Santri at-Taqwa dan Madinatul Qur'an Diskusikan Bersama Soal Tantangan Pemikiran Pesantren hingga Sains Islam

Oleh: Khalidah Abdullah dan Muhammad Miftah Hasan (Santri PRISTAC—Tingkat SMA—Pesantren at-Taqwa Depok, 16 tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Matahari telah terorbit di puncak singgasananya. Senin, 29 Mei 2023, ba’da zuhur, pukul 12.30 WIB, kontingen pemakalah kedua yang berjumlah enam orang berangkat untuk menyajikan dan mendiskusikan makalah bersama para guru dan santri di Pesantren Madinatul Qur’an.

Rombongan tiba tepat waktu sebelum pukul 13.00 WIB. Didampingi oleh Ustadz Abdul Hakim dan Ustadz Nur Yaqin Iman, kami diarahkan terlebih dahulu ke kantor utama. Di sana kami bertemu dengan Direktur Pesantren Madinatul Qur’an, Dr. Muhammad Yusuf Salmon. Kami berbincang banyak terlebih dahulu dengannya mengenai makalah yang akan dibahas.

Terdapat tiga pemakalah yang siap menyaji dan mendiskusikan tulisannya di pesantren Madinatul Qur’an. Mereka adalah Muhammad Ayyaz Malik Aystar dengan makalahnya berjudul “Kristenisasi di Indonesia dalam Pandangan Mohammad Natsir”. Kedua ada Muhammad Fathan Qoriiba dengan makalahnya yang berjudul “Peran Pesantren di Tengah Tantangan Pemikiran: Sejarah dan Visi Kebudayaan”. Ketiga yakni Alfidhiya Zitazkiya Fika dengan makalahnya yang berjudul “Sains dan Peradaban Islam: Konsep Sains Islam dalam Tradisi Keilmuan Umat Islam”.

Sebelum berangkat ke forum masing-masing, Dr. Yusuf Salmon mengucapkan selamat datang dan mempersilakan para santri duduk serta memberikan beberapa pertanyaan kepada mereka. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan singkat, nemun kritis. Alhamdulillah, seluruh santri menjawab dengan baik, singkat, jelas, dan memuaskannya. Ia mengapresiasi betul usaha para pemakalah yang datang untuk menyampaikan makalah mereka dan mendo’akan agar lancar.

“Insya Allah, Doktor semua ini,” ujar beliau sambil tertawa kecil. Ramah tamah itu kemudian dilanjutkan dengan penyerahan kenang-kenangan berupa buku terbitan YPI at-Taqwa dan Himpunan Makalah PRISTAC 2 Angkatan 5. Seketika menuju majlis tiba-tiba ia meminta untuk pemakalah akhwat dipisah forumnya dengan yang ikhwan. Hal tersebut di luar perencanaan kami. “Saya percaya dua ustadzah ini bisa menyampaikan makalah mereka dengan baik meskipun kepada anak kelas 7 SMP,” ujar Dr. Muhammad Yusuf Salmon sambil mengangkat kepalan tangan kanannya memberi semangat.

Oleh karena hal tersebut, dua peserta akhwat, yakni Alfidhiya Zitazkiya Fika dan Khalidah Abdullah dibawa ke asrama putri Madinatul Qur’an untuk menyajikan makalahnya. Asramanya cukup jauh di belakang asrama ikhwan dan harus melewati dua petak tanah luas. Bentuk asramanya seperti rumah-rumah pedesaan di negara-negara Barat dengan nuansa kayu coklat jati yang membuat pemandangan dan sirkulasi udara di dalamnya menyejukkan.

