Paparkan Makalah di STID Mohammad Natsir, Dosen STID: Ini Materi Perguruan Tinggi, Bukan SMA!

Oleh: Oleh: M. Diyaulhaq Al-Faqih (Santri PRISTAC - Setingkat SMA - Pesantren At-Taqwa Depok)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Tiga Santri Pesantren At-Taqwa Depok mempresentasikan makalah mereka di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir, Tambun. Alhamdulillah, presentasi ketiganya mendapat respons yang positif dari para mahasiswa dan dosen. Presentasi ini dihadiri langsung Rektor STID Mohammad Natsir yaitu Dr. Dwi Budiman. Mahasiswa yang hadir sekitar 180 mahasiswa.

“Materi-materi yang mereka sampaikan tidak sembarangan. Ini bukan materi anak SMA, ini materi perguruan tinggi!” ucap salah satu dosen STID Doktor Ujang Habibi, sambil terheran-heran (16/5/2024).

Ketua Bidang Pendidikan Dewan Dawah Islamiyah Indonesia Pusat itu mengatakan bahwa sewaktu masih duduk di bangku SMA, ia belum diajarkan materi yang sangat berbobot seperti ini. “Apalagi materi-materi seputar pemikiran dan peradaban Islam juga Barat. Kalau saya sebagai dosen dan pembimbing makalah mereka ini, akan saya luluskan!”, katanya.

“Usia 16 tahun sudah berbicara pembaratan dan paham kalau ia berbahaya dan sudah merajalela kesesatannya,” imbuhnya.

Adapun ketiga pemakalah itu ialah Farrel Ahmad Wicaksana (16 tahun) dengan judul makalah “Hamka dan Barat: Respons Hamka Terhadap Pembaratan di Indonesia”, Fatah Rasyid Al-Ghiffari (17 tahun) dengan makalah berjudul “Sekularisme-Liberalisme: Sejarah dan fenomenanya Hari Ini” dan Muhammad Ihsan Maulana yang membahas “Analisis Marah dalam Perspektif Islam”.

Sebagai cicit Buya Hamka, Farrel menjelaskan bagaimana perjuangan Hamka dalam merespons sekularisasi Peradaban Barat dalam tiga bidang sekaligus: budaya, politik, dan pendidikan. Menurutnya, dari respons Hamka terhadap Barat dan kepribadiannya, kita belajar bahwa Islam bisa tetap relevan di setiap zaman tanpa harus merusaknya dengan sekularisasi.

“Dari sikap dan kepribadiannya juga, kita semakin yakin bahwa Islam adalah satu-satunya pedoman hidup yang membawa kepada kebaikan dan kebahagiaan,” jelasnya. Ia merujuk banyak sekali buku-buku Hamka, di antaranya: Hamka di Mata Hati Umat (1996), Kenang-Kenangan Hidup (2018), Tenggelamnya Kapal van Der Wijck (1953), Empat Bulan di Amerika (1954), Rasa Tanggung Jawab Kita dalam Panji Masyarakat vol iix no. 5 (1965), Dari Hati ke Hati (2015), Studi Islam (2020), Sejarah Umat Islam (2018), dan Dari Perbendaharaan Lama (1982).

Terkait bahayanya Sekularisme, Fatah menjelaskan bahwa paham yang memisahkan dimensi akhirat dengan dunia, dapat membuat keimanan seseorang mudah goyah: “Untuk terhindar darinya, penting bagi kita sebagai umat Islam untuk mempelajari worldview Islam dengan baik dan benar,” ujarnya.

Di sisi lain, Ihsan menyegarkan materi dengan membahas bagaimana caranya menempatkan amarah secara bijaksana dalam kehidupan sehari-hari. Marah, katanya, harus bisa dikendalikan. Ia diperbolehkan hanya di beberapa kondisi. Salah satunya ketika agama kita dihina.

“Jika dirasa tidak perlu maka beliau akan berdiam diri sambil berzikir,” pungkasnya.

STID M. Natsir di Tambun adalah kampus Islam khusus putra. Kampus putrinya bertempat di Cipayung. Sejak tiga tahun lalu, Rektor STID Dr. Dwi Budiman Assiroji dan Pembina At-Taqwa Dr. Adian Husaini telah sepakat membuat jurusan baru STID-At-Taqwa bernama “Jurnalistik dan Pemikiran Islam”. Pembelajarannya dilakukan di At-Taqwa. Sudah tiga angkatan yang masuk dan akan memulai pendaftaran untuk angkatan keempat.

STID Mohammad Natsir adalah kampus binaan DDII yang fokus pada pengkajian ilmu-ilmu agama dan tantangannya, baik itu sekularisasi, kristenisasi maupun nativisasi. Tujuan utama kampus ini adalah mencetak pada pendakwah (da’i) yang siap diterjunkan di berbagai pelosok di seluruh provinsi Indonesia demi tegaknya Islam dan terjaganya NKRI.

“Saat datang ke sana, kita semakin sadar betapa hebatnya perjuangan seorang pendakwah yang rela pergi jauh dan menghabiskan harta mereka demi menyelamatkan umatnya. Tidak ada dalam diri mereka merasa rugi apalagi menyesal atas apa yang telah mereka lakukan,” ungkap salah satu pemakalah.

Para santri PRISTAC adalah santri-santri tingkat SMA di Pesantren At-Taqwa Depok bernama PRISTAC (Pesantren for the Study of Islamic Thought and Civilization/Pesantren Pemikiran dan Peradaban Islam). Mereka harus menulis dan mempresentasikan makalah di hadapan pembimbing, guru, lembaga pendidikan di luar Pesantren At-Taqwa dan wali santri.

Tahun 2024 ini adalah angkatan PRISTAC keenam. Ada 40 makalah yang ditulis oleh para santri. Sejak tahun 2018, sudah lebih dari 100 makalah yang terhimpun dan ditulis oleh para santri. Inilah salah satu cara Pesantren At-Taqwa Depok dalam menanamkan adab terhadap ilmu dan budaya literasi di kalangan santri. (*, Humas PP At-Taqwa).

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086