Spektakuler! Dalam Enam Tahun Santri-Santri At-Taqwa Depok Hasilkan 300 Artikel, 159 Makalah Ilmiah, 70 Skripsi

Oleh: Fatih Madini (Guru Pesantren At-Taqwa Depok)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
...

Meskipun terbilang pesantren kecil (200 santri tingkat SMP-SMA), Pesantren At-Taqwa Depok telah dikenal dengan ketinggian budaya literasi, khususnya dalam hal membaca dan menulis. Para santrinya telah melahirkan ratusan karya ilmiah yang dipresentasikan di berbagai sekolah, pesantren, dan kampus di Indonesia dan Malaysia.

Pesantren At-Taqwa Depok menetapkan “book discuss” dan “menulis ilmiah” sebagai salah satu materi wajib bagi para santri sejak kelas 1 SMP. Di luar itu, para santri juga dibiasakan menulis melalui sistem penugasan. Mulai dari menulis acara-acara pondok, rangkuman pelajaran di kelas, rangkuman kajian dan seminar di dalam maupun luar pondok, sampai laporan perjalanan rihlah ilmiah.

Mereka juga diberi wadah untuk mengirimkan tulisannya di Web At-Taqwa (attaqqwa.id) dan Facebook-nya (Artikel Santri At-Taqwa). Sejak tahun 2022 sampai 2025, sudah ada sekitar 300 artikel yang diunggah di media sosial milik pondok.

At-Taqwa juga menetapkan penulisan “makalah ilmiah” di tingkat PRISTAC (SMA kelas 1) sebagai syarat wajib kenaikan tingkat. Sudah 7 tahun At-Taqwa konsisten menjalankannya. Sejak tahun 2019 sampai 2025, ada 159 makalah ilmiah yang ditulis oleh santri-santri SMA itu. Para santri pun wajib mempresentasikan makalah itu di hadapan guru, santri, orang tua, dan murid-murid di lembaga pendidikan lain.

Untuk tingkat At-Taqwa College atau ATCO (SMA kelas 3), At-Taqwa mewajibkan penulisan “skripsi” sebagai syarat kelulusan. Sudah 5 tahun At-Taqwa konsisten melakukannya. Sejak tahun 2021 sampai 2025, ada 70 skripsi yang ditulis oleh para santri SMA itu.

Budaya menulis ini juga dimaksimalkan kala santri memasuki bulan suci Ramadhan. Selama 19 hari mengisi Ramadhan dengan belajar di pondok, santri-santri At-Taqwa bisa menulis buku. Buku itu adalah tulisan gabungan mereka dari rangkuman pembelajaran tersebut. Tahun 2024 (1445 H), para santri angkatan ke-6 melahirkan buku yang berisi 65 artikel dengan judul “Ramadhan Puncak Pendidikan”. Tahun 2025 (1446 H), giliran Angkatan ke-7 yang melahirkan buku sejenis, berisi 82 artikel dengan judul “Parade Intelektual Ramadhan”.
  
Pembina At-Taqwa Dr. Adian Husaini sangat yakin bahwa bukan hal aneh dan memang sudah selayaknya anak-anak SMP-SMA dibiasakan menulis. Bukan hal yang tidak wajar bagi anak SMA khususnya untuk diajak memikirkan ide-ide, konsep-konsep, gagasan-gagasan besar, sebagai langkah awal bagi mereka untuk peduli dan peka terhadap problematika umat, sembari dituntun mencari solusinya.

Ketika menjalani pendidikan SMA Belanda (AMS), Pahlawan Nasional Mohammad Natsir mengatakan kalau budaya literasi dan ketrampilan (skill) komunikasi adalah hal sangat ditekankan kepada para siswa. Kata Pak Natsir: “Kita melihat pada sistem pendidikan Belanda. Ketika masih di bangku sekolah yang sederajat SMA sekarang, pendidikan yang berlangsung di dalam kelas diarahkan kepada membangkitkan pemikiran dan insiatif. Penilaian kepintaran tidak (fokus) pada konten (angka)-nya, tapi kemampuan si murid berbicara di depan kelas mempertahankan pendapatnya. Dalam membiasakan menulis, si murid ditugaskan guru untuk menulis paper, atau menuangkan hasil-hasil diskusi sesama teman, baru didiskusikan bersama di dalam kelas”.

Bagi Dr. Adian, anak SMA sudah dewasa. Maka pendidikannya mesti mendewasakan. Membaca, berpikir kritis, dan merangkai ide lewat tulisan, adalah beberapa hal di antara skill terpenting orang dewasa di era disrupsi ini. Mereka mesti menjadi pribadi yang mandiri, khususnya mandiri pikirannya: tahu tantangan terpelik (tantangan ilmu) dan paham tujuan hidup terpenting (berjuang demi agama dan bangsanya).

