Beda dari yang Lain! Profesor Pemikiran Islam Ini Ungkap Rahasia di Balik Kisah Nabi Adam dan Iblis
Oleh: Furaiqa Az Zahra (Santri SMA At-Taqwa Depok, 17 tahun)
Artikel Ilmiah
Liputan Kegiatan
Kisah Nabi Adam dan iblis kiranya telah sering kita dengar. Namun penjabaran dari Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud pada Special Lecture (Selasa, 11 November 2025) di Balai Jawi, Selangor, Malaysia, telah memberikan insight baru terkait hakikat manusia.
Murid setia Prof. Al-Attas tersebut mengatakan, episode Nabi Adam dan iblis menunjukkan hakikat insan yang tunggal, yaitu ilmu. Berangkat dari ilmu tersebut manusia dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah dan hamba Allah. Oleh karena itu, “Ilmu adalah sebagian dari hakikat manusia paling penting.” Ucap beliau.
Pendiri CASIS-UTM itu melanjutkan, kisah Nabi Adam juga menampilkan sifat lain manusia yang jarang disebut, yaitu pelupa. Manusia sering lupa dengan peran, tugas dan ilmunya sehingga menjerumuskan pada kesalahan. Tapi manusia juga memiliki sifat menyesal dari kesalahan yang dibuatnya, seabgaimana nabi Adam yang meminta ampun pada Allah. Sikap tersebut menandakan terjaganya sifat ilmu dalam diri manusia, dan inilah yang membedakan antara manusia dan Iblis.
“Mereka yang hari ini justru bangga dengan kesalahannya, bukan malah menyesal, seperti halnya IDF saat membantai warga Gaza, maka sejatinya mewarisi sifat Iblis, bukan nabi Adam!” ujar beliau
Pelopor Kerusakan Ilmu
Kisah Nabi Adam juga menunjukkan sosok iblis sebagai musuh abadi manusia. Setiap Nabi diutus untuk menyampaikan ilmu yang senantiasa sama makna dan tujuannya namun sedikit berbeda ruang lingkupnya sesuai zaman. Penyampaian ilmu tersebut senantiasa dirusak oleh iblis.
Prof. Wan mengatakan, “Iblis dan tentaranya akan senantiasa menjadi musuh bagi Adam dan keturunannya, mula-mula dengan merusak ilmu.” Beliau juga menambahkan, “Tujuan merusakkan ilmu adalah agenda iblis sejak dahulu.” Berangkat dari sana, beliau memberikan statement bahwa peperangan tentang ilmu ini sudah terjadi sejak dulu hingga akhir zaman nanti.
Iblis merusak ilmu dengan menyusupkan narasi yang keliru. Nabi Adam dibuat lupa akan tujuan asal penciptaannya: untuk menjadi khalifah di muka bumi. Godaan Iblis bukan sekadar ajakan untuk mendekati pohon terlarang, tetapi serangan terhadap cara berpikir — terhadap ilmu itu sendiri.
Iblis menjawab pertanyaan dalam benak Nabi Adam tentang alasan Allah melarang mendekati pohon tersebut. Di situlah ia menyelipkan zukhruf al-qawl, ucapan yang dihias dengan keindahan dan logika semu namun menipu, bahwa buah dari pohon itu akan membuat Adam kekal di surga. Maka di titik itulah Iblis berhasil memutar makna, membuat kebenaran tampak seperti kebaikan, dan menyesatkan manusia dari tujuan hakikinya
Oleh karena itu, Prof. Wan menekankan pentingnya untuk mendalami ilmu yang benar. Kerusakan ilmu tidak boleh diringankan karena dia merupakan sifat manusia itu sendiri. Ketika ilmu rusak, baik dalam pendefinisian, tujuan, batasan, dan metode, akan rusak segala hal, termasuk diri manusia.
Pendalaman ilmu tersebut disertai dengan adab dan pengamalan yang tercermin dalam akhlak. Melalui akhlak, terpancar kemuliaan agama Islam tanpa perlu berkata-kata dalan lisan ataupun tulisan. Prof. Wan menambahkan pada sesi diskusi, “Bukan beradab sebelum ilmu saja, tetapi adab sebelum, ketika, dan sesudah berilmu. Sebab tidak beradab bukan karena tidak punya ilmu saja, ada pula orang berilmu yang tidak beradab karena ilmunya keliru.”
Pada akhir sesi, Dr. Nirwan Syafrin turut menyimpulkan, “Jangan pernah berhenti mencari ilmu. Karena kualitas manusia tergantung pada ilmunya.” Salah satunya dengan banyak membaca dan berpikir. Dalam mencarinya pun perlu tujuan yang benar, yang bersesuaian dengan Islam agar tidak terjadi endless seeking of knowledge (pencarian yang tidak ada habisnya). Menuntut ilmu juga perlu ketawadhuan dan waktu yang lama. Wallahualam bisshawab.