Dari Sultan al-Fatih hingga M. Natsir, Santri PRISTAC Ingatkan Urgensi Sejarah dan Keteladanan Tokoh di Hidayatullah Depok

Oleh: Bimo Gumilang Wicaksana (Santri PRISTAC—Tingkat SMA—Pesantren at-Taqwa Depok, 17 tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Kamis pagi, 1 Juni 2023, tiga santri PRISTAC, Pesantren at-Taqwa Depok, kembali melaksanakan penyajian makalahnya. Kali ini presentasi makalah dilaksanakan di Pesantren Hidayatullah Depok. Pemakalah yang tampil kali ini adalah Alwan Muhammad Zaydan dengan judul makalah “Pemikiran dan Pengamalan Tasawuf M. Natsir”, Zaydan Ilmi Taqiyuddin dengan makalah berjudul “Perjuangan Muhammad al-Fatih dalam Pendidikan”, dan Faros Halim dengan makalahnya “Perjuangan Para Ulama dalam Menghadapi Sekularisasi Pendidikan Snouck Hurgronje”.

Pagi itu, tepatnya pukul 07.45 WIB, rombongan santri dan guru pendamping, termasuk penulis sendiri, disambut hangat oleh Ustadz Irfan Hakim selaku Wakaur Kemuridan Sekolah Pemimpin (setingkat SMA) Pesantren Hidayatullah Depok. Ia juga yang mendampingi santri dan guru at-Taqwa selama pelaksanaan presentasi. Kehadiran kami juga disambut dengan kehadiran para murid Sekolah Pemimpin Hidayatullah yang cukup antusias. Selama penyajian makalah, mereka memperhatikan paparan para pemakalah.

Pada sambutannya, Ustadz Irfan Fauzi mengapresiasi kehadiran kami dengan menyampaikan kalimat terimakasih dan wejangan untuk para murid agar mengikuti acara dengan hikmat dan seksama. Tak berlangsung lama, sambutan kedua dari pihak kami diwakilkan oleh Dr. Suidat (Sekertaris Jendral Pondok Pesantren at-Taqwa Depok). Dalam sambutannya, Dr. Suidat memperkenalkan para santri dan guru yang hadir di Hidayatullah Depok. Ia juga mengucapkan terima kasih yang mendalam atas sambutan yang hangat dari Hidayatullah Depok.

Pada acara berikutnya, M. Hilmi Aminuddin, selaku moderator dari at-Taqwa, mengantarkan acara pada tahap penampilan para pemakalah. Pemakalah pertama adalah Alwan Muhammad Zaydan dengan makalahnya Tasawuf M. Natsir. Alwan menyampaikan sebuah gagasan, bahwasannya seyogyanya Tasawuf adalah pegangan para pemuda (terkhusus pemuda Islam) dalam menampilkan nilai-nilai estetika dan etika Islam dalam berkehidupan. Tasawuf, menurut Alwan, adalah juga merupakan obat hati daripada kegundah dan gersangan bathin.

Telah lumrah diketahui bahwa M. Natsir merupakan politisi Islam yang jempolan. Namun tidak banyak yang mengetahui bahwasannya M. Natsir juga merupakan tokoh sufi (penerap ajaran-ajaran Tasawuf). Hal demikian berhasil dibuktikan oleh Alwan dari sejarah kehhidupannya yang penuh dengan kesederhanaan dan keberanian. Sebagai contoh sederhana, di masa mudanya, ia telah menerapkan gaya hidup zuhud, qona’ah, sabar, dan syukur. Ia juga mengrkitik orang-orang yang terjerat pemikiran materialism. Tak hanya itu, ia pun kerap menulis dan merumuskan pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh tasawuf seperti Imam al-Ghazali, Ibn Tufail, dan sebagainya.

Pemakalah pertama menutup presentasinya dengan kesimpulan dan disambut dengan tepuk tangan para hadirin. Pemakalah kedua, yaitu Zaydan Ilmi Taqiyuddin menyajikan makalahnya yang berjudul “Perjuangan Muhammad al-Fatih dalam Pendidikan”. Pemakalah kedua ini membuat para hadirin terpukau dengan fakta sejarah yang jarang orang-orang ulik sebelumnya.