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi sekaligus lulusan kampus Harvard University, Prof. Stella Christie, dalam acara talk show “Kick Andy Show” pada 5 Januari 2025 lalu, menceritakan bahwa di Harvard, semua mahasiswa, apa pun jurusannya, wajib mengikuti kelas menulis:
“Apa pentingnya menulis? Menulis itu adalah berpikir. Tulisan yang tidak bagus itu adalah yang tidak ada strukturnya, ke mana-mana, kalimat pertama dan kalimat kedua tidak ada sambungannya. Tulisan semacam ini menunjukkan pikiran yang tidak teratur. Ia tidak bisa mengkomunikasikan pikiran yang ada di dalam otaknya. Itulah mengapa menulis itu begitu penting, karena menulis itu adalah tuangan dari pikiran. Kalau pikirannya semrawut, tulisannya pun semrawut. Kalau pikirannya teratur, tulisannya pun teratur. Kalau bisa menulis dengan baik, ia akan mampu mempresentasikan dengan baik, berkomunikasi dengan baik, dan bisa berpikir dengan baik.”
 
Itulah mengapa sejak dahulu Imam Syafii sudah menegaskan kepada para penuntut ilmu untuk rajin menulis. Melalui gubahan syairnya, Imam Syafii mengatakan: “Ilmu itu buruan, tulisan adalah pengikatnya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Di antara ciri orang dungu adalah yang memburu rusa namun tidak segera diikat, ditinggalkan begitu saja di tengah keramaian.”

Usai tampak hasilnya dalam wujud sebuah karya, karya itu bisa menjadi sarana dakwah atau amar ma’ruf nahi munkar mereka yang sangat efektif kepada khalayak ramai. “Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus ribuan bahkan jutaan kepala,“ ujar Sayyid Quthb. Pendiri Gontor Imam Zarkasyi  mengatakan, “Sampai kapan pun saya akan tetap menulis. Seandainya sudah tidak ada lagi santri yang hendak belajar, saya akan tetap mengajar dunia dengan pena.”

Dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 17, 18 dan 19, Luqman mengingatkan anaknya supaya tingginya semangat dan upaya perjuangan, harus dihiasi dengan kesabaran, kerendahan hati, dan kebijaksanaan dalam bertindak dan bertutur kata. Dengan begitu, dakwah dapat memberi kesan baik, sekalipun dalam bentuk larangan.

Jika kita renungkan kembali, supaya bisa bijak dan efektif dalam berjuang, kini, setiap anak Muslim perlu belajar ilmu komunikasi, tidak hanya lisan tapi juga tulisan. Ia mesti belajar membuat karangan yang disukai khalayak ramai, “yang berguna isinya, enak dibacanya, dan mudah dipahamnya,” ucap tokoh besar Persatuan Islam (Persis) Ahmad Hassan.

Pada dasarnya, orang Islam punya tuntutan hidup yang benar dan menang di dunia supaya bahagia di akhirat & dapat ridha-Nya; punya kewajiban dakwah: sharing kebenaran, menolong orang zalim supaya  adil. Cukuplah dua hal itu jadi motivasi utama supaya kita mau terus berpikir, membaca, dan menulis.

Menulis itu skill. Artinya ia membutuhkan keterampilan dan pengalaman yang tidak sedikit. Layaknya menyetir mobil, perlu banyak jam terbang. Maka, mengetahui betapa pentingnya skill menulis di era ini dan betapa tidak mudahnya para santri untuk bisa menguasai skill menulis, Pesantren At-Taqwa Depok pun giat melatih santri-santrinya untuk membaca, menulis, berdiskusi, dan presentasi.

Sastrawan besar Indonesia Taufiq Ismail, pernah menuturkan:

“Kita merindukan anak-anak bangsa kita pandai menulis,
Bukan semata-mata bisa menuliskan deretan alfabet saja, 
tapi pandai memindahkan fikiran di dalam kepala
menjadi bentuk karangan yang enak dibaca,
Menulis alfabet adalah ibarat anak kecil main layang-layang,
tapi pandai mengarang
adalah ibarat pilot pesawat terbang
yang mampu melesat ke langit luas karena tangkasnya,
Marilah kita latih anak-anak bangsa kita terbang
ke angkasa pemikiran dan perenungan
melalui kemampuan dan kecintaan mengarang,
Membaca, membaca dan membaca,
mengarang, mengarang dan mengarang.”

*

(Depok, 15 Oktober 2025).

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086