Ke Yogyakarta, Belajar Sejarah Perjuangan Pangeran Diponegoro
Oleh: Ammar Ibrahim & Ilcira Edgina Zahidah Martin (Santri SMP Pesantren At-Taqwa Depok, 14 Tahun & 15 Tahun)
Artikel Ilmiah
Liputan Kegiatan
Santri 3 SMP Pesantren At-Taqwa Depok, pada Kamis (27/11/25), mengunjungi Pendopo dan Museum Pangeran Diponegoro di Yogyakarta. Pendoponya dibangun di atas kediaman Pangeran Diponegoro. Museumnya memiliki 413 koleksi.
Kunjungan ini merupakan bagian dari program Rihlah Sejarah usai menjalani pembelajaran selama satu bulan di Pandaan, Jawa Timur. Melalui kunjungan ini, para santri diharap dapat belajar langsung tentang sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro
Nama asli Pangeran Diponegoro adalah Raden Mas Ontowiryo. Beliau lahir pada tanggal 11 November 1785 di Keraton Yogyakarta. Pangeran Diponegoro adalah putra sulung dari Sultan Hamengkubuwono III dari Kesultanan Yogyakarta. Beliau sejak kecil mendapati pendidikan baik di lingkungannya termasuk ilmu agama.
Saat Pangeran Diponegoro sudah berumur beberapa tahun beliau diberikan kepada Ratu Ageng Tegalrejo untuk mendidiknya lebih jauh. Ratu Ageng mendidiknya tentang nilai-nilai keagamaan, keadilan, dan mengajarkannya banyak pengetahuan serta keterampilan.
Karena didikan yang diberi oleh Ratu Ageng, Pangeran Diponegoro memiliki jiwa pejuang yang besar. Hal ini ditunjukkan dalam Perang Diponegoro.
Perang Diponegoro (Perang Jawa) berlangsung selama lima tahun. Bermula pada tahun 1825-1830. Perang itu disebabkan penjajahan Inggris-Belanda. Mereka berkuasa secara tidak adil, merugikan penduduk Jawa, khususnya yang beragama Islam.
Pangeran Diponegoro marah. Mulailah pertentangan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda. Pada puncaknya, Belanda mengepung Pangeran Diponegoro dari setiap sisi selain Barat. Pangeran Diponegoro kemudian terpaksa menjebolkan tembok di sisi Barat.
Ada tiga pendapat mengenai siapa yang menghancurkan tembok itu: Pangeran Diponegoro. Kuda Pangeran, dan para pengikutnya. Setelah itu Pangeran Diponegoro pergi ke Gua Selarong di Bantul untuk berlindung, mengumpulkan pasukan, dan menyiapkan strategi perang.
Terjadilah Perang Jawa, perang yang sangat menguras kas Belanda. Pangeran Diponegoro memang tidak menang. Tapi bukan karena menyerah. Ia ditangkap karena ditipu oleh Belanda saat datang ke Magelang, memenuhi undangan perundingan damai pada tanggal 28 Maret 1830. Ia datang untuk berdiskusi, bukan untuk menyerahkan diri.
Meskipun awalnya berharap perundingan akan berhasil, Belanda sebenarnya telah menyiapkan jebakan dan menangkapnya di sana, yang kemudian membawa kepada akhir Perang Diponegoro.
Setelah penangkapan, Pangeran Diponegoro langsung dibawa ke Batavia dan kemudian diasingkan ke Manado, lalu dipindahkan ke Makassar, tempat ia akhirnya wafat pada tahun 1855.
Selain Museum Diponegoro, para santri juga mengunjungi Kota Gede dan Kauman. Kota Gede adalah lingkungan masa kecil tokoh besar Muslim Indonesia, Prof. H.M Rasjidi. Dalam sejarahnya, Kota Gede juga menjadi tempat awal kerajaan Mataram Islam.
Di Kota Gede, mereka disambut oleh tiga pemandu. Para Santri diperkenalkan seputar sejarah Kota Gede. Salah satunya adalah sejarah Kota Gede sebagai ibu kota Mataram. Ia dahulu dinamai kota perak karena sepanjang jalan banyak pengrajin-pengrajin perak.
Bahkan para pemandu juga menjelaskan bahwa jalanan-jalanan di sana sering dipakai untuk para konten kreator membuat konten mereka. Mereka juga mengajak para santri mengunjungi beberapa tempat bersejarah di sana, seperti rumah pocong, langgar dhuwu, dan rumah indis.
Usai dari Kota Gede, para santri pergi ke Kauman. Ia adalah tempat awal berdirinya Muhammadiyah. Kauman juga menjadi tempat perjuangan meneguhkan Islam di keraton dan kota Yogyakarta.
Di Kauman, para santri banyak mengunjungi tempat bersejarah. Di antaranya seperti Masjid Gede Kauman, Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah, dan TK (Taman Kanak-Kanak) Muhammadiyah, ABA KAUMAN, yang dibangun oleh Siti Umiyyah yang kala itu masih berumur 14 tahun.
Mereka juga mengunjungi makam Nyai Ahmad Dahlan untuk kemudian berdoa bersama. Para santri kemudian melipir ke Malioboro, untuk menikmati suasana kota dan berbelanja.