Imam Al-Ghazali: Orang Berilmu Dinisbahkan Setelah Nabi, Disebut Sebelum Syuhada

Oleh: Belinda Bilqis Ziraili dan Muhammad Azzam Mubarok (Santri SMA Pesantren At-Taqwa Depok, 16 Tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
...

Dalam kitab Ihya Ulumiddin, Imam Abu Hamid al-Ghazali mengutip satu Hadits (yang artinya):

Rasulullah bersabda, “Tiga golongan yang akan memberi syafaat kelak di hari Kiamat, yaitu; para nabi, kemudian para ulama, kemudian para syuhada.

Ulama ataupun Ahli ilmu, dalam keterangan Imam al-Ghazali, telah Allah berikan kedudukan yang amat tinggi. Sebab, ia disandarkan langsung setelah para Nabi untuk memberi syafaat di akhirat kelak. 

Bahkan, lanjut al-Ghazali, para ulama disebut lebih dahulu dari para syuhada yang telah berjihad. Hal demikian tidaklah dimaksudkan merendahkan para syuhada. Melainkan merupakan isyarat akan tingginya kedudukan ilmu dan ahlinya. 

Dalam al-Quran, Imam al-Ghazali mengutip satu ayat (artinya):

 “Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat.” 

Kata (Libaasan) dalam Qs. al-Araf: 26 di atas memiliki arti pakaian, yang kemudian ditafsirkan sebagai ilmu. Menurut Imam al-Ghazali, hal ini untuk mengumpamakan ilmulah yang akan menjadi perhiasan sekaligus penutup aurat. 

Kebodohan manusia, al-Ghazali analogikan sebagai aib juga aurat yang perlu disembunyikan bahkan dihilangkan. Maka ilmulah yang kemudian menghiasi pribadi seseorang. Sebab, manusia pada definisinya ialah hayawaan an-naathiq (makhluk yang bernalar), dan ilmulah yang sejatinya mampu menghiasi nalar/akalnya tersebut.

Selain ayat yang disebutkan diatas, masih banyak ayat-ayat lain yang menampilkan kisah terkait keagungan ilmu dan orang-orang yang memiliki ilmu. Semua kisah yang terdapat di al-Quran bukanlah sebuah cerita dongeng seperti apa yang disebutkan para orientalis Barat. 

Banyak berita-berita menarik terkait bagaimana AllahSubhanahu wa Ta ala mengagungkan para penuntut ilmu. Seperti dengan mengabarkan bahwa para malaikat, hewan, dan tumbuhan ikut melantunkan dzikirnya, serta memohon ampun untuk para penuntut ilmu. Menjadi sebuah bukti nyata bahwa ilmu, dalam pandangan Islam, sangatlah diagungkan

Ahli Ilmu, dalam sabda Nabi diberi gelar Pewaris-nya. Sebagaimana dalam sebuah hadits;

Ulama adalah pewaris para Nabi”

Tingginya kedudukan para ulama yang disetarakan dengan pelanjut para Rasul, memang bukan sembarang gelar. Sebab, setelah para Nabi dan Rasul wafat, ketentuan hukum-hukum yang telah Allah turunkan banyak diambil daripada ijtihad para ulama. 

Jika dahulu hukum syariat mengacu kepada para Nabi, maka setelah para Nabi wafat mengacu kepada para ulama yang berotoritas. Maka sah jika sebuah ijtihad ulama dijadikan landasan hukum oleh sekelompok masyarakat. 

Terkadang hukum yang ditentukan oleh para ulama tergantung kondisi daripada masalah tersebut. Sebagaimana terdapat pada kisah seorang raja yang berhubungan dengan istrinya pada siang hari di bulan Ramadhan. 

Menurut Madzhab Maliki, laki-laki tersebut memiliki pilihan kafarat untuk mengganti puasa selama dua bulan berturut-turut, membebaskan seorang budak, atau memberi makan 60 orang miskin. 

Ulama di masa itu seluruhnya bungkam dan segan memberikan hukum terhadap raja. Namun terdapat salah satu ulama yang berani menjatuhkan kafarat terhadap raja dengan berpuasa selama dua bulan berturut-turut. 

Ulama lainnya bertanya-tanya mengapa sang Raja tidak diberikan kebebasan untuk memilih pilihan membebaskan budak ataupun memberi makan orang miskin. Namun di antara hikmahnya, ialah untuk memberi pemahaman terhadap raja agar ia tidak mengulangi kesalahan yang sama. 

Sebab, jika halnya raja diberikan hukuman membebaskan budak ataupun memberi makan orang miskin, boleh jadi esok ia melakukan hal yang sama. Karena bagi seorang raja, terlalu mudah jika hanya membebaskan seorang budak atau memberi makan 60 orang miskin. 

Maka ilmu dan Ulama menduduki kedudukan yang amat penting dalam Islam. Keduanya memiliki keutamaan yang tinggi, baik dalam nash ataupun tradisi kebudayaan Islam.

*
*
*

(Artikel ini merupakan Materi Kuliah Reading Text Ihya Ulumiddin yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Muhammad Ardiansyah di kelas At-Taqwa College 1 pada Kamis, 18 September 2025)

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086