Hikmah di Balik Turunnya Ayat-ayat Pertama dalam Al-Qur’an

Oleh: Muhammad Azmi Balapradana (Santri PRISTAC – Setingkat SMA – Pesantren At-Taqwa Depok, 15 tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Pada Ahad, 26 November 2023 selepas pertemuan kami dengan Kyai Ihya, santri PRISTAC melanjutkan perjalanan menuju tempat kunjungan selanjutnya yang bertempat di Solo. Kami menepi semalam untuk beristirahat di Dusun Jetak, tepatnya di Komplek Masjid Insan Mulia yang salah satunya diasuh oleh Ustadz Dr. Muhammad Isa Anshary. Di sini, kami mendapatkan sambutan yang hangat dari Ustadz Isa.

Setelah shalat Isya, ia menyempatkan menyampaikan sambutannya kepada kami. Ia menceritakan sekilas serba-serbi sejarah Masjid Insan Mulia. Selesai mendengarkan sambutan, kami pun kemudian diberikan waktu untuk beristirahat.

Esok paginya, setelah shalat Subuh kami semua berkumpul di masjid untuk mendengarkan tausiyah pagi dari Ustadz Isa. Pada awal tausiyah, Ustadz Isa menceritakan kisah tentang Nabi Muhammad pada usia yang ke-40. Kala itu, Nabi Muhammad sedang berdiam diri di Gua Hira. Beliau di kejutkan dengan sesosok mahkluk yang bersinar dan besar, yang kita kenal sebagai Malaikat Jibril.

Malaikat Jibril kemudian menyuruh Rasulullah untuk membaca, akan tetapi beliau tidak bisa membaca. Rasulullah pun menjawab “Aku tidak bisa membaca”. Malaikan Jibril kemudian bertanya kembali hingga tiga kali. Rasulullah masih memberikan jawaban yang sama. Hingga akhirnya malaikat Jibril membacakan Qur’an surat Al-Alaq ayat satu sampai lima. Ustadz Isa menerangkan bahwa surat inilah yang akan menjadi awal peradaban bagi umat Islam.

Pada zaman itu banyak orang di Makkah yang tidak bisa membaca dan menulis. Kebanyakan dari mereka lebih mementingkan kemampuan hafalannnya daripada kemampuan menulis dan membaca, sehingga kemampuan tersebut sering diremehkan. Akan tetapi melalui turunnya Surat Al-Alaq itu, kelemahan mereka ditutupi dengan kemampuan membaca dan menulis mereka.

Pada tahun kedua hijriyyah terjadi perang pertama Islam yaitu Perang Badar Qubra. Setelah perang tersebut, Islam mendapat tawanan perang dan Rasulullah memberikan mereka dua opsi. Opsi yang pertama adalah menebusnya dengan harta dan opsi yang kedua adalah menebusnya dengan mengajarkannya baca dan menulis.

Dari kisah tersebut penulis buku berjudul Dakwah dan Pemikiran Wali Songo ini berkesimpulan bahwa membaca dan menulis merupakan hal yang sangat bernilai hingga bisa menjadi opsi kebebasan tawanan Perang Badar hingga pada masa inilah keilmuan membaca dan menulis mulai dibutuhkan dan tidak lagi dianggap remeh.

Ustadz Isa juga berkesimpulan bahwa menulis dan membaca itu memiliki peran penting bagi suatu peradaban seperti contohnya kota Makkah tersebut. Ustadz Isa juga menekankan pentingnya membaca untuk menyebarkan gagasan melalui karya tulisan. Sebab, tidak mungkin seseorang bisa menulis bila ia malas membaca. (Editor: Reisya)

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086