Ketika Fiqih Jadi Alat Mencari Dunia: Peringatan Imam al-Ghazali
Oleh: Muhammad Azmi Balapradana (Santri SMA Pesantren At-Taqwa Depok, 16 tahun)
Artikel Ilmiah
Liputan Kegiatan

Masih dalam dalam pengantar kitab Ihya Ulumiddin, Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa ilmu muamalah dibagi menjadi dua jenis, yaitu ilmu zahir dan ilmu batin. Ilmu zahir adalah ilmu yang berkaitan dengan ibadah seperti sholat dan puasa, juga berkaitan dengan kebiasaan seperti makan dan tidur. Adapun ilmu batin adalah ilmu yang berkaitan dengan segala bentuk akhlaq baik dan juga buruk.
Kedua ilmu ini merupakan ilmu yang penting dipelajari dan diamalkan. Mengapa demikian? sebab jika tidak ada pada diri seseorang atau hanya memiliki salah satunya saja, maka akan menimbulkan potensi amal yang rusak atau cacat. Karenanya imam al-Ghazali menekankan untuk mempelajari kedua ilmu tersebut.
Latar belakang Ihya
Hadirnya kitab Ihya merupakan satu upaya imam Al-Ghazali untuk menyadarkan masyarakat bahwa ilmu dan amal tidak berhenti pada manfaat dunia semata, tapi benar-benar mengantarkan pada kebahagiaan akhirat.
Karena memang salah satu problem yang dihadapi oleh umat Islam saat itu adalah munculnya para ahli ilmu yang lebih cinta pada dunia ketimbang akhirat. Tak sedikit ahli ilmu yang rela menggadaikan ilmunya untuk mendapatkan kedudukan, harta atau pujian manusia.
Salah satu buktinya, tidak sedikit para ahli fikih pada masa itu berharap agar “dilirik” dan dipilih oleh elit kerajaan. Lewat jalur itu mereka bisa memperoleh kenyamanan hidup, kedudukan terhormat dan posisi strategis dalam lingkar kekuasaan.
Fenomena ini pun akhirnya tidak hanya menjangkiti para ulama, namun juga masyarakat awam. Mereka mempelajari ilmu fiqih dengan tujuan yang keliru, yaitu demi popularitas dan harapan satu hari dapat ditunjuk oleh elit penguasa. Hal inilah yang menjadi problem umat Islam pada masa itu.
Tingginya minat masyarakat terhadap ilmu fiqih ini pun dijadikan oleh Imam al-Ghazali sebagai peluang untuk menyadarkan masyarakat dan ulama akan orientasi ilmu. Beliau menempatkan ilmu fiqih di dalam kitab al-Ibadah sekaligus menyertakan ancaman-ancaman yang akan didapati bila ilmu fiqih itu disalah gunakan. Harapannya agar para penuntut ilmu bisa kembali meluruskan niat belajarnya hanya untuk Allah Taala.
Pesan ini kemudian ditegaskan kembali oleh Imam al-Ghazali dalam Kitab al-Ilm, kitab pertama dalam Ihya, yang membahas adab, niat, dan tujuan menuntut ilmu.
*
*
*
*
*
*
(Resensi mata kuliah “Reading Text Kitab Al-Ilm - Ihya Ulumiddin bersama Dr. Muhammad Ardiansyah pada Kamis, 4 September 2025)