Mengenal Imam al-Ghazali Sebagai Ulama Multi-Disiplin Ilmu
Oleh: Furaiqa Az-Zahra (Santri At-Taqwa Depok, 17 tahun)
Artikel Ilmiah
Liputan Kegiatan

Imam al-Ghazali (450-505 H) merupakan sosok yang tidak pernah habis untuk dikaji. Hal ini karena nama Hujjatul Islam hampir tercatat dalam setiap bidang keilmuan. Itu menunjukkan sosoknya sebagai ulama multi-disiplin ilmu juga sebagai tokoh pembaharu Islam sebagaimana diungkapkan imam al-Suyuthi.
Untuk mengenal lebih dalam sosok Hujjatul Islam itu, pada Ahad (1/6) kemarin, santri At-Taqwa College 1 (setingkat kelas 11) menghadiri Special Lecture dengan judul "Hujjatul Islam Imam al-Ghazali: Mujtahid Pendidik, Mujaddid Ensiklopedik." Kajian ini diampu langsung oleh Dr. Muhammad Ardiansyah, Mudir Pesantren At-Taqwa Depok dan berlangsung di Institute for Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), Jakarta.
Ustadz Ardi -begitu sapaan akrab beliau— menyorot kesarjanaan Imam al-Ghazali dalam multi-disiplin keilmuan. Sekurangnya ada 11 bidang ilmu yang dikuasai oleh al-Ghazali. Di antaranya ialah ilmu tafsir al-Quran, hadits, fiqih, ushul fiqih, filsafat, mantik, politik, tasawuf, psikologi, kosmologi, kristologi, bahkan pendidikan.
"Semua pembahasan ini sejatinya hanya bersifat pengantar saja. Adapun untuk pendalamannya perlu dijelaskan secara khusus dalam waktu khusus dan panjang... Ibarat ingin ke sebuah stasiun tertentu, maka saya hanya menunjukkan dan mengarahkan saja" ujar ustadz Ardi di awal pertemuan.
Mengutip perkataan As’ad al-Mihaniy yang tertera dalam kitab Al-Thabaqat Al-Syafi’iyyah Al-Kubro, ustadz Ardi menjelaskan bahwa seseorang tidak akan mampu mengenal al-Ghazali maupun keutamaan ilmunya dengan sempurna, kecuali mereka yang yang setara — atau sekurangnya hampir setara — dengan ilmu maupun kecerdasan Imam al-Ghazali. Kedalaman ilmu sang Imam membuat ia disebut sebagai ensiklopedik zamannya. Karya-karya yang ditulis merupakan bukti dari itu semua.
Ayah dari dua anak itu menjelaskan kepakaran imam al-Ghazali dalam setiap bidangnya. Salah satunya ilmu hadis. Menurut ustadz Ardi poin ini perlu dipahami dengan baik. Sebab di luar sana banyak yang gagal memahami bahkan sampai beranggapan buruk kepada sang Imam. Tuduhan semacam ini berangkat dari anggapan banyaknya hadis palsu dalam kitab Ihya Ulum Al-Diin. Sayangnya tuduhan itu tidak tepat dan sudah terjawab dalam sebuah buku ustadz Ardi yang berjudul "Otoritas Imam Al-Ghazali dalam Ilmu Hadis"
Masih ada banyak kepakaran imam al-Ghazali yang dipaparkan. Menariknya, ustadz Ardi menjadikan itu jawaban atas "tuduhan" yang ditujukan kepada sang Imam. Sepertihalnya dalam filsafat, di mana sebagian orang meragukan kesarjanaan al-Ghazali dalam filsafat karena belajar secara otodidak, atau dalam logika yang mengatakan mantik al-Ghazali hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh filsuf Yunani terdahulu.
Ustadz Ardi tak lupa menyorot "stasiun" terakhir dari sang Imam, yaitu tasawuf. Menurutnya, al-Ghazali bukan sekadar "pengkaji" namun "ahli" dalam tasawuf. Dalam arti, ilmu tasawwuf tidak hanya menjadi kumpulan teori maupun perkataan para ulama, melainkan sesuatu yang ditempuh dengan menjaga amal dan kondisi hati. Di antara karangan tasawwuf sang Imam dijadikan diktat pembelajaran di pondok, salah satunya Bidayah Al-Hidayah dan Ayyuha Al-Walad.
