Kitab Ta'līm Al-Muta'alim Yang Diberkahi: Pembelajaran, Pengamalan, Dan Pengalaman Pribadi

Oleh: Dr. Muhammad Ardiansyah (Pengasuh Pesantren at-Taqwa Depok)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
...

Ta'lÄ«m al-Muta'allim, satu kitab kecil yang sangat luar biasa. Hingga kini, kitab ini tak berhenti dikaji, di dunia Islam bahkan di Barat. Ia ditulis oleh Imam BurhānuddÄ«n al-ZarnÅ«jÄ«. Menurut pengkaji ahlinya, al-ZarnÅ«jÄ« hidup sekitar abad ke-6 sampai awal abad ke-7 Hijriah. 

Latar belakang penulisan kitab ini disebutkan langsung oleh al-ZarnÅ«jÄ«. Pada zamannya, dia melihat banyaknya penuntut ilmu yang gagal. Indikator kegagalannya dilihat dari dua hal. Pertama, banyak penuntut ilmu yang tidak mengamalkan ilmunya. Kedua, banyak penuntut ilmu yang tidak memiliki semangat dakwah menyebarkan ilmu. Singkatnya menurut al-ZarnÅ«jÄ«, ilmunya bagai pohon yang tak berbuah. 

Melihat fenomena seperti ini, al-ZarnÅ«jÄ« mengambil inisiatif. Ditulislah kitab Ta'lÄ«m al-Muta'allim ini sebagai panduan untuk penuntut ilmu. Kitab ringkas ini bersumber dari hasil belajarnya kepada para guru dan hasil kajiannya dari berbagai buku. Ia ditulis dengan keikhlasan hati, bukan dengan niat duniawi. 

Ada tiga belas pasal dalam kitab Ta'lÄ«m al-Muta'allim ini: 

1. Pasal tentang hakikat ilmu, fiqih, dan keutamaannya;

2. Pasal tentang niat ketika belajar;

3. Pasal tentang memilih ilmu, guru, kawan, dan keteguhan hati;

4. Pasal tentang memuliakan ilmu dan ahlinya; 

5. Pasal tentang kesungguhan, ketekunan; dan semangat;

6. Pasal tentang permulaan belajar, kadarnya, dan urutannya;

7. Pasal tentang berserah diri;

8. Pasal tentang waktu untuk meraih ilmu;

9. Pasal tentang kasih sayang dan nasehat; 

10. Pasal tentang mencari faedah dan adab; 

11. Pasal tentang bersikap wara' ketika belajar; 

12. Pasal tentang hal-hal yang menyebabkan hapal dan lupa; 

13. Pasal tentang hal-hal yang mengundang rejeki dan menghalanginya, juga yang menambah keberkahan umur dan menguranginya.

Sungguh komposisi kandungan kitab yang istimewa. Ini bukti bahwa al-Zarnūjī adalah seorang ulama jenius. Ia ibarat dokter yang ahli dan berpengalaman. "Penyakit" penuntut ilmu pada zamannya dia diagnosa dengan baik. Lalu ia siapkan "racikan obatnya" agar penyakitnya hilang.

Beberapa Pandangan Imam al-Zarnūjī dalam Kitab Ta'līm al-Muta'allim

Pada awal bab pertama, al-ZarnÅ«jÄ« membuka dengan Hadits Nabi Muhammad SAW tentang kewajiban menuntut ilmu. Hadits ini dia komentari, "Ketahuilah, bahwa tiap Muslim tidak diwajibkan untuk menuntut semua ilmu, kewajiban tiap Muslim hanyalah menuntut ilmu al-hāl." Maksud al-ZarnÅ«jÄ« dari ilmu al-hāl adalah ilmu yang sesuai dengan kondisi yang dijalani tiap Muslim. Misalnya, seorang Muslim wajib shalat, maka ilmu tentang shalat itu wajib dipelajari agar bisa shalat dengan benar. Begitu juga untuk ibadah lainnya yang memang wajib dijalani oleh tiap Muslim. 

Ilmu al-hāl ini bukan hanya berkaitan dengan ibadah. Jika seorang Muslim bermu'amalah, itu pun wajib ada ilmunya. Ini penting, agar dalam mu'amalah yang dijalaninya dia tidak terjerumus ke dalam praktik mu'amalah yang haram. Termasuk ilmu al-hāl juga adalah ilmu yang berkaitan dengan hati. Setiap Muslim wajib menjaga hatinya dari berbagai penyakit hati, lalu mengisinya dengan sifat-sifat yang mulia. 

Konsep ilmu al-hāl yang disampaikan al-ZarnÅ«jÄ« ini penting untuk dipahami setiap penuntut ilmu. Ilmu sangat banyak, sementara waktu yang kita miliki sangat terbatas. Dengan memahami konsep ilmu al-hāl ini seorang penuntut ilmu jadi punya skala prioritas. Mana ilmu yang mesti dipelajari lebih dulu, mana yang bisa dipelajari kemudian, juga mana ilmu yang tidak perlu dipelajari. Jangan sampai ilmu yang tidak wajib sangat serius dipelajari, sedangkan ilmu yang wajib justru diabaikan. 

