Umayyah di Panggung Sejarah: Ekspansi, Inovasi, Inspirasi
Oleh: Oruzgan Abdul Azis (Santri SMA Pesantren At-Taqwa Depok, 16 tahun)
Artikel Ilmiah
Liputan Kegiatan

Dr. Alwi Alatas, dalam kuliah Sejarah Peradaban Islam, menyampaikan bahwa kekhalifahan Islam pada masanya menjadi sebuah peradaban yang maju dan besar— meskipun tidak berjalan semulus pemerintahan Nabi dan Khulafaur Rasyidin. Baik kekhalifahan Umayyah maupun Abbasiyah memiliki capaian-capaian penting dalam sejarah peradaban Islam.
Salah satunya ialah ekspansi wilayah yang mencangkup setengah dari Afrika Utara, semenanjung Liberia hingga Perancis kawasan Selatan. Dari pembebasan tersebut, muncul ketertarikan di antara masyarakat lokal hingga akhirnya sebagian mereka tertarik memeluk Islam. Hal ini terjadi pula di negeri-negeri seperti Samarkand, Afghanistan, Turkmenistan, dan lainnya.
Di lain masa, Daulah Muawwiyyah mengirim pasukan untuk menyerang Byzantium pada 44 H/664 M di bawah pimpinan Abdurrahman bin Khalid bin Walid. Pada tahun-tahun berikutnya, berlaku kembali ketegangan di perbatasan dengan Byzantium yang melibatkan jalur laut.
Bani Umayyah tercatat melakukan upaya ekspansi kala ia berdiri. Antara lain pada 49 H/669 M, Bani Umayyah melakukan serangan terhadap Konstantinopel yang dipimpin oleh Yazid bin Muawwiyyah dan disertai oleh Ibn Abbas, Ibn Umar, Ibn Zubair, dan Abu Ayyub Al-Anshari, sahabat anshar yang rumahnya disinggahi oleh Rasulullah sebelum Masjid Nabawi dibangun. Pada 53 H/673 M pulau Rhodes jatuh ke tangan kaum Muslimin di bawah pimpinan Junadah bin Abi Umayyah.
Pada masa Bani Umayyah juga dilakukan futuhat Ifriqiya, yakni membuka wilayah Afrika sampai atlantik oleh Uqbah bin Nafi (622-683). Sekembalinya dari futuhat tersebut, terjadi peperangan di Tunisia yang menyebabkan pasukan muslim kalah dan Uqbah bin Nafi terbunuh. Hal yang sama juga dilakukan di Andalusia. Hanya saja angkatan laut pasukan muslim kala itu belumlah kuat. Kemudian Muawwiyyah mengembangkan galangan kapal (dar al-Sina’ah) dan angkatan laut di Acre. Sebelumnya juga dibangun hal yang sama di Alexandria.
Luasnya wilayah menyebabkan kaum Muslimin kesulitan dalam menyampaikan suatu pesan. Sehingga pada era Abdul Malik, system pos (al-Barid) yang telah dimuai di era Muawwiyyah dikembangkan lebih sistematis hingga menjangkau wilayah islam yang jauh.
Menariknya, kata Dr. Alwi, ketika masyarakat Eropa kala itu masih mengirim pesan menggunakan seorang utusan penyampai pesan. Umat Islam sudah mendapatkan inovasi baru yakni menggunakan merpati sebagai penyampai pesannya sehingga lebih mempermudah dalam mengirim informasi.
Kemudian juga pada 76 H/695 M, Abdul Malik melakukan reformasi moneter dengan mencetak dinar dan dirham. Karena pada era-era sebelumnya umat Muslim masih menggunakan mata uang dari peradaban lain.
Meskipun secara umum mata uang dinar dan dirham mirip dengan dinar Byzantium dan Persia baik secara bentuk, ukuran, dan penampilan umumnya. Tetapi mata uang kaum Muslimin itu tidak menggunakan gambar makhluk hidup, dan sebaliknya menggunakan teks arab yang berukirkan syahadatain.
Dari segi arsitektur, pembangunan Masjid Umawi oleh Umar bin Khatthab di Damaskus telah terbilang maju. Lembaga Pendidikan banyak dibangun dalam bentuk Kuttab yang memuat segala disiplin ilmu. Tradisi keilmuan tumbuh subur pada masa kejayaan Islam. Ilmu, diposisikan dengan kedudukan yang tinggi bahkan paling utama pada masa tersebut.
Di era Al-Walid bin Abdul Malik, telah dibangun Leprosarium untuk mengobati orang-orang penderita Lepra, dan juga bantuan bagi orang-orang yang buta. Jauh meninggalkan pengobatan Barat yang masih berlandas mistik.
Kejayaan maupun kemajuan Peradaban Islam tidak bisa dilepaskan dari ruh keilmuan sebagai dasarnya. Dengan cahaya iman, masyarakat yang bertaqwa, serta tradisi keilmuan yang mengakar, menjadikan Peradaban Islam kian tinggi dan menerangi dunia.
