Imam Al-Ghazali: Pelajarilah Ilmu Sampai Lapisan Terdalamnya

Oleh: Jundi Haroki & Andini Sari (Santri SMA At-Taqwa College, 16 tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
...

Imam al-Ghazali adalah seorang ulama yang sangat masyhur. Ia dijuluki sebagai Hujjatul Islam (argumentasi Islam) karena keahliannya dalam berbagai bidang disiplin ilmu mulai dari fiqih, aqidah, hadits, ushul fiqih, filsafat dan lainnya. Karyanya pun sangat banyak, salah satunya Ihya Ulumiddin yang sedang kami kaji saat ini. 
 
Kitab populer karya sang imam ini memiliki empat bagian, yang mana setiap bagiannya memiliki 10 kitab. Bagian pertama membahas tentang ibadah, kedua seputar adat, ketiga tentang hal-hal yang dapat membinasakan seseorang (al-Muhlikat) dan terakhir berisi tentang hal-hal yang dapat menjadi penyelamat (al-Munjiyat).

Bagian ibadah dimulai dengan kitab ilmu (kitab al-Ilm). Pembahasan ini sangat krusial, sebab semua hal membutuhkan ilmu termasuk ibadah. 
 
Kewajiban menuntut ilmu didasari oleh hadits Nabi Muhammad Saw yang artinya “Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim.” Inilah yang menjadi dalil utama bagi sang imam dalam pentingnya menuntut ilmu. Hanya saja perlu diperhatikan, bahwa semua ilmu tidak sama, melainkan memiliki tingkatannya. Imam al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi fardhu ain dan fardhu kifayah, serta yang bermanfaat dan membahayakan. 
 
Lapisan terdalam ilmu

Di awal pengantar Ihya, sang hujjatul Islam memaparkan kenyataan yang terjadi pada masanya, di mana banyak pelajar yang menyangka dirinya telah mendapatkan ilmu, sudah menjadi ahli, padahal tidak. Apa yang mereka kira sebagai ilmu, ternyata hanyalah kulit luarnya saja. Sehingga, ia tidak memahami ilmu tersebut hingga ke daging terdalamnya. 

“Jika hanya mempelajari kulit luar suatu ilmu, itu hanyalah sebuah formalitas belaka. Fenomena semacam ini layaknya fatamorgana, di mana seseorang yang berada di tengah gurun mengaku melihat air, padahal itu hanya ada dalam imajinasinya saja,” ujar Ustadz Ardiansyah dalam pertemuan kedua kelas Reading Text Ihya Ulumddin.

Fakta ini menjadi pelajaran sekaligus teguran, bahwa dalam menuntut ilmu, seseorang harus mendalami hingga “dagingnya”. Misalnya ilmu thaharah (bersuci). Kulit terluar dari ilmu ini adalah thaharah dari hadats dan najis. Lapisan kedua adalah bersuci dari maksiat, yaitu bagaimana menjauhi dan menghindari maksiat. Lebih dari itu, di lapisan ketiga ialah bagaimana mensucikan jiwa (thaharah al-Nafs) dari semua yang merusaknya. Adapun lapisan terdalamnya ialah mensucikan diri dari selain Allah, dan inilah bagian terberatnya. 

Lebih lanjutnya ustadz Ardiansyah menjelaskan bahwa “tingkat tertinggi dari ilmu thaharah atau bersuci ini adalah ketika seseorang tidak lagi mengharapkan apa-apa selain Allah. Sikap seperti ini tentu sesuai dengan pemahaman seseorang, dan itu tidak sama antara tiap orang.”

(Resensi materi kuliah Reading Text Ihya’’Ulumiddin sesi-2 bersama Dr. Muhammad Ardiansyah pada Kamis, 31 Juli 2025)

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086