu-persatu pertanyaan para santri yang mana pertanyaan tersebut tidak hanya dari kalangan Shoul-Lin, tetapi juga dari santri PRISTAC yang setara SMA dan ATCO yang setara dengan perguruan tinggi. Terang saja pertanyaan mereka lebih rumit dan perlu untuk dicerna lebih ekstra bagi santri Shoul-Lin yang tentunya belum sekritis mereka. Apalagi, tidak semua santri bertanya karena murni ingin tahu, melainkan ada yang hanya sekedar menguji seberapa jauh santri Shoul-Lin dua tersebut menguasai materi yang mereka bawa.
Namun, hampir seluruh dari mereka menjalaninya dengan baik. Salah satunya adalah seorang santriwati yang biasa dipanggil Rana, menjelaskan Tafsir Akhlaq yang merujuk pada Qur’an surah Al-Ahzab ayat 10, tentang bagaimana kita menyikapi kejadian yang tidak kita sukai padahal itu baik bagi kita dan sebaliknya. Juga menyinggung seputar takdir. Membuat Rana menuai pertanyaan dari salah satu santri, “’Kalau memang semua takdir Allah itu baik untuk kita, entah itu baik ataupun buruk, maka bagaimana bila ada seseorang yang bodoh misalnya, apakah kebodohan itu menjadi sebuah kebaikan untuknya? Dan apa hikmahnya menjadi bodoh? Sebab sebelumnya dikatakan, bahwasanya semua yang ditakdirkan Allah itu ada hikmahnya?”
Rana menjawab, “Pasti ada! Semua yang terjadi di dunia ini pasti ada hikmahnya mau hikmah itu terlihat ataupun tidak. Terlepas ada atau tidaknya pun, kita patut bertanya pada diri sendiri terlebih dahulu, siapakah kita? Beranikah kita menebak-nebak skenario Allah? Pandangan kita terbatas, dan tidak semuanya dapat dilihat dengan jelas oleh pandangan kita.”
Jawaban tersebut tentu benar. Contoh saja, seorang pekerja datang terlambat ke kantornya melebihi jam yang sudah ditentukan. Menyebabkan dipecat dari kantor tersebut. Bila dilihat dari pandangan manusia, kejadian itu mungkin buruk. Tetapi bukankah kita tidak tahu rahasia Allah? Mungkin saja lima menit sebelum yang ditentukan tersebut ada mobil yang akan menabraknya, maka Allah buat telat sesorang tersebut supaya tidak mengalami kecelakaan. Itu artinya, kita tidak dapat serta-merta menyebut Allah jahat pada kita, karena kita tidak tahu hakikat yang sebenarnya. Tidak semua hikmah yang ada dapat kita lihat.
Demikianlah, sekilas mengenai kegiatan micro teaching yang telah dilalui santri Shoul-Lin dua. Tidak dituntut untuk menjadi sempurna, hanya dituntut untuk terus memperbaiki diri. Tidak bosannya para guru mengingatkan kami semua akan tujuan pembelajaran ini—adalah supaya kita menyadari, bahwa menjadi seorang guru itu bukan hanya sekedar mengajar, menyampaikan sesuatu yang menjadi kewajiban saja lantas pulang ke rumah. Bukan sekedar seperti itu. Menjadi guru juga sangat berkaitan dengan pengamalannya. Oleh karena itu, di samping supaya lebih mendalami pelajarannya, juga untuk menumbuhkan jiwa guru, yang mempunyai misi untuk menjadi lebih protetis, senantiasa memperbaiki sumber-sumber pembelajaran, bervisi akhirat, dan juga menjaga adab di manapun dan bagaimanapun keadaan yang dihadapi.