Karya Dakwah Ulama dalam Sejarah Indonesia

Oleh: Hana Azizah (Santriwati PRISTAC--Setingkat SMA--Pesantren at-Taqwa Depok, 16 tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Pada tanggal 25 februari 2022, pukul 04:30, para santriwan dan santriwati Pesantren at-Taqwa mengunjungi destinasi pertama dalam rangkaian kegiatan Rihlah Sejarah santri PRISTAC, Depok. Kunjungan pertama itu adalah Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Langit yang masih gelap dan angin yang berhembus pelan menambah kesyahduan suasana pagi hari di MAJT. Usai menunaikan shalat subuh, kami membuat halaqah di depan Masjid dan mendengarkan Tausiyah Rihlah dari Dr. Suidat, Guru Bahasa Jawi kami di Pesantren at-Taqwa, Depok, yang turut serta mendampingi kami melaksanakan Rihlah Sejarah ini. 

Pada semburat cahaya pagi itu, Ustadz Suidat mejelaskan tengng dakwah. Ia mengingatkan bahwa dakwah Islam belum selesai sampai kita diberi gelar almarhum. Karena kita harus bisa menciptakan generasi yang akan mengembangkan agama Islam. Kegiatan rihlah yang tengah kami jalani ini bertujuan melihat kembali peradaban lampau dan peradaban sekarang. Kita melihat perkembangan Islam tahun demi tahun dan sadar bahwa muslim yang baik itu bukan muslim yang melupakan masa lalu. Melainkan muslim yang bangkit dan tetap tegak menatap lurus ke depan karena bisa mengambil pelajaran dari masa lalu itu sendiri.

Usai tausiyah dan sarapan di serambi MAJT kami menuju ke tempat selanjutnya. Kami sampai di tempat tujuan pada pukul 09:26. Kami berkunjung ke Masjid bersejarah, yang juga menjadi salah satu titik penting penyebaran Islam di Nusantara dahulu. Masjid yang berdiri tegak dan kokoh di hadapan kami adalah Masjid Agung Demak. Seperti pagi tadi, kami langsung membuat halaqah dan mendengarkan penjelasan yang kali ini disampaikan oleh Ustadz Ahda, Guru Sejarah Peradaban Islam Indonesia di Pesantren at-Taqwa, Depok. 

Ustadz Ahda menjelaskan sejarah Demak secara singkat dan jelas. Masjid Agung Demak memang berdiri setelah Kerajaan Demak. Tapi, kerajaan Demak itu sendiri tidak akan terbangun jika tidak dikembangkan oleh perkampungan yang didirikan oleh Raden Fatah. Asal usul Raden Fatah dan latar belakang keluarganya juga masih perbedaan pendapat di kalangan sejarawan. Kendati demikian, sudah terbukti bahwa Raden Fatah merupakan murid dari Sunan Ampel.

Raden Fatah menikahi puteri Sunan Ampel dan diberi tanah pamethakan atau pepenah oleh Sunan Ampel itu sendiri. Tanah pametakan awalnya adalah tanah milik pemerintah kerajaan yang diberikan kepada para ahli agama. Raden Fatah menemukan tanah itu di dekat Desa Bintoro karena petunjuk yang diberikan oleh Sunan Ampel. Tanah itu terdapat tumbuhan lebat Gelagah Wangi (alang-alang) yang dekat dengan Désa Bintoro.

Dari tanah pametakan itulah Raden Fatah membuat masyarakat sekitar berkembang. Tanah dan perkampungan itu kemudian diberi nama Demak. Demak artinya hadiah. Pametakan Sunan Ampel berkembang bukan hanya sebatas otoritas keagamaan saja, tapi juga berkembang sebagai kekuatan politik dan kebudayaan. Demak berkembang bukan hanya sebatas masyarakat kota, tetapi juga masyarakat negara di bawah otoritas para ulama.

Setelah Ustadz Ahda menutup penjelasan, kami pergi dari Masjid Agung Demak dan berjalan-jalan menuju Museum Masjid Agung Demak. Cukup banyak peninggalan sejarah yang ada di museum ini. Salah satunya adalah al-Quran yang ditulis tangan pada masa Kerajaan Demak. Di museum kami juga diberi penjelasan oleh Ustadz Ahda mengenai kronologi pendirian Kerajaan Demak yang berhubungan dengan Kerajaan Majapahit yang tengah mengalami kemerosotan. Setelah selesai mengamati Museum, kami keluar dan mengunjungi makam para Raden Fatah yang terletak tak jauh dari sana.

Suasana di pemakaman begitu takzim. Para pengunjung yang berziarah ke makam berlomba-lomba mendoakan para Sunan. Mata mereka begitu menyiratkan kesedihan dan kerinduan. Suara mereka begitu lantang dan bergetar saat melafalkan doa dan shalawat. Bahkan raut mereka pun menyiratkan betapa kagum dan bangganya mereka memiliki raja-ulama hebat yang menyebar luaskan agama Islam. Kami pun juga ikut mendoakan ahli kubur di makam tersebut dan mengingat betapa banyak jasa dan perjuangan mereka dalam penyebaran Islam di Nusantara. Selesai berdoa, kami pergi meninggalkan Demak untuk melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya.

Menapakkan kaki dan mengambil hikmah perjalanan yang berarti menjadi tujuan kami dalam Rihlah ini. Ibroh dari perjuangan para ulama di masa lalu dan masa kini bukanlah perkara yang remeh. Karya dakwah mereka harus terus berlangsung sebagai amal yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat. [Ahd.]

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086