Jejak Yunani dalam Krisis Pemikiran Kristen Eropa

Oleh: Farras Zahy Putra Satriawan (Santri SMA At-Taqwa Depok, 16 tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
...

Jika kita bertanya pada mayoritas orang mengenai peradaban apa yang memberikan sumbangsih paling besar bagi gerak sejarah manusia modern, tentu sebagian orang akan menjawab: Peradaban Yunani. Peradaban besar ini memang meninggalkan warisan yang sangat signifikan. Mulai dari matematika, filsafat hingga seni dan sastra. Peradaban Yunani turut memberikan andil yang sangat besar. Tak terkecuali bagi peradaban yang memiliki hegemoni besar di dunia dewasa ini, peradaban Barat.

Namun, warisan Yunani ini tidak hanya memengaruhi dunia filsafat atau sains, tetapi juga membentuk kerangka teologis agama Kristen di Eropa. Pada abad ke 18, Paus John XXIII, menyerukan ajakan “aggiornamento” kepada dunia Kristen Eropa. 

Menurut Prof. al-Attas dalam Islam and Secularism, ajakan ini merupakan satu refleksi dari kekhawatiran elite Kristen terhadap gelombang sekularisasi-modernisasi yang melanda Eropa sejak masa enlightenment. Mereka khawatir, apakah agama Kristen mampu bertahan dihantam arus sekularisasi-modernisasi. Walaupun awalnya ajakan itu ditujukan kepada umat Kristen, namun dalam praktiknya Paus John juga membuka ruang dialog dengan agama-agama lain, termasuk Islam, untuk merespons tantangan sekularisme.

Identifikasi akar persoalan ini semakin jelas ketika seorang teolog dan sejarawan Protestan asal Jerman, Adolf von Harnack mengemukakan idenya. Menurut Harnack, kelemahan Kristen tak mampu bertahan melawan sekularisme, adalah karena Kristianitas dibentuk berdasarkan framework Yunani. Dari mulai konsep Trinitas hingga kitab suci, semuanya adalah warisan Yunani, bukan orisinalitas wahyu Kristen.

Itulah mengapa Harnack mengajak dunia Kristen Eropa untuk melakukan “de-Hellenisasi Kristen”. Sebagaimana dicatat Dr. Nirwan Syafrin, konsep filsafat Yunani, seperti Tuhan sebagai supra-rasional person, epistemologi keberadaan (being) Yunani, dan lain-lain, sudah tak lagi relevan dan tak mampu bertahan menghadapi sekularisasi. Berangkat dari sini-lah, filsafat Yunani mulai mengalami pengasingan.

Namun di sinilah muncul paradoks. Mereka beranggapan bahwa semua aspek Yunani harus dilepaskan dari Kristianitas, termasuk epistemologinya. Sementara konsep keberadaan metafisika (being of metaphysics) yang dirumuskan Thomas Aquinas, juga berangkat dari epistemologi Yunani. Hal inilah yang sempat membuat umat Katolik yang bersifat tradisional ragu untuk mengkampanyekan ide ini. Menghapus Yunani berarti merombak total kerangka teologi Katolik.

Perdebatan mengenai hal ini masih terus berlangsung hingga hari ini. Di satu sisi, ada dorongan untuk meninggalkan kerangka Yunani demi menyelamatkan kekristenan dari sekularisasi. Di sisi lain, menghapus Yunani justru berarti membongkar bangunan teologi yang telah mapan berabad-abad lamanya. Pertentangan ini melahirkan berbagai aliran pemikiran dalam tubuh Kristen sendiri, sekaligus menunjukkan betapa rumitnya posisi mereka dalam menghadapi tantangan sekularisme modern. 

*
*
*

(Resensi mata kuliah Reading Text Islam and Secularism bersama Dr. Nirwan Syafrin pada Selasa, 19 Agustus 2025)

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086