Momen Berharga! Pengalaman Santri at-Taqwa Belajar kepada Guru Besar Ilmu al-Qur'an dan Tafsir al-Azhar

Oleh: Bana Fatahillah, Lc. (Guru Ulumul Qur'an di Pesantren at-Taqwa Depok; Murid Syaikh Salim Abu Ashi)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Momen berharga diperoleh santri Pondok Pesantren At-Taqwa Depok. Pasalnya, pada Senin Malam (6/2) mereka dikunjungi oleh Guru Besar Ilmu Al-Quran dan Tafsir Universitas Al-Azhar, Prof. Dr. Muhammad Salim Abu Ashi. Tidak hanya kunjungan, malam itu para santri dapat berdialog santai dengan sosok besar ini seputar belajar, membaca, dan menulis.

Hal pertama yang disampaikan oleh Syekh Salim—begitu kami menyapanya—adalah perihal ikhlas dalam menuntut ilmu. Menurutnya, Ilmu Syariat adalah ilmu paling mulia di antara ilmu lainnya. 'Kalian semua", lanjutnya, "merupakan orang yang dipilih oleh Allah Swt untuk berada di jalan menempuh ilmu ini. Maka jangan sampai mengkhianati Allah dengan mencari ilmu ini bukan karena-Nya."

Setelah itu, penulis buku Min Mawaatin Al-Zalal tersebut menganjurkan para santri untuk menghapal al-Quran juga hadis Nabi. Dirinya telah menghapal al-Quran sejak umur 10 tahun. Hal ini bukan hanya karena para santri fokus kepada ilmu syariat sehingga penting untuk menghapal al-Quran dan hadis. Namun saat mendengar bahwa Santri At-Taqwa sangat intens dalam menulis, menurutnya, hafalan ini akan membantunya dalam menulis karya ilmiah nanti.

Tidak hanya menghafalkannya, Syekh Salim turut menekankan santri untuk mengamalkan apa yang ia baca dari al-Quran dan hadis. Sebab apa artinya hafalan tanpa pengamalan. Karena pengamalan menuntut pemahaman, Syekh yang bermazhab Hanafi ini menasihati para santri untuk memahami al-Quran dan hadis melalui ilmu pengantarnya, seperti ilmu bahasa Arab. “Hafalkan matan-matan ilmiah dalam setiap disiplin ilmu… Itulah yang akan menguatkan pemahaman kalian.”

Syaikh Salim pun mulai berbicara seputar penulisan. Terkait kepenulisan karya ilmiah, penulis puluhan buku dalam ilmu al-Quran juga ilmu syariah lainnya tersebut mengingatkan tentang perlunya banyak membaca. "Banyak membaca adalah kunci dalam sebuah penulisan karya ilmiah. Sebuah tema atau judul akan hadir dengan banyak membaca."

Terkait membaca, Syekh Salim pernah bercerita kepada penulis, bahwa dirinya menghabiskan tujuh jam dalam satu hari untuk membaca. Ini diumurnya yang sudah belia. Saat masih muda ia menghabiskan 9 jam untuk membaca. Namun tidak semua buku harus dibaca. Seorang pelajar harus mengetahui mana buku-buku primer yang harus diketahuinya, juga mana buku yang harus dibaca dari awal sampai akhir dan mana buku yang dibaca sebagai bahan atau materi pembahasan ilmiah.

Jika sudah membaca dan mendapatkan satu titik yang akan dijadikan pembahasan. Maka langkah selanjutnya adalah membuat kerangka pembahasan. Ibarat sebuah perjalanan, kerangka ini merupakan sebuah peta yang akan menuntun penulis menuju akhir tujuannya.

Terakhir, setelah banyak membaca, menentukan titik pembahasan, membuat kerangkanya, maka hal terakhir adalah bagaimana menuangkan isi kepala kita. Sebab berapa banyak penulis yang sudah memiliki ide namun tidak bisa menuangkannya. Hal ini disebabkan karena ia tidak punya stok kata atau kalimat dalam benaknya. Inilah pentingnya menghafal al-Quran dan hadis tadi. Menurutnya itu bisa membantu dalam menuangkan pikiran. Dalam konteks bahasa Indonesia, bacaan-bacaan lain bisa membantu kita dalam menuangkan pikiran itu. 

Di sesi terakhir salah seorang santri bertanya, 'apa perjuangan terbesar Syekh hingga bisa sampai ke titik ini?" Syekh menjawab, "Tidak ada perjuangan hebat kecuali apa yang aku kerahkan di masa mudaku. Inilah yang membuatku bisa sampai saat ini. Karenanya, kalian, selagi masih muda dan belia, pergunakanlah umur kalian dengan baik. Jangan sia-siakan waktu Kalian." Begitu ujarnya. 

Santri lain bertanya, bukankah tidak semua orang diberikan ketajaman dalam menulis. Bukankah ada yang diberikan kefasihan dalam lisan namun tidak dengan tulisan, begitupun sebaliknya. Bagaimana hal ini? Syekh Salim menjawab bahwa hal tersebut benar adanya. Ini merupakan karunia yang Allah bagikan secara adil ke hambanya. Namun bisa jadi memang anak tersebut tidak dibiasakan menulis sejak awal. Ia hanya dibiasakan berbicara saja. begitupun sebaliknya. 

“Karena itu kalian harus biasakan menulis terus, terus, dan terus. Mungkin hari ini kalian menulis lalu menghapusnya, menulis lalu menghapusnya dan begitu terus. Namun jika senantiasa diasah dan dibiasakan kelak kalian akan mendapati hari, di mana pulpen kalian itu seakan berjalan sendiri. Pada intinya adalah pembiasaan!” tegas Syekh Salim

Salah seorang guru turut bertanya. Salah satu problem kita sebagai guru agama adalah, mendapati pelajar yang datang dengan latar belakang keluarga yang tidak tahu menau soal agama. Bahkan tidak tahu hal-hal penting dalam perkara agama. Karenanya banyak dari mereka yang kadang kurang memerhatikan. 

Syekh Salim menjawab: "Di silah peran Anda sebagai guru. Anda adalah panutan (qudwah). Buatlah anak tersebut punya keterkaitan (taaluq) dengan Anda sebagai guru; buatlah mereka mencintai Anda sepenuhnya. Maka dengan itu, mereka akan sepenuhnya mengikuti Anda, dalam apapun itu. Sekalipun anak itu jauh dari lingkungan agama di keluarganya, namun jika Anda sebagai guru bisa memberikan contoh, maka ia akan mengikuti dan menjadi bagi. Sekali lagi, guru harus menjadi contoh."

Acara berjalan dengan khidmah dan santai. Para santri tampak antusias mendengarkan satu demi satu nasehat yang diberikan. Hingga akhirnya acara selesai tepat jam setengah sepuluh malam.

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086