Nabi Muhammad Saw: Antara Iman dan Cinta

Oleh: Fatih Madini (Guru Pesantren At-Taqwa Depok)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
...

Puncak peradaban Islam atau zaman emas (golden age) dalam peradaban Islam bahkan peradaban seluruh umat manusiaada di masa Nabi Muhammad Saw dengan Madinah sebagai negaranya dan Sahabat sebagai generasinya. Menurut Prof. Wan Mohd Noor Wan Daud, ada dua alasannya: 1) punya manusia sempurna dan terbaik bernama Muhammad; 2) manusia di setiap lapisan masyarakatnya, baik (good man), beradab dan cinta ilmu. Bahkan seorang pezina pun berani mengakui dosanya dan minta segera dihukum. 

Begitu idealnya generasi Sahabat, ulama terkemuka asal India, Abu al-Hasan Ali al-Nadwi, dalam bukunya, “Islam Membangun Peradaban Dunia”, menegaskan bahwa:

Kepemimpinan Islam—dan secara tidak langsung juga kepemimpinan dunia berada di tangan generasi pejuang pembela Nabi yang paling tangguh baik dari segi iman, kepercayaan, amal, akhlaq, pendidikan, kesucian jiwa, ketinggian budi pekerti, kesederhanaan, maupun kesempurnaannya. Mereka adalah generasi hasil pembinaan Rasulullah, suatu generasi yang telah digembleng olehnya sedemikian rupa sehingga tak ada lagi sisa-sisa jahiliah tertinggal dalam diri mereka yang menyimpang dari semangat dan kepribadian Islam. Citra Islam telah mengejewantah sepenuhnya dalam sosok pribadi mereka. Dengan demikian mereka telah berhasil menjadi generasi ideal yang penuh nilai keteladanan dalam peri kehidupan agama, peri kehidupan dunia maupun gabungan antara keduanya” 

Puncak ilmu pengetahuan dan arsitektural dalam peradaban Islam memang ada di masa Abbasiyah, tapi puncak peradaban Islam tetap di masa Rasulullah. Manusia beradab harus menjadi ukuran utama agar dua aspek itu tidak sia-sia atau malah membawa ancaman dan kerusakan. Banyak sekali ulama, ilmuwan dan filsuf Muslim lahir di masa Abbasiyah. Tapi, tanpa sedikit pun merendahkan mereka, bisa dan pantaskah mereka dibandingkan dengan generasi terbaik (Sahabat) yang dilahirkan oleh guru terbaik (Nabi Muhammad)? 

Kejayaan fisik berupa sains dan teknologi yang pernah dicapai oleh umat Islam di masa lalu dapat dicapai oleh peradaban-peradaban lainnya, bahkan sekarang ini telah jauh dilampaui. Namun aspek spiritual dan moral dari peradaban Islam sebagaimana yang tergambar di dalam peri kehidupan Nabi tak pernah dicapai oleh peradaban mana pun, sebelum ataupun setelahnya,” ungkap pakar Sirah Dr. Alwi Alatas dalam bukunya, “Sirah Nabawiyah Ringkas”.

Nabi Muhammad jelas rahmat kepada seluruh alam (QS. 21: 107) dan suri tauladan abadi yang senantiasa “up to date” bagi seluruh manusia (QS. 34: 28). Pertama karena beliau manusia terbaik (QS. 33: 21) dalam seluruh aspek: keagamaan, pendidikan, keluarga, politik, ekonomi, militer, sosial, sampai psikologi. Dr. Alwi menggambarkan Nabi Muhmmad sebagai:

manusia suci yang dicintai oleh keluarga dan sahabatnya; Yang kekuasaan dan kekayaan duniawi berada di dalam genggamannya tetapi memilih tidur di atas alas sederhana yang memberi bekas pada tubuhnya; yang politiknya mampu membalik banyak musuh menjadi kawan, sementara mereka yang tetap memusuhi tersingkir pada akhirnya dan terbuang; yang berdisiplin tinggi dan sangat pandai mengatur siasat perang, tetapi lembut hatinya dan membiarkan cucunya yang masih kecil menjadikan dirinya sebagai tunggangan dalam bermain; yang dari waktu ke waktu berkomunikasi dengan langit tetapi bahasa dan perilakunya di tengah manusia sangat membumi; yang tidak kenal menyerah saat masih berdakwah sendirian dan dimusuhi semua orang tetapi begitu pemaaf saat kemenangan dan kekuasaan mencapai puncaknya; yang sering shalat berpanjangan di tengah malam tetapi juga terampil dalam mengurus negara dan masyarakat; yang tiada seorang pun yang betul-betul mengenalnya melainkan akan jatuh cinta dan memendam rindu kepadanya.” 

