Dari Hati ke Tulisan: Sejarah Singkat Pengumpulan al-Qur’an

Oleh: Hisyam Ahmad Fahreiza (Santri SMA At-Taqwa College, 16 Tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
...

Ulumul Quran kembali diajarkan di tingkat ATCO 1 (SMA kelas 2). Pembahasannya seputar pengumpulan dan penulisan al-Quran, setelah mengenal definisi al-Quran, nuzul Quran, konsep wahyu dan lain sebagainya yang menjadi lapisan luar dari al-Quran. 

Al-Quran sudah dijaga dalam hati (dihafal) dan ditulis dalam sejumlah media pada masa Nabi. Kala itu terdapat dua jenis penulisan. Pertama, tulisan resmi, di mana ketika turun wahyu Nabi memerintahkan para penulis wahyu (kuttab al-Wahy) untuk menulisnya. Kedua, yang bersifat pribadi, yakni tulisan milik para sahabat yang diizinkan untuk menulis al-Quran. 

Media penulisan kala itu tidak semewah hari ini. Kala itu wahyu dituliskan di pelepah kurma, tulang, kulit, batu, dan lain sebagainya. Pada intinya semua tulisan ini terjaga dan lengkap. Kenapa belum dikumpulkan menjadi buku, sebab saat itu al-Qur’an masih dalam proses turun dan belum tetap dan final, sehingga jika dibukukan akan terjadi revisi berkelanjutan.

Pada masa Abu Bakar lah kemudian al-Qur’an dijadikan dalam satu buah kumpulan tulisan. Pengumpulan yang terjadi pada masa Abu Bakar dilatar belakangi banyaknya penghafal Qur’an yang wafat dalam perang Yamamah. Sehingga kala itu Umar menyarankan Abu Bakar untuk mengumpulkan al-Qur’an menjadi satu agar wahyu tetap terjaga.

Zaid bin Tsabit ditunjuk sebagai ketua dari pengumpulan al-Qur’an karena beberapa alasan, antara lain ia masih berusia muda, ber-akhlaq baik, cerdas, merupakan penulis wahyu, dan pernah menyaksikan ‘urdhatul akhiroh (pembacaan nabi dengan Jibril yang terakhir). Oleh karenanya ialah yang ditunjuk memimpin dari kodifikasi al-Qur’an.

Metodologi Zaid bin Tsabit dalam kodifikasi al-Qur’an dilakukan dengan cara mengumpulkan semua orang yang memiliki hafalan dan tulisan al-Qur’an ke Masjid Nabawi, dengan syarat membawa dua saksi. Menurut Ibn Hajar maksud dua saksi ialah hafalan dan tulisan, namun menurut As-Sakhawi dua saksi adalah dua orang yang menyaksikan tulisan itu ditulis dihadapan Nabi Muhammad. 

Sehingga dengan adanya dua syarat tersebut membuat al-Quran akan tetap terjaga keotentikan sebagai wahyu bersumber dari Allah Swt. Karenanya proses pengumpulan al-Qur’an dilakukan dengan sangat ketat.

Pengumpulan al-Quran terjadi kembali di periode Utsman bin Affan. Insyallah akan diuraikan lebih lanjut dalam tulisan berikutnya. 

(Catatan kuliah Ulumul Quran sesi 2 bersama Ust. Bana Fatahillah, Kamis 31 Juli 2025)

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086