­­Tingkatkan Literasi Supaya Dakwah Islam Tetap Hiasi Negeri

Oleh: Nishrina Ghatsani Fathurrahman & Farras Zahy Putra Satriawan (Santri SMA Pesantren At-Taqwa Depok, 16 Tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Sebelum zaman android dan IPhone, Nokia adalah merek handphone sejuta umat. Setidaknya sampai datang Blackberry, yang kemudian mengalami nasib yang sama: digilas Apple. Begitulah nasib umat sekarang, kata Novelis Muslim Indonesia terkemuka, Dr. Habiburrahman El-Shirazy.

“Mirip-miriplah dengan keadaan umat Islam sekarang ini, yang dulunya berada di atas roda peradaban, tapi kini tidak sedikit yang rela membiarkannya dirinya menjadi ekor,” tuturnya ketika memberi materi di pondok Pesantren At-Taqwa Depok (23/12/25).

Berawal dari kurangnya literasi dan buruknya minat baca, katanya, orang Islam Indonesia menjadi kurang inisiatif dan kreatif dalam menyampaikan ide-ide sebagai upaya dakwah. Bahkan untuk “kontennya” pun, mereka kebingungan. 

“Mereka Tidak tahu apa yang harus diberikan dan bagaimana cara untuk memberikannya dengan cara yang tepat dan menarik,” tutur Novelis yang akrab disapa Kang Abik itu. 

Kang Abik mengingatkan, jangan sampai kita kalah dari seekor burung. Burung Hud-hud yang berani melontarkan pendapatnya kepada Nabi Sulaiman. Yang dari inisiatif ini, lahirlah satu kalimat yang mengantarkan Negeri Saba kepada keimanan. 

“Yakni lewat sebuah perkataan yang tersusun, yaitu Bayan. Innahu min Sulaimaana, Wa Innahu Bismillahirrahmanirrahim,” jelasnya. 

Atau seperti Nabi Ya`kub yang menyuruh putra-putranya untuk berpencar ketika masuk Negeri Mesir melalui pintu yang berbeda-beda untuk mencari pangan. Hikmahnya, jika salah satu dari mereka gagal masuk, masih ada sebagian lainnya, sehingga mereka bisa mendapatkan apa yang mereka cari di Mesir.
 
“Begitu seharusnya dalam berdakwah. Karena dakwah itu tidak saklek, tidak terbatas hanya pada pengajian, tabligh akbar, kutbah Jum`at yang disampaikan di mimbar. Tapi bisa lewat media-media lain,” jelasnya.  

Umat Islam bisa memakai jalur sastra macam Kang Abik. Atau lewat perantara lain, seperti berbagai platform media sosial yang digandrungi oleh berbagai angkatan masyarakat Indonesia: Facebook, Instagram, Tik Tok, dll.

Karena pilihannya hanya ada dua: kita pribadi yang punya ide untuk disampaikan kepada orang lain, atau justru kita yang terpaksa mengikut ide lain. Hal ini berlaku baik dalam urusan kecil ataupun besar.

“Jangan sampai kita menjadi korban ide orang lain,” tegasnya lagi.   

Bisa diumpamakan, ide adalah kapal, yang keselamatan kita di lautan bergantung pada bertahannya lajunya di tengah arus deras perairan. Adapun `kata-kata`, adalah kemudinya. Sedangkan kita sendiri adalah nahkodanya. 

“Pada akhirnya, nasib kita akan berawal dari pilihan kita sendiri. Entah menumpang `kapal` ide orang lain, atau menjadi nahkoda di kapal milik sendiri,” tutur penulis novel best seller Ayat-Ayat Cinta, Bumi Cinta, dan Api Tauhid itu

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086