Memahami Tradisi Pendidikan Islam: Taliim, Tazhiim, Khidmah dan Mahabbah.
Oleh: Dr. Muhammad Ardiansyah (Mudir Pesantren At-Taqwa Depok)
Artikel Ilmiah
Liputan Kegiatan

Bagi yang pernah ngaji kitab Taliim al-Mutaalliim, pasti akan jumpa dengan kata-kata yang dinisbahkan kepada Sayyidina Ali Radhiyallahu anhu :
“Ana abdun man allamani harfan waahidan, in syaa-a baa-a, wa in syaa-a a-taqa, wa in syaa-a istaraqa.”
Terjemahan bebasnya
Aku adalah hamba dari orang yang mengajarkanku satu huruf. Terserah orang itu, dia mau menjualku, membebaskanku atau menjadikanku sebagai budaknya.
Terkait kata-kata ini, Guru kami di Betawi menjelaskan dan mengingatkan kami. Kata-kata ini jangan dijadikan dalil untuk memperbudak murid. Kenapa?
- Ucapan ini dinisbahkan kepada Sayyidina Ali Radhiyallahu anhu, Bukan Sabda Nabi Muhammad SAW. Guru Sayyidina Ali adalah Nabi Muhammad SAW. Jadi ini bentuk ketawadhuan murid kepada gurunya. Jangan berubah jadi bentuk kesombongan guru kepada muridnya.
- Nabi Muhammad SAW adalah Kota Ilmu (Madinatul Ilmi). Sedangkan Sayyidina Ali Radhiyallahu anhu dikenal sebagai Gerbang Ilmu (Babul Ilmi). Jadi beliau mengucapkan ini setelah mencapai ilmu yang sangat tinggi dan diakui oleh Nabi Muhammad SAW.
- Sekarang, apakah murid kita sudah punya ilmu seperti ilmu Sayyidina Ali Radhiyallahu anhu? Apakah kita juga sudah menjadi guru sebagaimana Nabi Muhammad SAW? Saya yakin kita tahu jawabannya.
- Fakta sejarah, Nabi Muhammad SAW tidak pernah memperbudak Sayyidina Ali Radhiyallahu anhu. Adapun khidmah Sayyidina Ali Radhiyallahu anhu kepada Nabi Muhammad SAW, atau para sahabat lainnya, itu bukan karena diperbudak, tapi murni berdasarkan cinta.
Qultu:
Guru yang benar ilmunya, sangat memahami maksud dari kata-kata ini, dan sangat menyayangi muridnya. Tidak akan merasa tinggi hati, dan tidak akan memperbudak muridnya.
Alhamdulillah, Guru-guru kami di Betawi tidak pernah memperbudak murid-muridnya. Saya yakin para ulama yang shaleh juga sangat menyayangi murid-muridnya. Tidak mempraktikkan feodalisme, apalagi memperlakukan muridnya seperti budak.
Ketika ada pengamalan yang salah, mungkin itu karena salah faham dari sebagian orang. Jadi, silakan diingatkan kesalahan tersebut kepada yang salah itu, dan jangan digeneralisir kepada ulama lain yang shaleh. Ibarat rumah yang bocor, cukup perbaiki gentengnya atau bagian yang bocor. Jangan malah merobohkan rumahnya. Lalu orang yang salah itu hendaknya memperbaiki diri, bukan membela diri.
Shuhbah, khidmah dan berkah itu nyata adanya. Bagi yang faham dan mengamalkan ilmu dengan benar in Syaa-a Allah akan merasakannya. Bagi yang belum faham sebaiknya bertanya kepada ahlinya dan belajar dengan benar. Jangan sembarangan menilai, apalagi berbicara.
Wallahu alam bi ash-shawab