Saatnya Meneladani Negara Nabi, Utamakan Membangun Manusianya!
Oleh: Shafwa el-Medina & Alya Kayyisah (Santri Pesantren At-Taqwa Depok, 15 & 18 Tahun) )
Artikel Ilmiah
Liputan Kegiatan

Memperingati maulid Nabi Muhammad adalah momen terbaik untuk mengevaluasi diri apakah kita sudah menjadikan Nabi sebagai suri tauladan atau belum. Salah satunya, menurut Pembina Pesantren At-Taqwa Depok Dr. Adian Husaini, dalam hal membina peradaban Islam supaya “maju” seperti Negara Madinah di masa beliau.
“Sayangnya, Madinah di masa Nabi belum dijadikan model negara ideal yang kemudian membesarkan Peradaban Islam. Dan sering kali belum disampaikan konsep kemajuan dan pembangunan yang ideal, menurut Islam, yang Nabi terapkan,” ucapnya ketika memberi tausiyah dalam acara Maulid Nabi di At-Taqwa (16/9/24).
Di tengah derasnya arus sekularisme dan materialisme, Peradaban Barat masih saja menjadi kiblat dunia. Padahal menurut Ustadz Adian, di balik segala capaian sains dan teknologinya, Barat sedang mengalami degradasi moral yang signifikan. Jargon “kebebasan tanpa batas” dan pemujaannya akan materi telah menggiring nafsu manusia Barat modern dan yang mengikutinya pada kebiadaban.
Hak Asasi Manusia (HAM) ternyata tidak termasuk hak asasi “manusia Palestina”; ternyata terkikis oleh banyak kepentingan. Perilaku amoral anak durhaka, seks bebas dan minum-minum tidak sebanding dengan pendidikan anak menjadi manusia dewasa dan bertanggung jawab yang dikeluhkan banyak orang tua di Barat sebagaimana kata Prof. Carroll Quigley dalam bukunya, Tragedy and Hope. Belum lagi dengan eksploitasi dan perusakan alam, kerusakan mental dan bunuh diri, korupsi, ketimpangan ekonomi, sampai pembantaian.
“Dalam aspek moral, peradaban Barat kalah telak,” tegas Ustadz Adian.
Berbeda dengan Barat, Islam, melalui Nabi Muhammad, menawarkan konsep kemajuan dan pembangunan ideal. Ia berpusat pada pembangunan manusia, jiwa dan raganya melalui pendidikan terbaik oleh guru terbaik (Rasulullah). Pendidikan yang oleh Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib: Penanaman adab lalu pengajaran ilmu, yang kemudian melahirkan generasi Sahabat, terbaik sepanjang masa
Manusia-manusia itu kemudian berhasil membangun peradaban unggul dengan dua ciri utama. Pertama, mempunyai ketinggian adab atau akhlak terbaik. Pemimpinnya adil dan amanah. Semua lapisan masyarakatnya jujur; rakyat dan pemimpin saling percaya. Mereka disiplin dalam segala urusan termasuk kesehatan fisik (salah satunya dengan menerapkan budaya anti minuman keras), pekerja keras, tolong menolong, dan tinggi kesadaran akan hukum.
Mereka ditanamkan pandangan alam Islam yang bervisi dan berorientasi akhirat sehingga tidak gila materi dan saling dengki, senang berjuang dan tidak takut mati. Terpatri dalam diri mereka bahwa dunia ladang amal untuk akhirat, cukup ditaklukkan tapi bukan tujuan; dan akhirat tujuan utama, wajib dikejar tanpa perlu meninggalkan dunia. Begitulah cara pandang mereka supaya menang di dunia dan akhirat.
Ciri kedua, adalah haus, cinta, dan memuliakan ilmu serta segala aktivitasnya. Ilmu menjadi landasan segala tindak-tanduk mereka. Budaya membaca, menulis, bertanya, dan berdiskusi begitu hidup di kalangan para Sahabat. Majelis ilmu benar-benar menjadi taman indah yang diidam-idamkan.
Berkat konsep pembangunan melalui pendidikan ideal itulah Nabi berhasil melahirkan generasi Sahabat. Generasi yang mampu mewujudkan negara terbaik. Generasi yang kemudian membuat bangsa Arab yang terpencil, yang terjepit di antara dua imperium raksasa (Persia dan Romawi), berhasil bangkit dan menaklukkan sepertiga dunia dalam waktu yang begitu singkat, hingga Islam menjadi peradaban yang luar biasa.
Kurang dari satu abad, Islam mampu menaklukkan Eropa dan memimpin dunia. Tapi karena konsep pembangunannya tepat, melalui pendidikan yang tepat pula, selama berabad-abad menguasai dunia, kejayaan Islam menjadi kemaslahatan untuk seluruh umat manusia. Toleransi antar suku, ras, dan agama, benar-benar nyata. Dibuktikan oleh Nabi sejak memimpin Madinah melalui Piagam Madinah-nya.
Tatkala Umar bin Khattab menaklukkan Palestina, kata Karen Armstrong, itu adalah penaklukkan paling damai di dunia. Tidak ada pembunuhan, tidak ada pemaksaan masuk agama Islam, dan tidak ada penghancuran rumah ibadah agama lain. Umat Kristen dan Yahudi kala itu, hidup damai berdampingan. Begitu pula saat umat Islam menguasai Andalusia. Kata Armstrong, Zaman keemasan Islam di Andalusia adalah zaman keemasan pula bagi kaum Yahudi.
Maka di momen peringatan Maulid Nabi ini, sebagai umat Nabi Muhammad yang mengaku mencintai dan meneladaninya, mari sama-sama meneladani konsep pembangunan dan kemajuan beliau. Juga konsep pendidikan Nabi. Mari sama-sama jadikan Madinah di masa beliau sebagai negara teladan terbaik. Semoga Islam kembali berjaya, yang memberi rahmat, bukan menjadi petaka bagi umat manusia.