Dari Logika, Budaya, Etika Hingga Bermedia: Santri At-Taqwa Dapatkan Hidangan Intelektual Di Insists
Oleh: Khalidah Abdullah (Santriwati At-Taqwa College, 17 tahun)
Artikel Ilmiah
Liputan Kegiatan
“Selamat menikmati ma’dubah intelektual bersama pemateri yang pakar di bidangnya,” ucap Prof. Hamid Fahmi Zarkasyi, Direktur Utama INSISTS, sebagai keynote speaker dalam acara Seminar Sehari di INSISTS pada Sabtu, (21/12/2024).
Sebagai pembuka, Prof. Hamid mengingatkan kembali esensi peradaban Islam. Menurutnya, mengkaji peradaban Islam bukan bernostalgia, melainkan cita-cita nyata. Sebab peradaban Islam itu berlandaskan ilmu dan adab. Jika proses ta’dib dilaksanakan dengan baik maka akan terakumulasi setiap individu dan kelompok manusia yang beradab (good man), yang dengan itu lahirlah peradaban Islam.
Putra Kyai Gontor itu menegaskan bahwa hari ini kita diminta untuk mengikuti barat, bahkan dalam standar kebaikan. Ini karena mereka tidak mengaggap Islam sebagai peradaban, tapi hanya sebatas agama. “Kalau Anda ingin maju seperti barat, anda tidak akan maju seperti Islam!” tegas Prof. Hamid
Sesi selanjutnya ialah Dr. Syamsuddin Arif dengan materi “Islamic Logic: Apa, Mengapa dan Bagaimana” yang memaparkan secara lengkap, lugas dan sederhana mengenai keberadaan logika Islam dan buktinya. Kemudian dilanjutkan Dr. Tiar Anwar Bachtiar, pakar sejarah dan kenudayaan dengan materinya “Islam and Culture” yang memaparkan secara terang kaitan antara Islam dan budaya serta pemanfaatannya untuk da’wah dan membangun peradaban.
Pada intinya, Dr. Syam menegaskan bahwa Islamic Logic itu ada, memiliki bukti dan ranah kajian yang sangat luas seperti qur’anic dan prophet logic. Adapun dalam materi “Islam and Culture”, Dr. Tiar menegaskan Islam punya nilai-nilai yang tak dimiliki budaya, ia berdasarkan wahyu, dan wahyu bukan budaya. Oleh karena itu, Islam tidak mengalami yang dialami budaya yakni perubahannya yang tak berkesudahan.
Setelah makan siang sebagai jeda dari Sesi I, seminar memasuki sesi II. Pematerinya ialah Muhammad Syam’un Salim dengan materi “Etika dalam Islam: Makna dan Konsep” yang merupakan upaya untuk membentuk muslim yang mantap iman dan hati serta memegang nilai-nilai dan menerapkan sabar serta beradab jiwa raga. Lalu pemateri kedua yakni Ustzh. Kamila Jasmine dengan materi “Da’wah di Era Media Sosial: Peluang dan Tantangan”
Sajian kak Kamila cukup menarik. Ia mengkritik pemikiran nyeleneh yang bertebaran di media sosial, salah satunya yang disampaikan channel Forbidden Questions dalam salah satu videonya tentang alasan keharaman babi dalam syari’at Islam.
Acara ditutup dengan penutup serta soft launching buku “Rasional Tanpa Menjadi Liberal” oleh Dr. Henri Shalahuddin, Direktur Eksekutif INISITS. Menurutnya, tidak semuanya perlu pembuktian empiris dan rasional, dan tidak harus menjadi liberal untuk menjadi rasional. Buku ini ialah jawabannya.
Acara yang begitu menyegarkan jiwa dan raga serta memantik kembali semangat memajukan peradaban Islam. “Bagaimana ingin membangun Peradaban Islam ini jika pada konsep dan ajarannya saja kita tak paham?” untaian kalimat yang begitu tegas tentang memajukan peradaban dari Prof. Hamid, dan setelahnya dilanjutkan sesi foto bersama pemateri dan pamit-pamitan antar peserta sebelum akhirnya pulang meninggalkan lokasi acara.
Editor: Bana
Sebagai pembuka, Prof. Hamid mengingatkan kembali esensi peradaban Islam. Menurutnya, mengkaji peradaban Islam bukan bernostalgia, melainkan cita-cita nyata. Sebab peradaban Islam itu berlandaskan ilmu dan adab. Jika proses ta’dib dilaksanakan dengan baik maka akan terakumulasi setiap individu dan kelompok manusia yang beradab (good man), yang dengan itu lahirlah peradaban Islam.
Putra Kyai Gontor itu menegaskan bahwa hari ini kita diminta untuk mengikuti barat, bahkan dalam standar kebaikan. Ini karena mereka tidak mengaggap Islam sebagai peradaban, tapi hanya sebatas agama. “Kalau Anda ingin maju seperti barat, anda tidak akan maju seperti Islam!” tegas Prof. Hamid
Sesi selanjutnya ialah Dr. Syamsuddin Arif dengan materi “Islamic Logic: Apa, Mengapa dan Bagaimana” yang memaparkan secara lengkap, lugas dan sederhana mengenai keberadaan logika Islam dan buktinya. Kemudian dilanjutkan Dr. Tiar Anwar Bachtiar, pakar sejarah dan kenudayaan dengan materinya “Islam and Culture” yang memaparkan secara terang kaitan antara Islam dan budaya serta pemanfaatannya untuk da’wah dan membangun peradaban.
Pada intinya, Dr. Syam menegaskan bahwa Islamic Logic itu ada, memiliki bukti dan ranah kajian yang sangat luas seperti qur’anic dan prophet logic. Adapun dalam materi “Islam and Culture”, Dr. Tiar menegaskan Islam punya nilai-nilai yang tak dimiliki budaya, ia berdasarkan wahyu, dan wahyu bukan budaya. Oleh karena itu, Islam tidak mengalami yang dialami budaya yakni perubahannya yang tak berkesudahan.
Setelah makan siang sebagai jeda dari Sesi I, seminar memasuki sesi II. Pematerinya ialah Muhammad Syam’un Salim dengan materi “Etika dalam Islam: Makna dan Konsep” yang merupakan upaya untuk membentuk muslim yang mantap iman dan hati serta memegang nilai-nilai dan menerapkan sabar serta beradab jiwa raga. Lalu pemateri kedua yakni Ustzh. Kamila Jasmine dengan materi “Da’wah di Era Media Sosial: Peluang dan Tantangan”
Sajian kak Kamila cukup menarik. Ia mengkritik pemikiran nyeleneh yang bertebaran di media sosial, salah satunya yang disampaikan channel Forbidden Questions dalam salah satu videonya tentang alasan keharaman babi dalam syari’at Islam.
Acara ditutup dengan penutup serta soft launching buku “Rasional Tanpa Menjadi Liberal” oleh Dr. Henri Shalahuddin, Direktur Eksekutif INISITS. Menurutnya, tidak semuanya perlu pembuktian empiris dan rasional, dan tidak harus menjadi liberal untuk menjadi rasional. Buku ini ialah jawabannya.
Acara yang begitu menyegarkan jiwa dan raga serta memantik kembali semangat memajukan peradaban Islam. “Bagaimana ingin membangun Peradaban Islam ini jika pada konsep dan ajarannya saja kita tak paham?” untaian kalimat yang begitu tegas tentang memajukan peradaban dari Prof. Hamid, dan setelahnya dilanjutkan sesi foto bersama pemateri dan pamit-pamitan antar peserta sebelum akhirnya pulang meninggalkan lokasi acara.
Editor: Bana