Menengok Geliat Literasi Para Santri

Oleh: Bayu Adji P
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Pesantren punya banyak cara menjaga kegemaran membaca para santri.

Ratusan santri yang mondok di Pesantren At-Taqwa Depok sedang fokus menyerap materi yang disampaikan para pengajar pada Kamis (31/5/2024) pagi. Sebagian dari mereka ada belajar di ruang kelas, sebagian di mushala, ada juga yang belajar di perpustakaan.

Di pesantren yang berlokasi di Jalan H Usman Hasbi, Kelurahan Kalimulya, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, itu para santri tak hanya diajarkan pendidikan agama Islam. Lebih dari itu, santri Pesantren At-Taqwa juga diajar untuk menulis makalah ilmiah.

"Ini memang salah satu khas pesantren kami. Santri diajarkan menulis dan membaca. Kami juga rutin menerbitkan karya berupa buku," kata Mudir Pesantren At-Taqwa Depok Ustaz Ardiansyah.

Menurut dia, bukan perkara mudah untuk membiasakan para santri membaca dan menulis. Apalagi, santri yang mondok di pesantrennya itu berasal dari berbagai latar belakang. Namun, menciptakan kebiasaan membaca dan menulis para santri bukan sebuah hal yang mustahil.

Pesantren At-Taqwa mengkondisikan iklim literasi dengan menyediakan fasilitas perpustakaan yang cukup lengkap, mulai dari buku agama, sejarah, hingga filsafat. Para Santri pun diwajibkan untuk membaca buku di luar pelajaran sehari-harinya.

"Kami buat iklimnya. Akhirnya mereka terbiasa. Dari tidak suka baca, mulai suka," ujar dia.

Sebagai upaya untuk meningkatkan literasi, Pesantren At-Taqwa Depok juga rutin mengajak para santri untuk mengunjungi pameran buku Islamic Book Fair, setidaknya satu tahun sekali. Dalam pameran itu, santri diwajibkan membeli minimal satu buku untuk dibaca di pesantren.

Menurut Ustaz Ardiansyah, pihaknya tak membatasi jenis buku yang hendak dibeli para santri setiap datang ke pameran. Namun, para santri diarahkan untuk membeli buku karya ilmiah. "Lebih ke karya ilmiah yang ditekankan, seperti sejarah, pendidikan, dan lain-lain. Kalaupun ada yang fiksi, bukan yang sekadar cinta-cintaan," kata dia.

Selain itu, Pesantren At-Taqwa juga memiliki program diskusi buku rutin di kelas tertentu. Dalam kegiatan itu, para santri diminta membahas satu buku untuk didiskusikan bersama teman-temannya. "Jadi semua santri di kelas tertentu wajib membahas satu buku. Nanti dijelaskan secara tertulis dan lisan dalam kegiatan book discussion," kata dia.

Pesantren At-Taqwa juga melatih para santri untuk dapat menuangkan pemikirannya dari hasil bahan bacaan dalam sebuah tulisan. Salah satu caranya adalah dengan membiasakan santri untuk menulis artikel, reportase, makalah, dan akhirnya untuk menulis mini skripsi sebagai bahan untuk kelulusannya dari pesantren.

Menurut Ustaz Ardiansyah, hingga saat ini sudah ada puluhan karya tulis yang dari pesantrennya, baik yang ditulis oleh para guru maupun santri. Karya tulis itu bahkan juga dijadikan sebagai bahan pelajaran di pesantren.

"Tujuan diterapkan metode itu adalah mengajarkan agar mereka bisa merangkai pemikirannya. Dia juga bisa menyebarkan ilmu melalui tulisan itu," kata dia.

Salah satu santri Pesantren At-Taqwa Depok, Najda Khadijah (19 tahun) mengaku semangatnya dalam membaca makin menjadi ketika sudah mondok. Sebelumnya, ia mengaku hanya suka baca novel. Namun, minat bacanya di pesantren dinilai menjadi lebih terarah. "(Sebelumnya) sudah suka baca, tapi sekadar novel. Namun, di sini lebih terarah," kata santri asal Kota Padang itu.

Menurut dia, pesantren lebih banyak memberi arahan para santri untuk membaca buku-buku pemikiran. Dengan bahan bacaan itu, ia mengaku wawasannya makin terbuka. Apalagi, para santri di pesantren juga diajarkan menulis pemikirannya masing-masing. Dengan metode itu, Najda bisa mengartikulasikan ide yang ada di kepalanya.

"Alhamdulillah karena dengan banyak baca buku ini, yang pasti wawasan terbuka lebih luas. Karena dengan bacaan, kami bisa makin kritis. Karena makin banyak baca, kami makin banyak punya kosakata, punya pemikiran," kata dia.

Santri lainnya, Farraz Ghaniya (14), menilai banyak membaca berdampak terhadap pengetahuannya terhadap dunia menjadi makin luas. Pasalnya, melalui bahan bacaan itu, ia bisa mengenal berbagai pemikiran yang ada. "Seperti kata pepatah, ‘Book is the window of the world’. Jadi wawasan kami lebih luas," kata dia Farraz.

Ia mengatakan, pihaknya pesantren tak membatasi bahan bacaan untuk para santri. Namun, fokus bacaan yang diarahkan oleh pesantren adalah mengenai pemikiran. "Kalau aku akhir-akhir ini lagi suka dengan feminisme, jadi beli buku itu. Buku punya Rizem Aizid," ujar dia.

