Santri At-Taqwa Depok Heboh Kedatangan Aktivis Kemanusiaan Internasional
Oleh: Amirah Abdullah, Qaulan Tsaqila, & Farrel Ahmad (Santri Pesantren At-Taqwa Depok, 15 & 17 Tahun)
Artikel Ilmiah
Liputan Kegiatan
Aktivis Kemanusiaan Internasional asal Chicago, Amerika Serikat, Imam Abdul Malik Mujahid, pada Jum’at (31/1/25), datang ke Pesantren At-Taqwa Depok. Kedatangannya menghebohkan para santri.
Selama hampir satu jam para santri dibuat terkesima dengannya yang memberikan beberapa refleksi dan nasihat tentang Islam dan dakwah. Bahkan, selesai acara, para santri berebut bersalaman dan meminta tanda tangan Mr. Malik.
Mr. Malik Mujahid—dengan bahasa Inggris berlogat Pakistannya yang khas—mengatakan, anak muda Muslim sekarang tidak boleh tidak tahu tentang “what Muslims doing now.” Dulu maupun sekarang, “muslims, contributes tremendously,” tegasnya.
Dalam dunia coding dan A.I (artifcial intellegence), katanya, peran Abu Musa Al-Khawarizmi tidak bisa dilupakan; ia merumuskan bagian paling dasar algoritma yang menjadi bagian krusial dalam setiap pemrograman.
Tapi kini, dalam dunia navigasi modern, upaya Muhammad Shalahuddin Khan yang menghimpun data geografis menjadi penggerak utama dalam pengembangannya, pun tidak boleh alpa untuk dikenali.
Dalam dunia kedokteran juga demikian. Dari dulu sampai sekarang, banyak penemuan penting yang ditemukan oleh tokoh-tokoh besar Muslim. Dari usaha Ibnu Sina merumuskan kitab kedokteran (al-Qanun) sampai pembuatan mesin pencuci darah yang murah.
Sebagai pesantren yang menekankan budaya baca-tulis, Mr. Mujahid berharap para santri dapat turut serta menulis berbagai kontribusi para tokoh-tokoh itu. Terlebih, “because people who control the media don’t show it,” ucapnya.
“We should be a writer who write what are Muslim’s doing right now, so it’ll go down on history,” ucap founder “Sound Vision” (1988), organisasi nirlaba yang mengembangkan konten terkait Islam untuk media berita internasional.
Pemimpin Muslim lokal Chicago itu kemudian mengingatkan para santri supaya memanfaatkan “kemerdekaan” di Indonesia untuk fokus mencari ilmu, tumbuh menjadi orang yang siap berkontribusi bagi umat.
Dengan mata yang menahan tangis, ia bercerita bahwa ada sekitar 400 juta saudara muslim di luar sana yang butuh bantuan. Tentang Palestina yang semakin terdesak, tentang dua dari 450 masjid yang tersisa di Afrika Sentral, tentang 3000 masjid dan tempat ibadah yang dihancurkan di India, tentang bagaimana mereka tidak merdeka dan tertindas.
Karenanya ia berpesan, “respect and use your freedom!” Digunakan untuk memupuk diri dengan ilmu supaya tumbuh “setinggi” mungkin. “Focus on growth”, ucap Mr. Malik terhadap pertanyaan seorang santri tentang peran generasi muda Islam.
Aktivis yang juga sempat menjadi produser eksekutif program radio talk show di Chicago bernama “Radio Islam” itu memberi dua pesan penting supaya para pemuda Muslim dapat berperan bagi dunia Islam.
Pertama, mereka harus selalu mempunyai visi di dunia untuk akhirat, sebagaimana ditegaskan dalam Al- Qur’an (QS. 59: 18). Anak-anak muda, katanya, harus punya rencana, harus futuristik. Ketika berhasil, banyak-banyak bersyukur. Kalau berbuat kesalahan, istighfar.
Kedua, pelajari dan latih terus skill komunikasi, khususnya tulisan. Mr. Malik yakin bahwa komunikasilah yang dapat membuat seseorang melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Itulah yang juga menjadi salah satu faktor utama mengapa dakwah Rasulullah kepada masyarakat jahiliyah berhasil.
“Communication is skill will help you grow,” pungkasnya.
Kawan Mr. Malik sekaligus intelektual besar asal Malaysia, Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, menambahkan, generasi muda Muslim sekarang, termasuk santri At-Taqwa adalah “Solution for ummah future”.
Ia berharap supaya anak-anak muda Muslim tidak putus harapan, tidak mudah menyerah. Harus tetap bersabar dalam belajar, semangat menuntut ilmu, terus berusaha meningkatkan adab. Dengannya mereka dapat benar-benar tumbuh dan berperan.
“Do with the deepest of your soul!” tegas Prof. Wan.
Mr. Malik tampak begitu terkesan dengan antusiasme dan wawasan santri. Terlebih di usia yang begitu muda, mereka sudah bergelut dengan dunia baca-tulis dan tidak buta dengan perkembangan situasi di berbagai dunia Islam, khususnya Palestina.
“This is very good question,” ucapnya kepada salah satu santri, Farraz Ghaniya (15 tahun), yang bertanya kepadanya mengenai alasan mengapa penindasan umat Islam di Xinjiang sering luput dari pembahasan masyarakat dan pemimpin di dunia Islam.
Mr. Malik Mujahid datang ke pesantren At-Taqwa bersama Prof Wan Mohd Nor Wan Daud dari Malaysia. Ia juga ditemani oleh Pembina Pesantren At-Taqwa Dr. Adian Husaini dan salah satu guru besar di At-Taqwa, Dr. Syamsuddin Arif.