(Tulisan ini merupakan Catatan Mata Kuliah “Sejarah Peradaban Islam“ di At-Taqwa College Pesantren At-Taqwa Depok bersama Dr. Alwi Alatas, Dosen International Islamic University of Malaysia)
Salah satunya ialah ekspansi wilayah yang mencangkup setengah dari Afrika Utara, semenanjung Liberia hingga Perancis kawasan Selatan. Dari pembebasan tersebut, muncul ketertarikan di antara masyarakat lokal hingga akhirnya sebagian mereka tertarik memeluk Islam. Hal ini terjadi pula di negeri-negeri seperti Samarkand, Afghanistan, Turkmenistan, dan lainnya.
Di lain masa, Daulah Muawwiyyah mengirim pasukan untuk menyerang Byzantium pada 44 H/664 M di bawah pimpinan Abdurrahman bin Khalid bin Walid. Pada tahun-tahun berikutnya, berlaku kembali ketegangan di perbatasan dengan Byzantium yang melibatkan jalur laut.
Bani Umayyah tercatat melakukan upaya ekspansi kala ia berdiri. Antara lain pada 49 H/669 M, Bani Umayyah melakukan serangan terhadap Konstantinopel yang dipimpin oleh Yazid bin Muawwiyyah dan disertai oleh Ibn Abbas, Ibn Umar, Ibn Zubair, dan Abu Ayyub Al-Anshari, sahabat anshar yang rumahnya disinggahi oleh Rasulullah sebelum Masjid Nabawi dibangun. Pada 53 H/673 M pulau Rhodes jatuh ke tangan kaum Muslimin di bawah pimpinan Junadah bin Abi Umayyah.
Pada masa Bani Umayyah juga dilakukan futuhat Ifriqiya, yakni membuka wilayah Afrika sampai atlantik oleh Uqbah bin Nafi (622-683). Sekembalinya dari futuhat tersebut, terjadi peperangan di Tunisia yang menyebabkan pasukan muslim kalah dan Uqbah bin Nafi terbunuh. Hal yang sama juga dilakukan di Andalusia. Hanya saja angkatan laut pasukan muslim kala itu belumlah kuat. Kemudian Muawwiyyah mengembangkan galangan kapal (dar al-Sina’ah) dan angkatan laut di Acre. Sebelumnya juga dibangun hal yang sama di Alexandria.
Luasnya wilayah menyebabkan kaum Muslimin kesulitan dalam menyampaikan suatu pesan. Sehingga pada era Abdul Malik, system pos (al-Barid) yang telah dimuai di era Muawwiyyah dikembangkan lebih sistematis hingga menjangkau wilayah islam yang jauh.
Menariknya, kata Dr. Alwi, ketika masyarakat Eropa kala itu masih mengirim pesan menggunakan seorang utusan penyampai pesan. Umat Islam sudah mendapatkan inovasi baru yakni menggunakan merpati sebagai penyampai pesannya sehingga lebih mempermudah dalam mengirim informasi.
Kemudian juga pada 76 H/695 M, Abdul Malik melakukan reformasi moneter dengan mencetak dinar dan dirham. Karena pada era-era sebelumnya umat Muslim masih menggunakan mata uang dari peradaban lain.
Meskipun secara umum mata uang dinar dan dirham mirip dengan dinar Byzantium dan Persia baik secara bentuk, ukuran, dan penampilan umumnya. Tetapi mata uang kaum Muslimin itu tidak menggunakan gambar makhluk hidup, dan sebaliknya menggunakan teks arab yang berukirkan syahadatain.
Dari segi arsitektur, pembangunan Masjid Umawi oleh Umar bin Khatthab di Damaskus telah terbilang maju. Lembaga Pendidikan banyak dibangun dalam bentuk Kuttab yang memuat segala disiplin ilmu. Tradisi keilmuan tumbuh subur pada masa kejayaan Islam. Ilmu, diposisikan dengan kedudukan yang tinggi bahkan paling utama pada masa tersebut.
Di era Al-Walid bin Abdul Malik, telah dibangun Leprosarium untuk mengobati orang-orang penderita Lepra, dan juga bantuan bagi orang-orang yang buta. Jauh meninggalkan pengobatan Barat yang masih berlandas mistik.
Kejayaan maupun kemajuan Peradaban Islam tidak bisa dilepaskan dari ruh keilmuan sebagai dasarnya. Dengan cahaya iman, masyarakat yang bertaqwa, serta tradisi keilmuan yang mengakar, menjadikan Peradaban Islam kian tinggi dan menerangi dunia.
(Tulisan ini merupakan Catatan Mata Kuliah “Sejarah Peradaban Islam“ di At-Taqwa College Pesantren At-Taqwa Depok bersama Dr. Alwi Alatas, Dosen International Islamic University of Malaysia)