Kunjungi Kota Gede, Santri Temukan Wawasan Sejarah Lokal Penuh Hikmah

Oleh: Huurin Utrujah GRS dan Rayanara Danesh Callysta Martin (Santri PRISTAC – Setingkat SMA – Pesantren At-Taqwa, Depok, 15 tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Pada hari Selasa tanggal 28 November 2023 santri PRISTAC melanjutkan perjalana hari kelima Rihlah Sejarah 2023. Kali ini kami berkunjung ke Kotagede, Yogyakarta. Tujuan kami adalah untuk menelusuri sejarah Kota Gede. Sebagaimana diketahui, Kota Gede adalah sebuah kampung yang banyak melahirkan tokoh-tokoh besar seperti HM Rasjidi dan sebagainya.

Pemberhentian pertama kami adalah di halaman Masjid Al-Huda, Jagalan. Di sana santri disambut oleh Bapak Ismail selaku pemandu keliling kali ini. Kami pun diarahkan ke bangunan yang berada di depan Masjid tersebut. Setelahnya kami mendapat sambutan sekaligus sejarah Kota Gede dari Lurah Kotagede yang bernama Bapak Kaharuddin Noor.

Ia menyapaikan bahwa Kotagede ini merupakan kawasan yang kecil. Hanya terdapat dua pedukuhan yang salah satunya bernama Pedukuhan Sayangan. Nama “Sayangan” diambil dari sebutan bagi para pengrajin tembaga yang banyak tinggal di sana. Di Kotagede terdapat masjid tertua di Jogja yang bernama Masjid Gede Mataram yang sudah berdiri sejak tahun 1500-an. Masjid ini merupakan peninggalan dari Kerajaan Islam Mataram. Masjid inilah yang menjadi salah satu keunikan yang ada di Kotagede.

Dulunya, Kotagede bernama Alas Mentaok yang artinya Hutan pohon buah mentaok. Sebab di sini terdapat banyak sekali pohon mentaok yang tumbuh di sana. Namun, sayagnya pohon ini sudah hampir punah. Sekarang hanya terdapat tiga pohon yang masih tumbuh di Kotagede. Daerah ini adalah hadiah dari sultan Pajang, Joko Tingkir. Ia membuat sebuah sayembara untuk membunuh Aryo Penangsang yang tidak terima atas kenaikan tahta Joko Tingkir yang telah menjadi sultan.

Imbalan sayembara itu adalah ia akan dapat daerah Pati dan beberapa daerah lainnya. Akhirnya Sutowijoyolah yang memenangkan sayembara tersebut. Sutowijoyo adalah sultan pertama Kerajaan Islam Mataram yang ada di Kotagede. Pada masa inilah kerajaan Islam Mataram sedang berada di masa pembangunannya. Akan tetapi tidak banyak ada peninggalan di Pleret, keraton setelahnya. Justru Kotagede yang masih memiliki peninggalan dari masa kerajaan Islam Mataram.

Setelah mendapat materi dari bapak Kaharuddin Noor, kami berkeliling pedukuhan Sayangan bersama Bapak Ismail. Uniknya, saat di perjalan kami melewati sebuah gang yang bernama Gang Kerukunan. Alasan diberi nama kerukunan adalah karena gang ini sangatlah sempit sehingga jika ada dua orang yang ingin melewatinya, maka diharuskan salah seorang untuk mengalah, memberikan jalan, serta menyapa lawannya.

Sehabis berkeliling, kami pergi ke pemakaman. Di sana kami bertemu dengan Pak Enri yang merupakan seorang abdi dalem di makam tersebut. Ia menyampaikan materi tentang sejarah Kotagede selaras dengan apa yang telah disampaikan oleh Pak Kaharudin. Kami dipersilahkan untuk melihat-lihat sekitaran makam. Begitulah cerita napak tilas kami di Kotegede. Ada banyak sekali kenangan serta hikmah yang dapat diambil di sana. Salah satunya adalah kebersamaan yang dapat terjalin ketika mengelilingi pedukuhan Sayangan. (Editor: Reisya)

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086