Pelajaran Bela Diri di Pesantren at-Taqwa Depok

Oleh: Ganjar Nugraha (Guru Bela Diri di Pesantren at-Taqwa Depok)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
...

Bela diri merupakan suatu ikhtiar untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang dianggap dapat membahayakan diri, keluarga, dan teman sekitar. Bela diri juga merupakan ikhtiar untuk kita mengurangi cedera ketika hendak menghadapi atau melawan seseorang yang memiliki niat untuk melukai dan hal-hal lainnya yang dianggap mengancam jiwa.

Dalam Islam, bela diri sudah menjadi bagian dari sejarah dibangunnya peradaban Islam. Bukti bahwa bela diri itu menjadi satu hal yang diperhitungkan adalah pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam. dan para sahabat berperang untuk mempertahankan dan menyebarkan ajaran Islam. Seperti yang terjadi dalam Peperangan Badar, Pembebasan Makkah, dan lain sebagainya. Semua itu tentu tidak terlepas dari apa yang disebut pertempuran antar fisik, dengan strategi perangnya, dan mengandalkan ketangkasan dalam mengayunkan tombak, pedang, juga melesatkan anak panah.

Tentunya kita perlu menyadari pentingnya bela diri. Pada kenyataannya jika Islam hanya tentang ritual ibadah dan muamalah saja, maka tidaklah mungkin Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wasallam bersusah payah bergabung untuk melawan musuh-musuh yang menghalangi dan membahayakan agama serta umatnya. Terlebih, peperangan yang diikuti oleh Rasulullah tidak hanya satu atau dua kali saja, akan tetapi banyak peperangan yang sudah dimenangkan oleh umat Islam pada saat itu.

Bela diri sudah sejak lama banyak berkembang di berbagai belahan dunia. Setiap negara pasti memiliki tujuan dan gerakan khas yang berbeda, sesuai dengan lingkungan adat dan budayanya masing-masing. Perbedaan gerakan dapat dilihat dari pembiasaan mereka pada saat berlatih. Ada yang hanya menggunakan pukulan saja, tendangan, bantingan, kuncian, dan lain sebagainya; yang diyakini dapat melumpuhkan lawannya secara efektif.

Namun di samping itu tentunya ada hal terpenting yang paling diutamakan dalam Islam, yaitu kemurnian bela diri tersebut; apakah betul-betul murni hasil olahan fisik sendiri, apakah ada unsur kesyirikan dengan meminta bantuan kekuatan gaib selain Allah, atau ada hal-hal yang berbau klenik, yang dipercaya dapat menambah kekuatan dan kesaktian bagi orang yang berlatih.

Di Indonesia sendiri ada bela diri yang dikembangkan secara murni dengan mengandalkan olah fisik secara teratur. Bela diri yang telah di bersihkan dari hal-hal yang berbau syirik, dijauhkan dari hal-hal yang dapat mengganggu dan merusak aqidah. Salah satunya ialah bela diri Syufu Taesyukhan.

Syufu Taesyukhan atau yang memiliki kelengkapan nama Shurulkhan Nie Syufu Taesyukhan, merupakan ilmu bela diri yang dikembangkan oleh para pendekar Muslim di Cina bagian Utara. Di dalamnya terdapat 11 Janji Lanah atau sumpah seseorang yang berlatih, langsung kepada Allah Subahanawata’ala. Ia berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits. Setiap Muslim yang berlatih bela diri ini wajib hafal dan paham isi serta kandungan dalam Janji tersebut. Maka syarat mutlak untuk bisa berlatih bela diri ini adalah seorang Muslim.

Lahirnya ilmu bela diri Syufu Taesyukhan ini berawal dari sebuah kisah yang tertulis dalam Kitab Zhodam. Kitab tersebut berisi tentang kisah-kisah lanah, kisah-kisah yang menceritakan perjalanan dan pengalaman hidup hingga perjalanan da’wah dalam memperjungkan ajaran Islam, dengan berbagai macam karakter para pendekar Muslim, dan latar belakang yang berbeda-beda—namun sama-sama menyebarkan Islam melalui wasilah bela diri.

