Tasyakur 77 Tahun Kemerdekaan Bersama Dewan Da’wah

Oleh: Muhammad Harits Abdurrahman (Santri PRISTAC 1 - Pesantren At-Taqwa Depok, 16 tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Tasyakuran menjadi upaya memaknai Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Inilah yang dingkat oleh Dr. Adian Husaini (Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia) dalam Pidato dan Dialog Ketua Umum DDII. Tasyakur 77 tahun kemerdekaan Indonesia tersebut mengambil tema “Ingatlah Pesan Kemerdekaan Mohammad Natsir, Agar Bangsa Kita Hebat”. Sebagai umat Islam di Indonesia, selain perlu memperingati peristiwa kemerdekaan ini, kita juga perlu untuk mensyukuri peristiwa kemerdekaan ini. Kemerdekaan kita adalah hasil pemberian dan merupakan rahmat dari Allah SWT. Ia juga merupakan buah perjuangan para ulama kita yang bekerja dan berjuang tanpa henti.

Acara peringatan kali ini masih dilakukan melalui Zoom Meeting’s Room. Meski daring, acara ini dihadiri oleh keluarga besar DDII dan juga beberapa pesantren yang menyimak acara ini bersama-sama. Terpantau dalam ruang Zoom tersebut ada Ma’had Aly QQ, Ma’had Aly Ibadurrahman, dan Pesantren at-Taqwa Depok sendiri. Bahkan acara ini juga dihadiri oleh Aisja Natsir R yang merupakan keturunan langsung dari Buya M. Natsir.

Acara dibuka secara formal oleh Bapak Dwi Budiman pada pukul 20:10, meskipun sebenarnya, para peserta sudah bergabung sejak pukul 19:50. Seusai memberikan salam dan sambutannya, Dr. Adian Husaini segera memberikan pidatonya dengan bantuan power point. Ia membuka materi dengan penjelasan mengenai peristiwa pengumuman janji kemerdekaan dari Jepang bagi bangsa Indonesia melalui perdana menterinya Kuniaki Koiso pada tanggal 7 September tahun 1944.

Mendengar berita besar itu, sontak umat Islam merasa sangat gembira, dan melakukan acara apel akbar seminggu kemudian. Pada acara itu, K.H. Abdul Kahar Muzakkir menjadi orator dan menyampaikan pidatonya di hadapan khalayak ramai umat Islam. Dalam pidatonya, ia membandingkan sejarah Indonesia dengan sejarah Madinah. Ia berharap bahwa suatu saat Indonesia bisa berjaya sebagaimana peradaban Islam di Madinah berjaya.

Dr Adian banyak mengungkapkan betapa besar jasa para ulama terhadap kemerdekaan Indonesia yang di kemudian hari terwujud. Walaupun jarak waktu di antara mereka sangat jauh, hingga ratusan tahun, tapi sejatinya ada satu tali kuat yang menghubungkan mereka semua. Yaitu, tali keislaman dan keimanan. Hal ini, yaitu perjuangan para ulama kita, tentulah harus diperingati. Untuk itu jugalah acara ini dilaksanakan.

Kita mengenal Syekh Yusuf al-Maqossari yang dengan keilmuan dan pengaruhnya mampu memimpin sekitar 4.000 pasukan di seluruh Jawa Barat untuk melawan penjajahan Belanda. Ia aktif dalam melakukan perlawanan, sekaligus aktif dalam menulis kitab-kitab keagamaan. Bahkan, walaupun sudah tertangkap dan dibuang ke Sri Lanka dan Afrika Selatan, Syaikh Yusuf justru berhasil menyebarkan dan mengembangkan dakwah Islam disana.

Kita juga mengenal KH Ahmad Dahlan. Usahanya dalam mencetak generasi terbaik, melalui bidang pendidikan juga berbuah manis. Tak sedikit pejuang-pejuang besar yang terbentuk di Muhammadiyah. Lalu, usaha Ahmad Dahlan dalam menyadarkan masyarakat Indonesia untuk bangkit dan melakukan perlawanan pun tak bisa dianggap remeh. Banyak rakyat Indonesia kala itu yang tidak merasa dijajah oleh Belanda, bahkan ada yang malah bangga karena bisa berbahasa Belanda.

Pada pembahasan inti mengenai pesan kemerdekaan M. Natsir, para santri diajak mengenal M. Natsir lebih dekat melalui pemikiran kemerdekaannya. Mohammad Natsir sangat dikenal sebagai seorang tokoh yang dengan Mosi Integralnya mampu menyatukan kembali Indonesia yang dipecah-pecah oleh Belanda. Tak hanya itu, Pak Natsir pun aktif dalam menyampaikan kritik-kritiknya ketika melihat fenomena yang terjadi di Indonesia. Baik itu kepada pemerintah ataupun masyarakat umum secara luas. Usahanya itu berupaya mencegah Indonesia menjadi negara yang benar-benar sekuler. Para santri pun sepatutnya tidak bisa melupakan jasanya.

“Kenapa ulama kita ketika kemerdekaan sangat mempertaruhkan jiwa raga? Karena penjajahan ini bukan sekedar masalah politik atau ekonomi. Tapi juga masalah agama, begitu tegas Ketua Umum DDII ini. Menurutnya, sejak tahun 20-an, Pak Natsir sudah mengkritik sekularisme. Ia ingin membentuk sebuah bangsa yang tidak sekuler. Dengan demikian, pengorbanan jiwa raga yang dikerahkan bangs aini sepatutnya dijaga, Inilah yang menjadi pesan penting M. Natsir yang disampaikan oleh Dr. Adian Husaini.

Menurut Dr. Adian, pada tahun 50-an, Pak Natsir sering mengingatkan bahwa bahwa bangsa yang baru merdeka seharusnya menjaga jiwa pengorbanannya. Baru merdeka itu maksudnya belum sampai pada tujuan yang dicita-citakan dalam kemerdekaan tersebut. Perjalanan masih jauh. Sebelum bangs akita merdeka, bangs akita punya jiwa yang sangat bagus; jiwa gotong-royong dan jiwa pengorbanan. Kini setelah baru sebentar dari kemerdekaan itu, orang-orang mulai menghitung pengorbanannya; menuntut pengorbanannya dilihat masyarakat.

Dr. Adian menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan dari kemerdekaan itu saat ini dan di masa yang akan datang, orang harus memiliki jiwa pengorbanan. Sebagaimana yang sering disinggungnya, bahwa sebuah bangsa tidak akan maju sebelum ada di antara segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya. Ini bermakna sikap ikhlas dan tanpa pamrih dalam berkorban. (Ahd.)

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086