Sementara itu, Cut Aisyah (18) juga mengaku pengetahuannya makin terbuka setelah membaca banyak buku. Pasalnya, banyak ilmu yang didapat dari bahan bacaan yang ada.

"Dengan buku, saya bisa lebih memandang sesuatu dengan komprehensif. Buku juga memudahkan kami untuk menulis. Karena untuk menulis itu kan butuh banyak referensi," kata dia.

Terus dipupuk

Kegiatan literasi tak hanya dilakukan oleh para santri di Pesantren At-Taqwa Depok. Pesantren Qotrun Nada yang terletak di Kecamatan Cipayung, Kota Depok, juga terus berupaya untuk memfasilitasi minat baca para santri melalui berbagai kegiatan literasi.

Pengajar Pesantren Qotrun Nada Ustaz Humaidi Mufa mengatakan, sebagai lembaga pendidikan, pesantrennya memiliki tugas untuk menyiapkan sarana dan prasarana untuk memfasilitasi kegiatan literasi para santri. Salah satunya adalah dengan menyediakan perpustakaan yang dapat diakses para santri.

"Kami juga mengadakan kerja sama dengan beberapa lembaga, termasuk Republika, untuk mengadakan bazar buku. Dari situ mulai tumbuh minat anak-anak untuk baca buku. Dari baca, akhirnya mulai turun ke mau menulis. Mau karyanya dibaca orang banyak," kata ustaz Humaidi, Kamis.

Ia mengatakan, pesantrennya telah dua kali menggelar kegiatan bazar buku. Pertama, kegiatan itu dilakukan pada 2011. Baru kemudian pada 2022, kegiatan itu kembali dilakukan di Pesantren Qotrun Nada. "Ternyata luar biasa yang baca dan beli," kata dia.

Melihat tingginya minat literasi para santri, Pesantren Qotrun Nada juga mengikuti program One Santri One Book yang diinisiasi oleh Santri Nulis. Hasilnya, dari 60 orang yang ikut serta, pesantrennya dapat menerbitkan sebanyak 24 judul buku.

Menurut ustaz Humaidi, pihaknya akan terus berupaya untuk meningkatkan literasi para santri. Dengan menumbuhkan minat baca para santri, diharapkan mereka akan punya wawasan yang luas.

"Kami selalu percaya bahwa buku itu adalah jendela dunia. Kami juga selalu pesan kepada santri bahwa yang diberikan pesantren hanya sekadar kail dan pancing, bukan ikan. Apabila mereka ingin dapat ikan besar, mereka harus menyiapkan masing-masing. Salah satunya dengan membaca buku," kata dia.

Salah seorang pengajar Pesantren Qotrun Nada, Salimah Sayidah, mengatakan upaya untuk meningkatkan minat baca para santri adalah membuat ekstrakulikuler jurnalistik. Melalui ekskul itu, santri dibiasakan membaca buku dan menyimpulkan buku itu setiap bulan.

"Itu juga sebagai upaya kami untuk membiasakan para santri membaca dan menulis. Kalau saya lebih ingat betul kata-kata Pramoedya. ‘Kalau ingin melihat dunia, kita harus membaca. Kalau mau dikenal oleh dunia, kita harus menulis,’" kata dia.

Sementara itu, salah seorang santri Pesantren Qotrun Nada, Wildan Nurfahri (17), mengaku tertarik membaca buku setelah melihat teman banyak yang baca novel. Dari situ, ia pun ikut membaca dan ketagihan. "Alhamdulillah, di sini kami juga difasilitasi oleh pesantren," kata dia.

Salah seorang santri lainnya, Basamah Azizah (17) menilai membaca sangat bermanfaat untuk mencari bahan tulisannya. Dari awalnya terpaksa, ia lama-lama menikmatinya. "Dari yang tadinya terpaksa, lama-lama kebiasaan. Dari banyak baca itu, banyak yang didapat untuk diri sendiri," kata dia.

Minat baca bisa diciptakan

Ustaz Ardiansyah menilai, pada dasarnya minat baca generasi muda, khususnya di pesantren, tidaklah rendah. Buktinya, para santri di pesantrennya mayoritas suka membaca buku. "Memang (di pesantren) lebih banyak belajar agama, tapi hari ini bukan hanya belajar agama. Pesantren tradisional sekalipun, ada pelajaran di luar ilmu agama," kata dia.

Karena itu, ia menolak apabila minat para santri untuk membaca itu disebut rendah. Pasalnya, minat baca santri sangat tinggi. Namun, ia menambahkan, setiap pesantren memiliki ciri khas masing-masing dalam meningkatkan budaya literasi.

"Ada pesantren yang penekanannya ke ilmu fikih, pemikiran akidah, dan lainnya. Kalau kami, juga belajar wawasan kontemporer," kata ustaz Ardiansyah. Ia ingin menanamkan kepada para santri untuk terus memiliki semangat ingin belajar melalui literasi.

Apalagi, perintah agama yang paling pertama adalah membaca. Iqra. "Masa perintah pertama ditinggalkan? Kan miris," ujar dia.

Selain itu, melalui membaca, para santri diharapkan punya pemikiran benar melalui buku yang telah dibaca. Terakhir, santri juga diharapkan dapat terus melanjutkan estafet keilmuan dengan menulis apa yang sudah mereka baca. "Baik melalui podcast, Youtube, atau dengan tulisan. Itu akan menambah panjang perjalanan ilmu," kata dia.

*
*
*

Tulisan ini telah terbit di situs republika.id, silahkan lihat: https://republika.id/posts/53239/menengok-geliat-literasi-para-santri%C2%A0

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086