Syufu diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-15, bersamaan dengan utusan kerajaan Turki Utsmani, yang pada saat itu diutus untuk membantu kerajaan Aceh masa kepemimpinan Sultan Alauddin Riayat Syah (1589-1604 M). Pada tahun 1999, Syufu sudah mulai diajarkan oleh Allahuyarham Ustadz Ahmed Dien el-Marzdedek DIM AV di lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya Pesantren Persatuan Islam di Bandung, begitu pun dengan bela diri Thifan Po Khan. Tentunya ini menjadi bekal tambahan bagi para santri di samping sudah dibekali Ilmu Aqidah, Tauhid, Fiqih, hingga Pemikiran Islam, yang menjadikan mereka semakin siap untuk mengkolaborasikan Ilmu Agama dengan Ilmu Bela Diri Muslim ini (Yusuf Tajri, “Syufu Taesyukhan di Persatuan Islam”, 2017)

Bela diri ini semakin berkembang dan banyak diminati di berbagai Pondok Pesantren, salah satunya di Pesantren at-Taqwa Depok ini. Pada tanggal 16 Mei 2016, Syufu mulai diajarkan di pesantren ini. Tidak hanya mewajibkan santri-santrinya mengkaji Ilmu Agama, Pesantren at-Taqwa juga mewajibkan mereka mendalami ilmu bela diri melalui kurikulum intinya: kitab, adab, dan silat. Santri-santri sejak awal sudah dibekali ilmu-ilmu agama yang benar di Pesantren. Hal ini memudahkan mereka untuk memahami bagaimana menggunakan ilmu bela diri dengan baik dan benar; untuk apa mempelajari ilmu bela diri ini, dan apa manfaat berlatih bela diri.

Pada saat mulanya Pesantren at-Taqwa bertempat di Komplek Timah Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Awalnya ada tujuh orang santri ikhwan dan dua orang santri akhwat. Angkatan pertama ini bisa dikatakan menjadi angkatan yang mendapatkan kurikulum Syufu hampir setiap hari, di waktu pagi dan sore. Di saat tengah menjalankan shaum Senin dan Kamis pun mereka tetap  berlatih dalam ruangan, atau di lapangan terbuka.

Syufu hanya berjalan kurang lebih selama dua bulan di Komplek Timah Cimanggis Depok. Setelah at-Taqwa hijrah karena mendapatkan tanah wakaf di bulan Ramadhan 2016 M, Syufu kembali aktif dan dipelajari lagi oleh para santri at-Taqwa. Tanah wakaf ini berlokasi di Cilodong Depok. Ini menjadi tempat pendidikan lanjutan bagi para santri untuk kembali mengkaji ilmu-ilmu Islam dan mengkaji bela diri Syufu Taesyukhan.

Setiap tahunnya santrinya bertambah dan terus bertambah. Hingga saat ini di tahun 2022 total santri yang berlatih Syufu Taesyukhan di Pesantren at-Taqwa berjumlah 175 santri ikhwan dan akhwat. Mereka tentunya sadar dan semakin bersemangat untuk mempelajari ilmu wakaf ini, sebagaimana dikatakan dalam Kitab Hikayat Zhodam halaman 67. Di situ dikatakan oleh Tso Yakho Yakhu, seorang pendekar dan guru Syufu pada suatu masa, bahwa:

“Kami wakapkan Taesyukhan dan tiadalah kami hadiahkan.”

Disampaikan juga oleh Tso Yakho Yakhu dalam Kitab Zhodam, bahwa seorang Ahund atau Ustadz pada masa itu menjadi sesuatu yang sangat penting agar ilmu ini tetap terjaga keasliannya dan tersampaikan kepada orang yang amanah. Sebab, jika ilmu ini jatuh ke tangan orang yang munafiq, maka tidaklah mungkin ilmu ini dapat digunakan untuk melawan mereka yang menentang Islam dan benci dengan ajaran Islam.

Syufu Taesyukhan merupakan aliran baru yang dikembangkan, hasil penggabungan dari berbagai aliran bela diri pecahan dari aliran Shurulkhan. Pecah bukan dalam artian memiliki pertentangan atau perselisihan, akan tetapi adanya upaya untuk mengembangkan ilmu baru dan lebih baik, sesuai dengan keberadaan dan kebutuhan Lanah (tempat berlatih).

Shiharani, seorang pendekar dan guru Syufu yang mensyarah Kitab Zhodam, menjelaskan: “Karena perpaduan aliran-aliran Shurulkhan dan karena telah terkitabkan Taesyukhan dan Kumfu, maka di lanah lahirlah bentuk baru ilmu perkelahian baru, kianlah lama kianlah jauh menjauhi pokok sampai batas perhentian, batas perhentian itulah dinamakan Syufu.” (Kitepni Shurulkhan nie Syufu Taesyukhan, hlm. 169)

Dengan adanya pengembangan tersebut, tentu dengan begitu mudah diterima di kalangan umat Muslim, khususnya pesantren. Syufu memiliki Janji Lanah yang menghilangkan hal-hal berbau syirik, khurafat, bid'ah, dan takhayul. Gerakan jurusnya pun di nilai efektif untuk mempertahankan diri, menyerang, dan bertahan, yang dapat menumbuhkan dan membangun fisik serta mental yang kuat sebagai seorang Muslim.

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086