Di sana ada satu angkatan santri akhwat, yakni  kelas 7 SMP. Mau tidak mau, makalah harus tetap dipresentasikan sesuai planning, the show must goes on. Pemakalah mendapat waktu 30 menit untuk menyampaikan makalahnya. 15 menit pertama makalah disampaikan oleh Alfidhiya. Akan tetapi, 15 menit terakhir akhirnya diputuskan untuk dibuka forum sharing terkait perjalanan kedua presentator menulis makalah. Alhasil sharing forum itu malah membuat seluruh santriwati lebih semangat dan bahkan mengujarkan banyak pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan seperti “Kakak nggak pusing?” atau “Wah, kalau bahasa Inggris referensinya gimana bacanya, kak?” membuat para pemakalah akhwat juga sangat antusias menjawab.

Setelah forum akhwat selesai, keduanya berpamitan dan menunggu penyajian makalah di bagian santri ikhwan selesai. Selama menunggu, para pemakalah merenung sejenak. Dari pengalaman ini dapat dipetik hikmah bahwa penyampaian sebuah karya ilmiah harus bisa disampaikan siapapun. Penyampainya (mubaligh) harus dapat menempatkan diri dalam menyusun kata dan membuat interest point bagi para lawan bicaranya.

Sementara itu, di bagian pemakalah ikhwan, setelah penyambutan dan ramah tamah dengan Direktur Pesantren selesai, pemakalah ikhwan mendatangi tempat yuang telah disediakan. Tempat presentasi ikhwan ada di aula masjid. Pesantren Madinatul Qur’an terasa luas dan memiliki lahan yang besar. Di aula masjid, terlihat santri-santri Madinatul Qur’an telah menunggu pemakalah. Santri-santri yang menghadari aula tersebut berasal dari kelas 10 dan 11 SMA. 

Kedatangan santri at-Taqwa di aula masjid juga disambut oleh Kepala SMA Tahfizh Qur’an Madinatul Qur’an, Ustadz Ayat Bahrul, M.Pd.I.. Setalah bersalaman dan obrolan ringan dengannya, terlihat MC dari Madinatul Qur’an segera memulai acara presentasi. Pada awalnya suasana sangat canggung. Hingga sambutan dan pengenalan dari perwakilan Pesantren at-Taqwa yaitu Ustadz Hakim (yang puteranya menjadi alumni Madinatul Qur’an) dan juga perwakilan dari Madinataul Qur’an turut memberikan sambutan suasana di aula tersebut menjadi cair.

Pemakalah ikhwan yang pertama adalah Muhammad Fathan Qoriba. Dengan pembawaan yang menarik dan diselingi cerita, para audiens santri nampak antusias dengan penjelasannya. Pada sesi tanya jawab, ada satu santri yang begitu antusias pada tema yang diberikan. Nampaknya ia juga begitu paham dengan tantangan pemikiran kontempoter. Ia bertanya: “Selain sekularisme, paham apa lagi yang cukup marak menjangkiti pemikiran kaum muslimin?” Fathan pun menjawab dengan cukup baik.

Pemakalah kedua adalah Muhammad Ayaz Malik Asytar. Makalah yang disampaiaknnya adalah Pandangan M. Natsir tentang Kristenisasi. Meskipun di kalangan santri tema makalah yang disampaiaknnya masih cukup asing, sajian makalah Ayaz mendapatkan apresiasi dan komentar yang sangat baik dari para asatidz yang hadir di aula tersebut. Salah satu Ustadz mengaku terkagum melihat anak seusia SMA telah membawakan materi tersebut. Kebanyakan kita membaca karya M. Natsir ketika kuliah.

Demikianlah acara presentasi makalah di Pesantren Madinatul Qur’an. Acara tersebut ditutup dengan do’a dan foto bersama serta dilanjutkan dengan salam-salaman. Setelahnya, tanpa disangka terjadi reuni kecil antara Fathan dengan teman masa kecil di pondok lamannya yang saat ini nyantri di Madinatul Qur’an. Mereka berbincang sebentar soal pondok lamanya. Setelah nostalgia yang cukup, santri at-Taqwa bersiap meninggalkan Pesantren Madinatul Qur’an. Wallahu a’lam. (Ahd./Dok: Yaqin/Miftah)

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086