Penurunan Generasi, Ustadz Ahda Ingatkan Kembali Akan Jati Diri

Oleh: Fikri Shafin Fadhil (Santri PRISTAC – Setingkat SMA – Pesantren At-Taqwa Depok, 16 tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Dewasa ini, kita mengahadapi problematika millenial, yakni pergeseran nilai-nilai penting dalam kehidupan. Banyak anggapan yang dulunya memiliki stigma negatif, berubah menjadi suatu hal yang lumrah. Misalnya seperti pergaulan bebas, hal itu dipandang sebagai hal yang biasa saja, bahkan terkesan hebat. Padahal perbuatan tersebut adalah sebuah aib, bahkan dilarang dalam agama.

Hal inilah yang menjadi renungan untuk para santri At-Taqwa Depok saat apel pagi pada hari Senin, 27 November 2023. Ustadz Ahda Abid al-Ghiffari, salah satu ustadz di pesantren mengingatkan hal tersebut kepada para santri. Seperti yang telah disebutkan di atas, mereka menganggap misalnya pacaran sebagai hal yang biasa.

Renungan ini dimulai dengan dilatar-belakangi dengan melihat berita akan penurunan kualitas permainan sepak bola Brazil sekarang. Para pemain sepak bola Brazil kini tidak lagi memperlihatkan permainan indah mereka. Terakhir kali saat kejayaan Brazil dibangkitkan oleh Pele, Sang Legenda Sepak bola Brazil di tahun 1950-an. Sebelumnya permainan bola mereka dicaci-maki sebagai permainan jalanan dan tidak pantas di piala dunia.

Pele pun menyadarkan para pemain Brazil tentang jati diri mereka. Permainan bola yang indah dengan caranya, yaitu dengan Jingga mereka. Walhasil, Pele dapat membuat Brazil menang di piala dunia beberapa kali, bahkan sampai berturut-turut. Dikarenakan adanya beberapa pemain Brazil sekarang, yang bermain bahkan merajai sepak bola Amerika, Eropa, bahkan Arab, sehingga permainan indah Brazil pun mulai tercampur dengan permainan ala negeri lain. Menghilangkan jati diri Brazil yang sebenarnya.

Menjadi sunnatullah bahwa peradaban tertinggal akan mengikut atau meniru peradaban baru. Jadi walau mencontoh itu tidak salah, tapi semua ada batasannya. Harus bijak mengadopsi muatan nilai-nilai yang terkandung dalam suatu lingkungan. Sebab kualitas peradaban ditentukan dengan identitas masyarakatnya, khusunya para pemuda, yang memegang posisi penting. Manusia adalah sumber daya kekuatan arah pegerakan peradaban.

Semua ini dimulai dari pikiran mengenai beberapa hal, terutama tentang jati diri. Terkadang potensi seseorang—dalam konteks ini peradaban—terkubur dalam jati dirinya. Hal itulah yang harus digali lalu dikembangkan dengan berbagai metodelogi, diantaranya memahami kemajuan yang ada. Serta tidak lupa berlandaskan pada Qur’an dan Sunnah sesuai pengajaran para ulama otoritatif.

Demikianlah apa yang disampaikan oleh Ustadz Ahda di apel pagi kali ini. Karena umumnya pemilik barang lebih faham ketimbang orang lain (bukan pemilik). Begitu pun dengan jati diri sendiri. Semakin dapat difahami, akan lebih mudah bahkan ahli menggunakan untuk kemaslahatan. Bukan meminjam jati diri orang lain, melainkan menghadirkan dahulu apa yang Allah Subhana wa ta’ala tetapkan dalam diri kita. Kemudian proses evaluasi itu melihat kebaikan sekitar, termasuk pada orang lain. (Editor: Shofie)

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086