Menangkis Serangan Pemikiran Barat dan Mengukuhkan Perguruan Tinggi Islam
Dr. Adian Husaini adalah seorang cendikiawan Muslim Indonesia yang lahir pada 17 Desember 1965 di Bojonegoro, Jawa Timur. Pada masa mudanya, ia menjalani pendidikan formal dan agama secara bersamaan. Di antaranya: SDN Negeri Banjarjo 1, SMPN 1 Padangan Bojonegoro, dan Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor. Adapun di antara sekolah keagamaannya adalah: Madrasah Diniyyah Nurul Ilmi Pandangan Bojonegoro, Pondok Pesantren Ar-Rasyid, dan Masjid al-Ghifari IPB Bogor. Walaupun tidak berasal dari kota metropolitan, tidak menghalanginya untuk menjadi tokoh yang memiliki pengaruh besar di zaman ini.
Dr. Adian Husaini juga merupakan salah seorang ‘ulama kontemporer yang juga berkiprah dalam organisasi Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Selain itu ia juga aktif menulis. Hingga saat ini kurang lebih 50 karyanya sudah diterbitkan dalam bentuk buku. Dalam dunia penulisan, Dr. Adian Husaini fokus menerbitkan karya tentang pemikiran dan juga pendidikan. Ia juga menulis karya yang mencakup tentang politik, peradaban, hingga novel. Di antara karya-karya Dr. Adian Husaini yang sudah diterbitkan dan dikaji santri at-Taqwa adalah: 10 Kuliah Agama Islam, Jangan Kalah Sama Monyet!, Trilogi Novel Kemi, dan Wajah Peradaban Barat.
Di antara karya Dr. Adian Husaini, terdapat buku yang berjudul Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi. Buku ini diterbitkan pada tahun 2006 oleh Gema Insani. Cover buku ini bisa dibilang simpel karena hanya ada judul. Latar belakang putih polos, ditambah dengan topi toga warna hijau ditengahnya. Desain yang simpel ini tentu tidak banyak menarik perhatian orang di zaman ini. Tapi dengan judul bukunya sendiri telah memberikan kesan menarik bagi pengkaji pendidikan tinggi dan dinamika pemikiran Islam di Indonesia.
Tujuan Dr. Adian Husaini menulis buku ini ialah untuk menyadarkan kepada umat Islam Indonesia, bahwa saat ini kita sedang menghadapi satu problematika besar. Yakni, masuknya berbagai pemikiran Barat seperti sekularisme, relativisme, pluralisme, dan semacamnya ke dalam sistem pendidikan di perguruan tinggi kita. Masalah ini semakin menyebar karena yang disasar adalah para dosen, petinggi kampus, dan para mahasiswanya.
Dari judulnya, muncul satu pertanyaan, apa itu hegemoni? Singkatnya hegemoni bisa diartikan sebagai dominasi pengaruh, tepatnya dominasi pengaruh pemikiran dalam hal ini. Maka maksud dari judul buku ini ialah, masuknya pengaruh pemikiran Barat ke dalam perguruan tinggi Islam Indonesia. Ini merupakan pembahasan inti dari buku ini. Dr. Adian Husaini menjelaskan tentang masalah yang sedang dihadapi oleh umat Islam di Indonesia. Yakni masuknya berbagai pemikiran, ilmu, dan worldview Barat ke dalam perguruan tinggi Islam. Gejala ini menyebabkan terjadinya kesalahan dalam memahami ilmu. Ilmu yang akan memberikan dampak negatif dan menghancurkan Islam dari dalam, justru dianggap sebagai ilmu bermanfaat dan membantu perkembangan keilmuan Islam.
Terlebih lagi “serangan pengetahuan” ini sulit untuk dibendung. Di sisi lain komunitas dan organisasi Islam di indonesia kurang bisa melawan karena kurangnya minat ilmiah dan literasi, juga minimnya fasilitas pendidikan. Maka Dr. Adian menyerukan berbagai permasalahan “kemungkaran ilmu” ini kepada umat Islam, agar umat Islam memahami tantangan yang dihadapinya hari ini. Tantangan itu ada pada jantung pendidikan umat Islam sendiri.
Kemunkaran Ilmu
Dalam Buku Hegemoni Kristen-Barat falam Studi Islam di Perguruan Tinggi, terdapat empat bab pembahasan. Pada bab pertama yang diberi judul “Kemunkaran Ilmu”, Dr. Adian Husaini menjelaskan tentang penyebab adanya kesalahan atau kekeliruan memahami ilmu. Mengutip penjelasan dari Ibn Manzur, ia menjelaskan bahwa kejahilan terbagi menjadi dua jenis. Pertama, kesalahan ringan yang disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan yang ia dapatkan. Kedua, kesalahan berat yakni ketika seseorang sudah meyakini sesuatu padahal itu bertentangan dengan fakta sesungguhnya. Ataupun melakukan sesuatu bertentangan dengan cara yang benar. Jika dilihat, masalah yang lebih besar adalah yang kedua. Masalah ini sulit untuk diperbaiki. Karena orang tersebut sudah meyakininya sebagai satu kebenaran. Bahkan ia bisa menyebarkannya ke orang lain.
