Sejumlah Alumni At-Taqwa Depok Ulas Karyanya di IIUM Kuala Lumpur; Catatan Educational Journey to Malaysia #14

Oleh: Tim Humas At-Taqwa
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Bekerja sama dengan Islamic Studies Forum for Indonesia (ISFI) International Islamic University of Malaysia (IIUM), Selasa (18/11/2024) Pesantren At-Taqwa Depok menggelar Dialog Santai dengan judul “Budaya Menulis di Kalangan Anak Muda dan Diskusi Buku Karya Alumni Pesantren At-Taqwa“ di IIUM.  

Dalam forum tersebut beberapa alumni At-Taqwa College mendapat kesempatan baik untuk mendiskusikan seputar budaya menulis serta buku-buku karya mereka. Di antara pembicara tersebut adalah: Fatih Madini (22 tahun) Azzam Habibullah (23 tahun) dan Nabil Abdurrahman (19 tahun).

Kegiatan ini sendiri diselenggarakan oleh Islamic Studies Forum for Indonesia (ISFI-IIUM). Pembina ISFI-IIUM, Asst. Prof. Dr. Alwi Alattas sendiri merupakan Direktur Pesantren for the Study of Islamic Thought and Civilization (PRISTAC) -- pendidikan setingkat SMA di Pondok Pesantren At-Taqwa Depok -- pada tahun 2017-2019.

Di antara pembicara tersebut, Fatih Madini menguraikan isi bukunya “Solusi Kekacauan Ilmu”. Buku ini sempat masuk nominasi 10 buku terbaik Islamic Book Fair, tahun 2024. Tahun 2018, saat berusia 16 tahun, ia sudah mempresentasikan buku pertamanya di Kuala Lumpur. Judulnya: “Mewujudkan Insan dan Peradaban Mulia”.
Penulis empat judul buku ini menyampaikan ada empat cara untuk solusi kebodohan untuk meningkatkan literasi.

  1. Memiliki pemahaman bahwa ilmu itu mulia. Mesti dipahami bahwa Islam memiliki satu konsep tersendiri seputar kemuliaan ilmu. Pemahaman betapa mulianya ilmu dalam pandangan Islam inilah yang harus dijabarkan dan ditanamkan dengan sebaik mungkin.  Lebih jauh seputar kemulian ilmu dalam agama,  Imam al-Ghazali berulang menegaskan,, “kalau ilmu itu adalah urusan terbaik/ terpenting maka orang yang mempelajari ilmu telah mencari hal yang paling afdhol, dan orang yang mengajarkannya sedang memberi hal terbaik di dunia ini” bangsa manapun yang kuat militernya akan hancur kalau tidak punya budaya ilmu yang baik.
  2. Memahami Sejarah dari Tradisi ilmu dalam Peradaban Islam. “Kegemilangan setiap peradaban Islam dari nabi Muhammad sampai turki Utsmani adalah karena kegemilangan ilmu“, sebagaimana dinukil dari Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi. Selain itu, pernyataan “ilm is Islam“ dari Orintalis Barat terkemuka bernama Franz Rosenthal kiranya cukup untuk menggambarkan betapa identiknya ilmu dengan Islam. Juga sebaliknya, bahwa Islam sejatinya adalah agama ilmu.
  3. Mengembalikan Budaya Literasi. Menurut Fatih, alasan mengapa orang minus literasi adalah Karena disempitkan oleh pemikiran sekolahisme. Pemahaman bahwa kegiatan menuntut ilmu terbatas hanya di kampus, belajar hanya di dalam kelas ketika keluar kampus tidak belajar tidak mengikuti majelis ilmu di masjid. Nanti menganggap hal hal semacam ibadah tidak masuk ke dalam ruang lingkup pendidikan ini sempit sekali.
  4. Menyeimbangkan antara intelekualisme dan aktivisme. Kedua hal ini mesti seimbang, sebab di dalam sejarah Islam sendiri, keduanya tidak pernah ‘Jomplang’. Di masa nabi misalnya, ada ibn Abbas sebagai intelektual serta ada Khalid bin Walid yang aktif dengan jihad qitalnya.

Sebagai penutup, Fatih mengingatkan adanya banyak pesantren yang sejatinya sudah mengajarkan litarasi Islam, namun masih kurang dalam penanaman. Selain itu, menurutnya pula hasil literasi tersebut masih kurang direlevansikan dengan kehidupan sekarang sehingga kecintaan atau pertumbuhan literasi itu belum cukup baik.

*

Editor: Nabil

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086