Menjadi Pemateri INSISTS Saturday Forum, Mudir At-Taqwa Depok Jelaskan Ilmu Kodekteran Menurut Imam Al-Ghazali

Oleh: Tim Redaksi At-Taqwa
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Sabtu, 12 Oktober 2024, INSISTS melanjutkan Saturday Forum-nya dengan mengundang Dr. Muhammad Ardiansyah, Mudir Pesantren At-Taqwa Depok. Tema yang diangkat adalah “Ilmu Kedokteran dalam pandangan Imam al-Ghazali.” 

Kajian dihadiri oleh 60 peserta, baik dari kalangan umum yang tertarik dengan tema kajian, maupun para dokter yang menekuni ilmu maupun profesi kedokteran.

Dalam kajian tersebut, Ustadz Ardi –begitu sapaan akrab beliau— mengulas tujuh poin penting, yaitu: (1) Kedudukan ilmu kedokteran, (2) Hukum mempelajari ilmu kedokteran, (3) Perbandingan ilmu kedokteran dengan ilmu lain, (4) Niat mempelajari ilmu kedokteran, (5). Urgensi mempelajari ilmu kedokteran, (6) Kode etik kedokteran, (7) Kesehatan badan dan penyucian jiwa.

Sebelum mengurai pembahasan lebih luas, ustadz Ardi menuturkan terlebih dahulu bahwa tema ini merupakan murni hasil penelitiannya. Sebab, Imam al-Ghazali sendiri memang bukanlah seorang dokter, dan tidak ditemukan satu pun karangannya yang membahas ilmu kedokteran secara khusus. Kedudukan ilmu kedokteran dalam pandangan Imam Al-Ghazali menduduki peranan yang cukup penting. Sebab, dalam menjalankan syari‘at atau ibadah zahir seseorang membutuhkan tubuh yang sehat. 

Karenanya, mempelajari kedokteran tidaklah dilarang. Ia masuk dalam kateogri lmu al-‘aqliyyah at-tajribiyyah (ilmu rasional yang diperoleh melalui pengujian). Meski bukan ilmu syariat, ilmu kedokteran termasuk ilmu yang terpuji. Bahkan, hukum mempelajarinya menurut para ulama ialah fardhu kifayah. Sebab, bila tidak ada satupun yang menguasai ilmu kedokteran niscaya urusan di negeri tersebut akan sulit.

Tidak hanya boleh, bahkan dalam satu riwayat dikatakan Imam Al-Ghazali sangat menekankan adanya seorang yang menguasai ilmu kedokteran, dan mencela apabila terdapat satu negeri yang tidak ada di dalamnya dokter muslim sama sekali -- walaupun sekiranya di negeri tersebut lahir banyak ulama fiqh. Sebab dalam pandangan Al-Ghazali, bagaimana mungkin seorang faqih dapat memutuskan fatwa fiqh dengan tepat, sedangkan ia tidak memahami terlebih dahulu seputar maslahatnya dari segi kesehatan.

Berbeda dengan ilmu-ilmu syari‘at, ilmu kedokteran termasuk daripada ilmu dunia. Maka sejatinya mempelajari kodekteran boleh dengan tujuan mendapatkan uang atau kedudukan. Meski demikian, profesi dokter sejatinya merupakan profesi yang mulia dan memberikan banyak manfaat. Maka betapa ruginya orang yang telah tersedia imbalan surga di hadapannya, namun ia gadaikan dengan nilai dunia yang sedikit. Sebagai ilmu Fardhu kifayah, maka setiap dokter wajib mempelajari ilmu yang fardhu ain terlebih dahulu. Minimal ilmu-ilmu yang berkaitan dengan aqidah, ibadah, dan akhlaq. Lalu ilmu syari‘at yang terkait dengan dunia kedokteran. 

Sebagaimana ulama, para dokter juga wajib mujahadah dan memperbaiki hati agar dapat menjalankan amanahnya sesuai dengan syariat dalam agama. Imam Al-Ghazali juga mencela orang yang menekuni profesi kedokteran, namun dengan ilmu yang tidak cukup mumpuni. Dengan istilah lain orang itu menjadi dokter gadungan. Menurutnya, sosok dokter gadungan ini lebih banyak mengakibatkan kerusakan daripada maslahatnya. 

Terakhir, Imam al-Ghazali mengingatkan, adanya oknum dokter yang salah tidak serta-merta menyebabkan kita menolak ilmu kedokteran. Oleh karenanya, mempelajarinya tidaklah bertentangan dengan syari‘at, apa yang terdapat di dalamnya tidaklah bertentangan dengan wahyu, dan datang kepada ahli kedokteran pun tidak bertentangan dengan sifat tawakkal. Wallahu alam bish-shawab.

*
*
*

Reporter: Nabil

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086