Dalam bab ini Dr. Adian Husaini juga menjelaskan tentang kondisi kekacauan ilmu pengetahuan di zaman ini. Penyebaran paham relativisme menyebabkan segala hal menjadi relatif. Banyak hukum-hukum yang diubah dengan alasan sudah tidak relevan. Antara haq dengan yang bathil menjadi rancu (tidak jelas), dan hukumnya dianggap tidak tetap, serta dapat berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi.
Segelintir orang yang disebut “alim” dan “dihormati masyarakat” sering menganggap hukum-hukum Islam dapat berubah dan diubah begitu saja, mengikuti perkembangan zaman. Maka, dapat dipahami bahwa kesalahan yang dimiliki orang tersebut terletak pada pemikirannya. Relativisme ini menganggap kebenaran adalah relatif. Dampak dari pahaman ini adalah ketidakpercayaan diri. Dalam hal agama, ia menganggap Islam belum tentu benar, karena kebenarannya relatif. Menurut pemikiran ini kebenaran itu benar menurut keyakinan masing-masing saja.
Menurut saya, apa yang dijelaskan oleh Dr. Adian Husaini pada bab itu, memiliki hubungan dengan konsep problem internal umat Islam yang digagaskan Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas. Dalam gagasannya, ia menyebutkan tiga permasalahan yang terus berputar. Yakni hilangnya adab (loss of adab), kemudian menyebabkan kekacauan ilmu pengetahuan (confusion of knowledge), hingga akhirnya lahirlah pemimpin yang salah (false leadership). Ketiga masalah ini merupakan satu siklus dan terhubung antara satu sama lain (Muhammad Ardiansyah, Konsep Adab Syed Muhammd Naquib al-Attas dan Aplikasinya di Perguruan Tinggi, Depok, Yayasan Pendidikan Islm at-Taqwa Depok, 2020, hlm. 5).
Pada awal bab ini Dr. Adian Husaini langsung memberikan contoh kerusakan ilmu di zaman ini. Yakni permasalahan tentang perkawinan antar agama dan homoseksual. Kasus inilah yang banyak diperdebatkan di zaman ini. Padahal sudah jelas bahwa perbuatan semacam itu salah dan dilarang oleh syari’at. Adapun perdebatan tersebut bisa muncul karena adanya argumen orang terpandang yang melegalkan tindakan-tindakan yang menyalahi syari’at.
Contohnya salah seorang professor wanita di salah sebuah perguruan tinggi Islam. Ia mengatakan bahwa larangan menikah beda agama sudah tidak berlaku lagi. Contoh lainnya dalam kasus homoseksual, banyak negara yang sudah melegalkan hubungan homoseksual. Hingga terdapat kabar belakangan ini bahwa akan ada kampanye pelegalan LGBT di Jakarta. Padahal sudah jelas bahwa perbuatan tersebut tercela dalam agama dan menyalahi fitrah manusia.
Dalam agama Islam perbuatan homoseksual ini sudah jelas dilarang, berdasarkan dalil dari al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW Di antaranya sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, dan at-Tirmidzi. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka bunuhlah pelakunya tersebut”. Adapun untuk pelaku lesbi sudah ditetapkan hukumannya walaupun terdapat syarat yang ketat: “Maka kurunglah mereka (perempuan itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan (yang lain) kepadanya.” (Q.S an-Nisa: 15).
Solusi dan Kesimpulan
Satu masalah perlu ditangani dengan cara yang tepat. Perlu dipahami bahwa masalah yang sedang dihadapi saat ini bukan berbentuk fisik, melainkan pemikiran. Maka cara penanganannya dapat dimulai dengan memahami hakikat kemunkaran, agar dapat membedakan antara yang haq dan bathil. Selanjutnya diperlukan semangat literasi yang tinggi dalam mempelajari peradaban Barat. Semangat ini pun juga perlu dukungan fasilitas yang mencukupi, serta kurikulum pengajaran yang benar.
Ketika semangat, fasilitas, dan kurikulum yang benar sudah dimiliki. Maka akan lahirlah generasi cendekiawan Islam yang pemikirannya berdasarkan Islamic worldview, dan berpola pikir secara kritis terhadap kemungkaran. Ia bukan hanya memahami peradaban Barat serta berbagai pemikirannya, tetapi bahkan ia juga bisa memberikan kritik tajam serta solusi.
Bagaimanapun, perguruan tinggi Islam merupakan lembaga perjuangan umat Islam. Ia justru berguna untuk meneguhkan keyakinan umat Islam terhadap agama Islam itu sendiri. Maka kedudukan perguruan tinggi Islam perlu dikokohkan dengan ilmu dan semangat yang sebenar. Pangkal keyakinan ini ditempuh dengan jalan yang ilmiah. Hakikat dari pendidikan Islam itu sendiri bukanlah justru melahirkan manusia yang ragu; tapi manusia yang baik – yang beriman dan berakhlak mulia. (Editor: Ahd.)