Kedua, karena manusia terbaik itu punya banyak sekali prestasi. Mulai dari berhasil melahirkan generasi terbaik sepanjang masa yang sangat beradab, cinta ilmu, superpower dan dewasa tepat pada waktunya, sampai berhasil membangun negara terbaik bernama Madinah dengan Piagam Madinah yang menurut Prof. M Hamidullah merupakan konstitusi negara tertulis pertama di dunia (the first written constitution in the world). 

The document known as the constitution of Medina is certainly one of the most remarkable docements in the history of early Islam,” tegas sejarawan Moshe Gil. Dan dengan hadirnya Shahifah al-Madinah, menurut Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam “Rahiqul Makhtum”-nya, Madinah telah menjadi ibu kota yang sebenarnya bagi umat Islam.

Menurut Dr. Awi, benarlah perkataan yang menyebutkan bahwa “Jika benarnya tujuan, minimnya sarana, dan besarnya hasil merupakan ukuran kebesaran seseorang, maka siapa yang dapat dianggap lebih agung daripada Muhammad (shallallahu ‘alaihi wasallam).” Maka, tidak ada satu pun manusia, di mana dan kapan pun, di dalam maupun luar Islam, yang bisa bahkan pantas dibandingkan dengan Nabi Muhammad Saw:

Konsep uswah hasanah Islam ini tidak mungkin diikuti oleh kaum Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, Komunis, atau kaum sekuler Barat. Karena itu, meskipun orang-orang Barat beragama Kristen, mereka menetapkan sistem hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, bukan berdasarkan kepada Bibel, atau menjadikan Yesus sebagai teladan dalam seluruh aspek kehidupan. Begitu juga dengan kaum komunis. Mereka tidak bisa menjadikan Karl Marx sebagai suri teladan dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Orang komunis tidak akan mencontoh seluruh perilaku Karl Marx, yang memang seorang pemabuk dan jarang mandi… Bagi bangsa Amerika, Thomas Jefferson dianggap sebagai “the prophet of this country”. Tapi, mereka tidak akan bertanya bagaimana cara Thomas Jefferson menggosok gigi? Bagaimana Jefferson membina keluarga,” tulis Dr. Adian Husaini dalam bukunya, “10 Kuliah Agama Islam”. 

Banyak nama besar di dalam sejarah yang diagungkan dan diikuti banyak orang, tetapi peranan yang dimainkannya umumnya pada aspek tertentu saja: orang suci yang tak pernah menjalani kehidupan berkeluarga, ilmuwan yang kehidupan pribadinya tak selalu layak diikuti, pemimpin politik yang wilayah kekuasaannya terpecah setelah wafatnya, penganjur etika yang tak menjelaskan tentang Tuhan kepada pengikutnya, orang kaya raya yang tercerabut dari lingkungannya sosialnya, atau penghibur super populer yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,” pungkas Dr. Alwi. 

Terakhir, Nabi Muhammad adalah penjaga kontinuitas kenabian sekaligus kontinuitas dan autentisitas wahyu para Nabi sebelum beliau. Di masa beliau lah agama terakhir diturunkan, disempurnakan, dan secara tegas diberi nama “Islam” (QS 3: 19, 3: 85, dan 5: 3). Ini menjadi salah satu bukti kalau saat ini hingga kiamat, hanya Islam satu-satunya gama wahyu yang murni (the only genuine revealed religion). Terlebih, “agama-agama para Nabi sebelumnya, saat ini sudah sulit dipastikan keautentikannya, karena sudah mengalami tahrif (perubahan-perubahan) dari pemeluknya (QS. 2: 59, 75, 79),” ujar Dr. Adian.

Dengan beriman kepada Nabi Muhammad, kita telah memperoleh satu-satunya agama wahyu yang murni, yang memiliki ritual yang universal, final dan autentik; yang mampu memberikan ajaran beserta penjelasannya secara utuh, tanpa ada sentuhan tangan-tangan jahil manusia. Karena iman kepada Nabi Muhammad, umat Islam tidak perlu lagi berdebat tentang siapa Tuhan, bagaimana cara menyebut-Nya, dan bagaimana cara beribadah kepada-Nya. Karena iman kepada Nabi Muhammad juga, setiap Muslim tahu dengan detail mana yang benar dan salah, hak dan batil, halal dan haram. “Kunci dari semua ajaran Islam ada pada keimanan kepada Nabi Muhammad. Tanpanya, umat Islam tidak akan bisa beragama secara baik dan benar,” tegasnya.

Maka, tidakkah sepantasnya kita bersyukur telah mengimani Nabi Muhammad? Dan melalui sirah beliau yang bertebaran di buku maupun media sosial, tidakkah seharusnya kita belajar kembali untuk betul-betul mengenal, mencintai, mengidolakan dan mengikuti manusia terbaik ini? 

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086