Perkuliahan diakhiri dengan sesi tanya-jawab serta diskusi yang amat hidup dan diliputi canda-tawa dari seluruh hadirin. Kiranya pengantar tersebut dapat membantu kita untuk memahami dan mengkaji keilmuan Imam al-Ghazali dengan lebih luas dan mendalam. Wallahualam bisshawab.
Untuk mengenal lebih dalam sosok Hujjatul Islam itu, pada Ahad (1/6) kemarin, santri At-Taqwa College 1 (setingkat kelas 11) menghadiri Special Lecture dengan judul "Hujjatul Islam Imam al-Ghazali: Mujtahid Pendidik, Mujaddid Ensiklopedik." Kajian ini diampu langsung oleh Dr. Muhammad Ardiansyah, Mudir Pesantren At-Taqwa Depok dan berlangsung di Institute for Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), Jakarta.
Ustadz Ardi -begitu sapaan akrab beliau— menyorot kesarjanaan Imam al-Ghazali dalam multi-disiplin keilmuan. Sekurangnya ada 11 bidang ilmu yang dikuasai oleh al-Ghazali. Di antaranya ialah ilmu tafsir al-Quran, hadits, fiqih, ushul fiqih, filsafat, mantik, politik, tasawuf, psikologi, kosmologi, kristologi, bahkan pendidikan.
"Semua pembahasan ini sejatinya hanya bersifat pengantar saja. Adapun untuk pendalamannya perlu dijelaskan secara khusus dalam waktu khusus dan panjang... Ibarat ingin ke sebuah stasiun tertentu, maka saya hanya menunjukkan dan mengarahkan saja" ujar ustadz Ardi di awal pertemuan.
Mengutip perkataan As’ad al-Mihaniy yang tertera dalam kitab Al-Thabaqat Al-Syafi’iyyah Al-Kubro, ustadz Ardi menjelaskan bahwa seseorang tidak akan mampu mengenal al-Ghazali maupun keutamaan ilmunya dengan sempurna, kecuali mereka yang yang setara — atau sekurangnya hampir setara — dengan ilmu maupun kecerdasan Imam al-Ghazali. Kedalaman ilmu sang Imam membuat ia disebut sebagai ensiklopedik zamannya. Karya-karya yang ditulis merupakan bukti dari itu semua.
Ayah dari dua anak itu menjelaskan kepakaran imam al-Ghazali dalam setiap bidangnya. Salah satunya ilmu hadis. Menurut ustadz Ardi poin ini perlu dipahami dengan baik. Sebab di luar sana banyak yang gagal memahami bahkan sampai beranggapan buruk kepada sang Imam. Tuduhan semacam ini berangkat dari anggapan banyaknya hadis palsu dalam kitab Ihya Ulum Al-Diin. Sayangnya tuduhan itu tidak tepat dan sudah terjawab dalam sebuah buku ustadz Ardi yang berjudul "Otoritas Imam Al-Ghazali dalam Ilmu Hadis"
Masih ada banyak kepakaran imam al-Ghazali yang dipaparkan. Menariknya, ustadz Ardi menjadikan itu jawaban atas "tuduhan" yang ditujukan kepada sang Imam. Sepertihalnya dalam filsafat, di mana sebagian orang meragukan kesarjanaan al-Ghazali dalam filsafat karena belajar secara otodidak, atau dalam logika yang mengatakan mantik al-Ghazali hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh filsuf Yunani terdahulu.
Ustadz Ardi tak lupa menyorot "stasiun" terakhir dari sang Imam, yaitu tasawuf. Menurutnya, al-Ghazali bukan sekadar "pengkaji" namun "ahli" dalam tasawuf. Dalam arti, ilmu tasawwuf tidak hanya menjadi kumpulan teori maupun perkataan para ulama, melainkan sesuatu yang ditempuh dengan menjaga amal dan kondisi hati. Di antara karangan tasawwuf sang Imam dijadikan diktat pembelajaran di pondok, salah satunya Bidayah Al-Hidayah dan Ayyuha Al-Walad.
Perkuliahan diakhiri dengan sesi tanya-jawab serta diskusi yang amat hidup dan diliputi canda-tawa dari seluruh hadirin. Kiranya pengantar tersebut dapat membantu kita untuk memahami dan mengkaji keilmuan Imam al-Ghazali dengan lebih luas dan mendalam. Wallahualam bisshawab.