Santri Asal Bali Ini Komentari Teori Kepribadian Sigmund Freud Dengan Konsep Manusia Prof. Al-Attas

Oleh: Nishrina Ghatsani Fathurrahman (Santri At-Taqwa Depok, 18 tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Chamilla Yusuf, santriwati Attaqwa College, sukses memaparkan skripsinya yang berjudul “Kritik Terhadap Struktur Kepribadian Psikoanalisis Sigmund Freud Berdasarkan Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas“, di hadapan dua penguji, Ustadz Khayrurrijal M.Phil. — kandidat Doktor RZS-CASIS Universitas Teknologi Malaysia — dan Ustadz Bana Fatahillah M.Ag. 

Di bawah bimbingan Dr. Nirwan Syafrin, murid langsung Prof. Syed Naquib al-Attas, Chamilla menulis seputar kritik atas teori psikoanalisis Sigmund Freud, dengan kerangka pemikiran Syed Muhammad Naquib al-Attas sebagai landasannya. Sehingga baik tokoh yang dikaji maupun tokoh yang dijadikan landasan, keduanya merupakan tokoh besar yang pemikirannya amat penting untuk dipahami.

Latar belakang penelitian ini, bagi Chamilla, lantaran meningkatnya ketertarikan khalayak luas — khususnya pada masa ini, terhadap ilmu psikologi, pada usaha mereka memahami soal jiwa dan kondisi mentalitas manusia. Namun pada akhirnya, teori-teori psikologi yang dikaji terbatas pada para psikolog Barat modern, salah satunya Sigmund Freud, tokoh Psikologi modern yang menjelaskan bahwa struktur manusia itu terdiri daripada Id, Ego dan Superego.

Penelitian dan penerapan teori Id dan lainnya itu tidak hanya diikuti oleh para pelajar dan psikolog dari Barat, tapi juga oleh mahasiswa ataupun akademisi muslim. Maka berangkatlah penulisan skripsi ini dari keprihatinan santriwati tersebut atas banyaknya dari kaum muslimin yang membenarkan teori dalam ilmu psikologi Barat, semisal dari Sigmund Freud tersebut, tanpa memperhatikan teori mereka dalam timbangan worldview Islam.

Dalam sidang di hadapan dua penguji, santriwati asal Bali ini menjelaskan secara bertahap; diawali dengan penguraian atas apa yang dimaksud dengan teori Id, Ego dan Super-ego milk Sigmund Freud. Secara sederhana, Id adalah dorongan yang berkaitan dengan nafsu hayawaniyyah, seperti lapar, haus, dan lainnya. Sedangkan Superego adalah dorongan yang berasal dari alam idealnya; berupa tuntutan untuk sempurna dalam setiap seginya, baik dari sisi moral maupun sosial-budaya sekitar. Maka Ego adalah pengatur dan penyeimbang antara keduanya. Sehingga dorongan hayawaniyyah tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral, namun masih bersesuaian dengan realitas yang ada.

Chamilla juga menjelaskan kaitan-kaitan antar dorongan dari tiga struktur di atas serta kepuasan dan kebutuhan seksual manusia dengan alam kesadaran manusia dalam teori Sigmund Freud ini. Yang dikenal dengan sebutan unconsciousness, pre-conciousness dan consciousness. Sebuah teori yang memerlukan kepada rincian yang cukup panjang.

Maka setelah melihat aspek-aspek pendirian teori Sigmund Freud ini, Chamilla berpendapat bahwa teori ini tidak seharusnya diterima begitu saja oleh seorang muslim. “Barat sendiri menilai teori Sigmund Freud soal Id, Ego, dan Superego hanya sekadar spekulatif. Lebih lagi, teori ini tidak bisa menjawab pertanyaan manusia soal dirinya sebab Sigmund Freud tidak membahas bagian-bagian manusia secara komprehensif,” jelasnya.

Santriwati Attaqwa College tingkat II ini, lebih lanjut membandingkan teori tersebut dengan penjelasan seputar manusia dari Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas. Ia lihat bahwa Prof. Syed Naquib al-Attas meninjau manusia secara lebih komprehensif dibandingkan dengan Sigmund Freud. Jika Freud hanya melihat manusia sekadar tunduk pada dorongan nafsu saja, tanpa ada kaitan dengan jiwa manusia itu sendiri; maka Prof. al-Attas menilai manusia lebih dari jasad saja. Ia adalah makhluk yang telah Allah berikan keutamaan daripada binatang pada sisi spiritual, intelektual, dan moralitas yang dimilikinya. Maka manusia tidak hanya berupa jasad saja, tapi ia adalah gabungan dari jasad dan ruh. Itulah dua komponen penting yang saling berkaitan, yang bersifat tidak terpisahkan, dalam membentuk jati diri manusia sebagai manusia, bukan layaknya hewan.

Begitulah kiranyaisu yang coba diangkat Chamilla seputar manusia maupun disiplin psikologi modern Barat. Maka ketika kedua penguji memberi penilaian di akhir sidang, Ustadz Bana Fatahillah berkomentar, “Begitu saya melihat judul Chamilla, saya langsung merasa tertarik. Ini adalah topik yang berat.” Ustadz Khayrurrijal M.Phil. juga menyetujui hal demikian, “Sudah mana yang dibahas itu Sigmund Freud, ditambah lagi yang jadi kritikan itu dari sisi pemikiran Prof. Al-Attas. Jadi Double kesulitannya.” Oleh karena itu, kedua penguji sidang Chamilla memberi apresiasi atas segala upaya keras Chamilla dalam menyelesaikan tema ini. Di akhir sesi, tentu saja skripsi ini tidak sepenuhnya sempurna. Kedua Ustadz memberi masukan serta saran, agar penelitian tersebut semakin baik ke depannya, bahkan dapat bermanfaat bagi umat secara lebih luas.

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086