Pada pasal berikutnya, al-ZarnÅ«jÄ« mengingatkan pentingnya niat. Menurut al-ZarnÅ«jÄ«, "Kemudian, mesti ada niat yang benar dalam proses menuntut ilmu, karena niat itu adalah asas dari segala amal". Pandangan al-ZarnÅ«jÄ« ini berdasarkan pada Hadits Nabi Muhammad SAW yang masyhur "Amal itu hanya diterima sesuai dengan niatnya." Karena menuntut ilmu adalah satu amalan, maka wajib diawali dengan niat yang baik. 

Menurut al-ZarnÅ«jÄ«, niat yang baik dalam menuntut ilmu itu bukan hanya satu, tapi bisa banyak. Niat paling utama dan tertinggi adalah meraih ridho Allah SWT. Setelah itu dilanjutkan dengan niat meraih kebahagiaan abadi di akhirat, menghilangkan kebodohan dari diri sendiri dan orang-orang, menghidupkan agama dan menjaga eksistensi Islam sebagai agama ilmu, bersyukur atas nikmat akal, kesehatan badan dan sebagainya. Bukan untuk niat yang bersifat duniawi semata seperti mencari popularitas, menimbun harta, atau mengharap kedudukan di sisi penguasa. Menurut al-ZarnÅ«jÄ«, rugi jika setelah menuntut ilmu dengan berbagai usaha, lalu hanya untuk urusan duniawi yang rendah, kecil, dan sementara. 

Konsep ikhlas yang disampaikan al-ZarnÅ«jÄ« ini bukan berarti setiap penuntut ilmu kemudian tidak bekerja alias menjadi pengangguran. Islam tidak mengajarkan umatnya malas dan jadi beban orang lain. Bekerja adalah amal shaleh, selama diniatkan untuk meraih ridho Allah SWT. Bukan semata bekerja untuk mendapatkan uang, lalu bersenang-senang, lupa ibadah, lupa berbekal untuk pulang ke rahmatullah. Bahkan al-ZarnÅ«jÄ« mendukung jika ada penuntut ilmu memegang jabatan tertentu. Asalkan niatnya untuk bisa amr ma'ruf dan nahi munkar, menegakkan kebenaran, dan menjaga agama. Bukan dengan tujuan pribadi dan sebatas mengikuti hawa nafsunya. Singkatnya, pekerjaan apapun, selama baik pekerjaannya dan diniatkan meraih ridho Allah SWT, maka bukan termasuk amalan duniawi, tapi juga ukhrawi. 

Pandangan al-Zarnūjī lainnya yang menarik adalah tentang memuliakan ilmu dan ahlinya. Secara tegas al-Zarnūjī menyatakan "Ketahuilah, bahwa penuntut ilmu tidak akan meraih ilmu dan tidak akan mendapat manfaatnya, kecuali dengan memuliakan ilmu dan ahlinya, juga memuliakan guru dan menghormatinya." Pandangan al-Zarnūjī ini diperkuat dengan kata-kata Sayyidina Ali radhiyaLlāhu 'anhu, bahwa dirinya siap menjadi budak bagi orang yang mengajarkannya satu huruf saja. Kemudian al-Zarnūjī mengutip pandangan gurunya, Imam Sadīduddīn al-Syīrāzī, "Guru-guru kami berkata, barangsiapa yang ingin anaknya menjadi ahli ilmu, maka dia mesti menjaga hubungan yang baik dengan para fuqaha, memuliakan mereka, memberi makan mereka, dan memberikan hadiah kepada mereka. Jika anaknya tidak menjadi ahli ilmu, niscaya cucunya akan menjadi ahli ilmu."

Guru adalah penyampai ilmu. Melalui wasilah mereka kita jadi memahami ilmu. Para guru adalah pelanjut tugas para Nabi (waratsat al-Anbiyā'). Sebagaimana kita mesti memuliakan para Nabi, kita pun wajib memuliakan para guru. Ini adalah adab penting yang tidak boleh diabaikan setiap penuntut ilmu. 

Terkait adab kepada guru, al-ZarnÅ«jÄ« memberi catatan singkat tapi padat. Menurutnya, "Penuntut ilmu itu harus mencari ridho guru, menjauhi hal-hal yang dapat membuatnya marah, menjalankan perintahnya selama bukan maksiat kepada Allah Ta'ālā. Karena tidak boleh ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Khāliq." Jadi, dalam menuntut ilmu itu kita dipandu bukan hanya meraih ilmu, tapi juga meraih ridho guru. Karena, dengan ridho guru ini, ilmu yang sedikit akan menjadi berkah. Ketika berkah ilmu diperoleh, maka manfaatnya akan menjadi banyak. 

Masih banyak lagi pandangan al-ZarnÅ«jÄ« terkait adab menuntut ilmu. Saya tidak mungkin menyampaikan semuanya di dalam tulisan ini. Selanjutnya, silakan beli kitabnya lalu pelajari kitab itu kepada guru yang ahli. Mudah-mudahan kita semakin memahami adab ilmu dan meraih ilmu yang bermanfaat dan berkah. 