Untuk profil lengkap Mr. Abdul Malik Mujahid dapat dilihat di website berikut:
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Abdul_Malik_Mujahid
Selama hampir satu jam para santri dibuat terkesima dengannya yang memberikan beberapa refleksi dan nasihat tentang Islam dan dakwah. Bahkan, selesai acara, para santri berebut bersalaman dan meminta tanda tangan Mr. Malik.
Mr. Malik Mujahid—dengan bahasa Inggris berlogat Pakistannya yang khas—mengatakan, anak muda Muslim sekarang tidak boleh tidak tahu tentang “what Muslims doing now.” Dulu maupun sekarang, “muslims, contributes tremendously,” tegasnya.
Dalam dunia coding dan A.I (artifcial intellegence), katanya, peran Abu Musa Al-Khawarizmi tidak bisa dilupakan; ia merumuskan bagian paling dasar algoritma yang menjadi bagian krusial dalam setiap pemrograman.
Tapi kini, dalam dunia navigasi modern, upaya Muhammad Shalahuddin Khan yang menghimpun data geografis menjadi penggerak utama dalam pengembangannya, pun tidak boleh alpa untuk dikenali.
Dalam dunia kedokteran juga demikian. Dari dulu sampai sekarang, banyak penemuan penting yang ditemukan oleh tokoh-tokoh besar Muslim. Dari usaha Ibnu Sina merumuskan kitab kedokteran (al-Qanun) sampai pembuatan mesin pencuci darah yang murah.
Sebagai pesantren yang menekankan budaya baca-tulis, Mr. Mujahid berharap para santri dapat turut serta menulis berbagai kontribusi para tokoh-tokoh itu. Terlebih, “because people who control the media don’t show it,” ucapnya.
“We should be a writer who write what are Muslim’s doing right now, so it’ll go down on history,” ucap founder “Sound Vision” (1988), organisasi nirlaba yang mengembangkan konten terkait Islam untuk media berita internasional.
Pemimpin Muslim lokal Chicago itu kemudian mengingatkan para santri supaya memanfaatkan “kemerdekaan” di Indonesia untuk fokus mencari ilmu, tumbuh menjadi orang yang siap berkontribusi bagi umat.
Dengan mata yang menahan tangis, ia bercerita bahwa ada sekitar 400 juta saudara muslim di luar sana yang butuh bantuan. Tentang Palestina yang semakin terdesak, tentang dua dari 450 masjid yang tersisa di Afrika Sentral, tentang 3000 masjid dan tempat ibadah yang dihancurkan di India, tentang bagaimana mereka tidak merdeka dan tertindas.
Karenanya ia berpesan, “respect and use your freedom!” Digunakan untuk memupuk diri dengan ilmu supaya tumbuh “setinggi” mungkin. “Focus on growth”, ucap Mr. Malik terhadap pertanyaan seorang santri tentang peran generasi muda Islam.
Aktivis yang juga sempat menjadi produser eksekutif program radio talk show di Chicago bernama “Radio Islam” itu memberi dua pesan penting supaya para pemuda Muslim dapat berperan bagi dunia Islam.
Pertama, mereka harus selalu mempunyai visi di dunia untuk akhirat, sebagaimana ditegaskan dalam Al- Qur’an (QS. 59: 18). Anak-anak muda, katanya, harus punya rencana, harus futuristik. Ketika berhasil, banyak-banyak bersyukur. Kalau berbuat kesalahan, istighfar.
Kedua, pelajari dan latih terus skill komunikasi, khususnya tulisan. Mr. Malik yakin bahwa komunikasilah yang dapat membuat seseorang melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Itulah yang juga menjadi salah satu faktor utama mengapa dakwah Rasulullah kepada masyarakat jahiliyah berhasil.
“Communication is skill will help you grow,” pungkasnya.
Kawan Mr. Malik sekaligus intelektual besar asal Malaysia, Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, menambahkan, generasi muda Muslim sekarang, termasuk santri At-Taqwa adalah “Solution for ummah future”.
Ia berharap supaya anak-anak muda Muslim tidak putus harapan, tidak mudah menyerah. Harus tetap bersabar dalam belajar, semangat menuntut ilmu, terus berusaha meningkatkan adab. Dengannya mereka dapat benar-benar tumbuh dan berperan.
“Do with the deepest of your soul!” tegas Prof. Wan.
Mr. Malik tampak begitu terkesan dengan antusiasme dan wawasan santri. Terlebih di usia yang begitu muda, mereka sudah bergelut dengan dunia baca-tulis dan tidak buta dengan perkembangan situasi di berbagai dunia Islam, khususnya Palestina.
“This is very good question,” ucapnya kepada salah satu santri, Farraz Ghaniya (15 tahun), yang bertanya kepadanya mengenai alasan mengapa penindasan umat Islam di Xinjiang sering luput dari pembahasan masyarakat dan pemimpin di dunia Islam.
Mr. Malik Mujahid datang ke pesantren At-Taqwa bersama Prof Wan Mohd Nor Wan Daud dari Malaysia. Ia juga ditemani oleh Pembina Pesantren At-Taqwa Dr. Adian Husaini dan salah satu guru besar di At-Taqwa, Dr. Syamsuddin Arif.
Untuk profil lengkap Mr. Abdul Malik Mujahid dapat dilihat di website berikut:
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Abdul_Malik_Mujahid