Muhammad Al-Fatih telah masyhur namanya berkat pedang penaklukan Konstantinopel dan stategi perangnya. Namun tak banyak yang meniliknya dari sisi pendidikan Al-Fatih adalah produk pendidikan terbaik, sekaligus tokoh penggerak pendidikan di zamannya. Zaydan memaparkan dengan mengkelompokkan tiga gerakan pendidikan al-Fatih: Pertama, pendidikan untuk masyarakat yang direalisasikan dengan pendirian institusi pendidikan di dalam masjid, menghormati ahli ilmu (ulama), dan mendidik aspek rohani masyarakat, sebagaimana Islam yang memandang manusia tak hanya dari sisi fisiknya saja. Kedua, pendidikan untuk pasukan yang terealisasikan dengan upaya pendidikan fisik juga rohani pasukan. Kemudian memilih pasukan yang memiliki kualitas intelektual yang memadai agar senantiasa menimbang syari’at dalam keadaan apapun, sekalipun terdesak. Pendidikan inilah salah satu kunci utama dalam keberhasilan pasukan al-Fatih dalam menaklukan Konstantinopel. Ketiga, pendidikan untuk umat non-muslim dengan memberikan kebebasan dalam menunaikan ibadah mereka, juga tidak menyerang mereka yang tidak melakukan pemberontakkan.

Pemakalah kedua pun tak kalah serunya mendapatkan apresiasi dari para hadirin. Pemakalah ketiga menyambung rangkaian acara setelah sedikit pengantar dari moderator. Dialah Farros Halim dengan makalah yang berjudul “Perjuangan Ulama dalam Menghadapi Sekularisasi Pendidikan Snouck Hurgronje”.

Dalam presentasinya, Farros memperkenalkan salah satu orientalis yang telah masyhur Namanya. Sebagaimana yang telah diketahui, bahwasannya orientalis melakukan upaya mengenal dan mengetahui dunia Timur. Islam kemudian diposisikan dalam kerangka ini. Para orientalis yang mengkhususkan kajiannya tentang Islam menggali pengetahuan ajaran-ajaran Islam. Tapi dengan pengetahuan itu, terjadi banyak kekeliruan. Bukannya mengetahui untuk mengenal Islam lebih dalam dan membangun khazanah ke-Islam-an, mereka justru menimbulkan kebingungan ilmu yang segera tersebar di kalangan umat Islam sendiri. Perilaku itulah yang juga diaplikasikan oleh Snouck Hurgronje, terkhusus dalam dunia pendidikan.

Dalam upayanya melakukan sekularisasi pendidikan, Snouck menyarankan mendirikan asosiasi dalam pendidikan, salah satunya dengan mendirikan sekolah-sekolah Barat. Upayanya dalam melakukan sekularisasi pendidikan ini didorong dengan pengetahuan mendalam Snouck atas sejarah dan sosiologi masyarakat Islam di Indonesia yang sering merepotkan kaum kolonial Belanda. Untuk “menjinakkan” umat Islam itulah, Snouck perlu untuk melakukan sekularisasi terhadap umat Islam, sehingga tidak lagi menakutkan bagi Belanda.

Pemikiran Snouck dan kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda banyak menuai respon dari para ulama. Sebagaimana yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan. Ia mendirikan organisasi dan institusi pendidikannya dengan mengolerasikan konsep utama pendidikan Islam dengan konsep fasilitas yang biasa disanggupi oleh institusi pendidikan Barat. Sebagaimana pula yang dilakukan oleh KH Hasyim Asy’ari dalam upaya mendidik para santrinya untuk mengukuhkan pondasi keimanan yang nantinya dapat “menjinakkan” kedudukan pendidikan sekuler. Misalnya, dalam soal ordonansi guru.

Belum selesai di situ, moderator menyediakan sesi tanya-jawab yang menuai tiga pertanyaan dari dua murid. Pertanyaan tentang upaya mengenalkan tasawuf, bagaimana menerapkan zuhud di dunia modern, dan apa itu orientalis dengan baik dijawab oleh pemakalah.

Ketiga pemakalah berhasil menjelaskan makalah dan jawabannya atas berbagai pertanyaan dengan baik. Berkat bantuan dan kehendak Allah, acara berjalan dengan lancar dan berakhir pada pukul 10.00 WIB tepat. Dr. Suidat menyampaikan epilognya. Ia kembali menekankan tujuan utama dari kehadiran kami yaitu untuk menghubung tali silaturahmi keilmuan dan pendidikan antar pondok pesantren yang sebenarnya memiliki misi dan visi yang sama, yaitu menghasilkan Muslim yang baik.

Demikianlah liputan ini ditulis. Tujuannya adalah untuk menggambarkan situasi event kami pada hari ini. Lebih umumnya penulis berharap pembaca dapat menuai banyak maslahat di dalamnya, termasuk pentingnya kita menyampaikan syi’ar-syi’ar keilmuan dan adab Islam yang kini betul-betul dibutuhkan untuk tegaknya Peradaban Islam. Melalui sejarah dan keteladanan tokoh-tokoh Muslim sebagaimana yang dipaparkan oleh para pemakalah, kita dapat mengambil ibroh yang berharga. Wallahu ta’ala a’lam. (Ahd./dok.: Vaisal)

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086