Kitab Ta'līm al-Muta'allim dalam Kehidupan Saya

Saya mengenal kitab Ta'lÄ«m al-Muta'allim ini sekitar tahun 1997. Ketika itu saya mengaji kepada Tuan Guru KH Jamaluddin Abdullah di Kp. Melayu. Beliau yang membimbing saya memahami kitab ini. Setiap kali mengaji, saya baca kitab itu di hadapan secara detail. Kadang ditanya masalah kaidah bahasanya, kadang ditambahkan faedah lainnya, atau cerita yang berkaitan dengan tema yang sedang saya baca. Sampai akhirnya saya bisa mengkhatamkan kitab ini di hadapan beliau. 

Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT dipertemukan dengan guru yang baik. Dengan wasilah guru itu saya bisa mengenal kitab hebat ini. Bukan sebatas membaca sampai khatam, tapi apa yang saya pelajari saya saksikan langsung diamalkan oleh guru. Jadi keyakinan saya terhadap adab ilmu semakin mantap. Jadi saya bukan hanya belajar teori pendidikan, tapi juga melihat langsung aplikasinya. Kemudian, tentu saja saya diingatkan agar mengamalkan isinya. Ini agar saya juga merasakan pengalaman yang sama dengan guru. 

Boleh dikatakan, Ta'lÄ«m al-Muta'allim adalah satu kitab yang memberi pengaruh besar dalam perjalanan keilmuan saya. Dengan mempelajari kitab ini, saya mendapat bekal untuk melanjutkan perjalanan panjang menuntut ilmu. Saya berusaha mengamalkan isi kitab ini sebatas kemampuan. Sejak pertama kali belajar sampai hari ini. Alhamdulillah, meski tidak menjadi ahli ilmu yang besar, saya tetap bisa merasakan manfaatnya. 

Sejak masih belajar, saya diberikan amanah membantu guru mengajar di majlisnya. Seingat saya, amanah sudah saya jalani sejak kelas 1 SMP. Saya merasa sangat bahagia menjalani tugas itu. Boleh dikatakan, ini adalah cita-cita saya dan pilihan hidup saya. Orang tua saya pun mendukung pilihan ini. Mungkin, dengan sebab ridho orang tua dan guru, saya bisa bertahan menjadi guru sampai saat ini. Mudah-mudahan bisa istiqamah menjalani amanah ini sampai kembali ke rahmatullah nanti. 

Kemudian, sejak tahun 2014 saya mendapat amanah memimpin pondok. Satu pengalaman baru yang penuh tantangan tapi penuh harapan. Saya pribadi tidak pernah mondok, hanya ngaji ke guru-guru di kampung, di Betawi. Alhamdulillah, sedikit bekal yang saya dapat bisa dimanfaatkan untuk menjalani tugas itu sampai hari ini. Kitab Ta'lÄ«m al-Muta'allim inilah salah satu panduan saya dalam membimbing santri di pondok. 

Di usia puber dulu, saya memang suka belajar ilmu-ilmu yang menantang pemikiran. Kini, memasuki usia ke - 40 tahun, saya lebih suka mempelajari ilmu untuk memperbaiki diri. Kitab Ta'lÄ«m al-Muta'allim ini adalah satu sahabat yang senantiasa mengingatkan agar selalu jaga diri. Oleh karena itu, setiap kali mengajar, saya niatkan bukan hanya membekali santri, tapi juga sebagai pengingat diri sendiri. Pengingat agar selalu ikhlas, beradab kepada ilmu dan ahlinya, sayang kepada murid, sabar dan istiqamah menjalani amanah. Semua ini perkara berat, tapi mesti dijalani dengan kesungguhan. 

Malam Kamis yang lalu, 21 Jumāda al-Ūla 1444 H / 14 Desember 2022, saya bisa mengkhatamkan kitab Ta'lÄ«m al-Muta'allim bersama para santri di pondok. Meski ditulis sekitar delapan abad yang lalu, namun kitab ini tetap relevan untuk dijadikan panduan belajar sampai hari ini. Konsep ilmu al-hāl dari al-ZarnÅ«jÄ« bisa menjadi panduan menyikapi tsunami informasi dan kekeliruan ilmu lainnya. Di saat dunia pendidikan penuh dengan tujuan pragmatis, pesan al-ZarnÅ«jÄ« tentang keikhlasan harus dipegang erat. Ketika banyak orang lupa adab kepada ahli ilmu, peringatan al-ZarnÅ«jÄ« tentang pentingnya memuliakan ilmu dan ahlinya ibarat alarm yang menyadarkan betapa indahnya tradisi ilmu dalam Islam. 

Tulisan ini sekedar berbagi kebahagiaan kepada sahabat sekalian. Banyak hikmah yang saya dapatkan dengan mempelajari kitab Ta'lÄ«m al-Muta'allim ini, mengamalkannya dan membagikannya kembali kepada para santri. Mudah-mudahan Allah SWT meridhoi semua ikhtiyar kami. Pun semoga semua yang belajar mendapat ilmu yang bermanfaat dan berkah. 

Jum'at, 22 Jumāda al-Ūla 1444 H / 16 Desember 2022

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086