Professor Asal Rusia Jabarkan Ciri dan Karakteristik Historiografi Melayu
Oleh: Furaiqa Az Zahra (Santri SMA At-Taqwa Depok, 17 tahun)
Artikel Ilmiah
Liputan Kegiatan
Senin, (17/11) Prof. Tatiana A. Denisova, seorang profesor asal Rusia yang dikenal sebagai pakar historiografi Alam Melayu, membuka Seminar International di CASIS-UTM (Centre for Advanced Studies on Islam, Science, and Civilization) dengan satu uraian bertema: “Kesedaran Sejarah dan Peradaban Bangsa: Refleksi daripada Historiografi Melayu”.
Dengan bahasa Melayu yang fasih, Professor Tatiana memulai sesi dengan pemaparan sejumlah permasalahan global yang mempengaruhi masyarakat hari ini. Salah satu isu terbesarnya adalah krisis identitas kebangsaan. Menurutnya, hal ini menyebabkan banyak masyarakat kehilangan jejak asal-usul mereka, hingga akhirnya mengalami krisis jati diri bangsa.
Untuk mengembalikan kesadaran itu, menurut Prof. Tatiana, seseorang perlu merujuk kembali pada sejarah bangsanya dari sumber yang otoritatif. “Sebab kalau kita merujuk pada sumber yang salah, maka uraian kita tentang sejarah pun juga akan salah!” tegasnya
Sumber Sejarah
Kebenaran sejarah sangat bergantung pada adanya bukti yang benar, tidak saling bertentangan, bersifat saintifik, berkaitan dengan manusia (humanistik), rasional, dan adanya self revelatory.
Dosen RZS-CASIS tersebut menambahkan bahwa kajian sejarah modern, khususnya di Barat, sering dimulai dari makhluk purba, bukan manusia. Sehingga pendekatan mereka kerap tidak selaras dengan tradisi keilmuan Islam dan Melayu.
“Dalam mengkaji sejarah harus objektif.” Ujar Prof. Tatiana.
Karena itu, penting untuk memilih sumber sejarah yang tepat, sebab tujuan utama ilmu sejarah adalah untuk mendapat maklumat yang benar mengenai masa lalu (truth telling).
Dalam memilih sumber, kata beliau, kita perlu menemukan dan memakai sumber sezaman atau kurang lebih dekat. Itu untuk dapat lebih mendapatkan gambaran yang lebih akurat.
Misalnya, tentang kondisi Kesultanan Melaka saat kedatangan Portugis. Tome Pires—yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai rujukan utama—menyatakan bahwa penduduk Melaka ketika itu masih dalam keadaan jahiliyah. Padahal, ketika meninjau latar belakang Tome Pires yang hanya seorang ahli farmasi, keterangannya jelas tidak dapat dijadikan rujukan sejarah yang kuat. Hal yang sama berlaku untuk teori lama yang mengatakan Islam datang ke Alam Melayu hanya melalui pedagang.
Prof. Tatiana memberi analogi: “Secara logik, bila kamu menaiki kapal terbang, itu tidak menjadikan kamu seorang pilot. Begitu pula dengan para dai yang naik kapal pedagang, tidak serta merta menjadikan mereka seorang pedagang”
Historiografi Melayu
Memasuki poin utama, beliau menjadikan peradaban Melayu sebagai contoh. Peradaban atau tamaddun Melayu lekat dengan tradisi persuratan dan tradisi penulisan sejarah yang disebut dengan historiografi Melayu.
Karya-karya historiografi Melayu Islam menjadi sumber primer untuk mengkaji sejarah masyarakat Melayu Islam pada kurun ke 13 sampai 19. Historiografi ini pula menjadi cermin yang merefleksikan tamaddun Melayu selama ratusan tahun. Dengan berpegang pada historiografi tersebut masyarakat Melayu tentu akan mengenal asal-usul dan terhindar krisis identitas.
Dalam kerangka historiografi Islam secara umum, kata Prof. Tatiana, orang Melayu berhasil merumuskan pandangan dan konsep sejarah mereka sendiri, yang dibangun di atas nilai-nilai Islam yang luhur, seperti konsep ketuhanan dan tauhid, konsep insan dan perannya di alam semesta, konsep waktu, ruang, dan jarak juga kefahaman tentang adab, pendidikan, dan akhlak.
Nilai-nilai ini kemudian diterapkan dalam tiga persoalan utama yang ia angkat:
- Sejarah awal penebaran Islam di Alam Melayu,
- konsep keadilan,
- konsep patriotisme dan rasa cinta tanah air.
“Kalau kita meneliti tiga persoalan ini dalam historiografi Melayu terdahulu, kita akan menemukan bahwa mereka mempunyai inti yang sama, walaupun lafaz dan bahasanya berbeza,” jelasnya.
Pada akhir sesi, Prof. Tatiana menegaskan kembali, “Sejarah bukan hanya soal sastra. Ia bukan hanya tentang when, akan tetapi juga tentang why.” Bukan hanya soal kapan peristiwa itu terjadi, namun bagaimana ia bisa terjadi, dan apa hikmah yang bisa diambil darinya.
Wallahualam bisshawab.