Relevansi dan Aktualisasi Kitab Ta’limul Muta’allim dalam Pendidikan Kita

Oleh: Dr. Adian Husaini (Ketua Program Doktor Pendidikan Agama Islam - Universitas Ibn Khaldun Bogor)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
...

Pada hari Kamis (3/8/2023), saya mengisi kajian bulanan webinar Masjid al-Irsyad Surabaya. Temanya: “Kitab Ta’limul Muta’allim dan Relevansinya dalam Pendidikan Kita.” Kitab pendidikan legendaris ini sudah berumur lebih dari 800 tahun. Penulisnya, Syekh Burhanuddin al-Zarnuji wafat pada 593 H (852 tahun lalu).

Saya pernah mengkhatamkan kitab ini di pesantren saat masih duduk di bangku SMA, tahun 1982, di Bojonegoro. Membaca ulang kitab ini di era sekarang terasa semakin menarik dan semakin tampak relevansinya dengan tantangan keilmuan dan pendidikan kontemporer.

Syekh al-Zarnuji menulis kitab ini dilatarbelakangi oleh pengamatannya akan banyaknya pelajar yang mencari ilmu, tetapi tidak mendapatkan apa yang ingin mereka capai, yaitu mendapat ilmu yang bermanfaat. Sebabnya, mereka salah jalan dan mengabaikan syarat-syarat untuk meraih ilmu yang bermanfaat.

Nah, padahal, kondisi seperti itu terjadi di zaman kegemilangan peradaban Islam. Pada awal abad 13 Masehi dunia Islam merupakan umat yang terpandai dan memimpin pencapaian sains dan teknologi di dunia. Syariat Islam berlaku secara penuh. Namun, al-Zarnuji justru mengingatkan bahaya yang mengancam kaum muslimin karena gagal dalam meraih ilmu yang beranfaat.

Al-Zarnuji wafat tahun 1215 M, yakni 43 tahun menjelang jatuhnya Baghdad ke tangan pasukan Mongol tahun 1258. Ini adalah tragedi peradaban Islam yang sangat tragis untuk kedua kalinya. Bangsa biadab yang peradabannya jauh di bawah peradaban umat Islam mampu meluluhlantakkan Kota Baghdad dan membantai ratusan ribu kaum muslimin. Tragedi peradaban pertama terjadi tahun 1099 ketika pasukan biadab dari Eropa menyerbu Kota Yerusalem dan membantai puluhan ribu kaum muslimin.

Jika ditelaah dengan seksama, dua tragedi peradaban Islam itu dimulai dari proses kerusakan ilmu dan kerusakan ulama. Menjelang jatuhnya Kota Yerusalem, 1099, umat Islam dilanda tiga penyakit utama, yaitu: (1) cinta dunia, (2) meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar, dan (3) saling berpecah belah.

Ketika itu, umat Islam juga merupakan umat terpandai dan terkaya, tetapi menjadi umat yang hina dan lemah serta mudah dikalahkan. Dalam sejumlah hadits Nabi disebutkan, umat Islam akan menjadi lemah dan tidak dipandang sebelah mata ketika mereka sudah terjangkit penyakit cinta dunia dan berpecah belah satu sama lain.

Kini, silakan direnungkan, apakah tiga penyakit tersebut sudah melanda kaum muslimin di zaman ini. Jika itu yang terjadi, maka isi kitab Ta’limul Muta’allim ini sangat relevan untuk dikaji secara serius dan diaktualisasikan penerapannya dalam konteks zaman kita saat ini.

Hakikat manusia (Bani Adam) tidak mengalami perubahan. Mereka tetap manusia. Yang berubah adalah sarana dan prasarana kehidupan. Alat-alat komunikasi dan transportasi telah berkembang sangat pesat. Tetapi, manusianya sejatinya tidak berubah. Karena itu, konsep-konsep ilmu dan pendidikan yang disajikan dalam Kitab Ta’limul Muta’allim tetap relevan dijadikan sebagai solusi mengatasi problematika ilmu dan pendidikan kita.

Kondisi umat saat ini adalah seperti apa yang disampaikan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, yakni sedang dilanda penyakit loss of adab, akibat terjadinya kekacauan ilmu (confusion of knowlwdge). Adab terhadap ilmu sudah hilang. Niat mencari ilmu bukan lagi ditujukan untuk mencari keridhaan Allah dan menjadi orang baik, tetapi sudah ditujukan untuk keuntungan duniawi semata.

Bahkan, definisi ilmu dan adab-adab ilmu sudah ditinggalkan. Tidak dipahami lagi, mana ilmu fardhu ain, ilmu fardhu kifayah, juga jenis ilmu-ilmu lain. Akibatnya, terjadi kekacauan ilmu. Tidak sedikit orang memberi penghargaan tinggi terhadap ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat bahkan ilmu-ilmu yang merusak masyarakat, hanya karena ilmu itu dipandang bisa mendatangkan banyak uang.

Contoh ilmu fardhu ain adalah “ilmu tentang ilmu”. Sebab, Nabi Muhammad saw memerintahkan kita mencari ilmu. Maka, tentunya, kita wajib memiliki ilmu tentang ilmu. Ilmu apa yang wajib dicari oleh setiap muslim. Dan Syekh al-Zarnuji memberi penjelasan yang cerdas, bahwa yang wajib dicari adalah ilmul-haal. Yakni, ilmu yang diperlukan untuk terlaksananya suatu kewajiban saat kewajiban itu tiba.

Kitab Ta’limul Muta’allim dan sejenisnya semakin kita rasakan relevansinya dengan tantangan pendidikan di zaman ini, jika kita memahami tantangan keilmuan dan pendidikan kita saat ini. Karena itu, para pelajar, santri, dan mahasiswa, sangat perlu diberikan pemahaman yang memadai tentang hakikat Peradaban Barat dan dampaknya terhadap pemikiran dan kehidupan umat manusia, dan kaum muslimin khususnya. (Untuk tujuan ini, silakan dibaca buku: Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat (Jakarta: GIP, 2005).

Di Pesantren At-Taqwa Depok, para santri sudah mengkaji kitab ini pada jenjang pendidikan SMP. Itu masih ditambah dengan kajian kitab-kitab tentang adab-adab ilmu yang sejenis, seperti Kitab Adabul Alim wal-Muta’allim karya KH Hasyim Asy’ari, Ihya’ Ulumiddin, dan sebagainya. InsyaAllah dengan niat ikhlas dan beradab dalam mencari ilmu, para santri akan mendapatkan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Wallahu A’lam bish-shawab. (Merak, 3 Agustus 2023).

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086