Nabi Ibrahim: Bapak Para Nabi dan Bapak Pendidikan Islam

Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang kita selalu sebut dalam shalat bersamaan dengan Nabi Muhammad. Menurut Pembina Pesantren At-Taqwa Depok Dr. Adian Husaini, ini menunjukkan pentingnya posisi Nabi Ibrahim dan kedekatannya dengan umat Islam dalam konteks keimanan.
“Kita dekat dengan Nabi Ibrahim karena iman,” pungkas Ustadz Adian saat menyampaikan kajian di Pesantren At-Taqwa dengan tema “Meneladani Kisah Nabi Ibrahim” pada Ahad (16/6/24).
“Ini mematahkan klaim bangsa Yahudi yang mengaku satu-satunya keturunannya yang sah hanya berdasarkan ‘darah’, namun tidak ada ritual khusus yang mengungkapkan penghormatan kepadanya. Istrinya, Hajar, pun berani mereka hina,” lanjutnya.
Dalam pandangan Islam, Nabi Ibrahim adalah sosok yang hebat dan sukses. Ia berani berdakwah kepada ayahnya, menghancurkan berhala, memenangkan debat hingga hampir dibunuh. Selain keberanian dan kecerdasannya dalam berdakwah, keteguhan imannya kepada Allah sangat luar biasa.
Penyair Muhammad Iqbal pernah mengatakan bahwa hilang keyakinan lebih buruk dari perbudakan. Prof Syed Muhammad Naquib Al-Attas juga menegaskan bahwa keimanan dan keyakinan adalah sumber kebahagiaan.
Karena ma’rifat dan imannya kepada Allah, Nabi Ibrahim bisa begitu tegar, sabar dan bahagia menghadapi beragam cobaan yang Allah siapkan. Tawakal dan ikhtiyarnya melampaui nalar manusia. Ia begitu siap dibakar, ridha meninggalkan istrinya, sampai patuh kepada Allah untuk menyembelih anaknya, Nabi Ismail, meskipun dengan kesedihan yang begitu mendalam.
Dari berbagai cobaan itu, dapat terlihat keteladanan Hajar. Perempuan yang begitu kuat fisik dan imannya. Tampak pula keteladanan Nabi Ismail. Seorang anak yang dewasa tepat pada waktunya. Keimanan dan kebijaksanaannya dalam menyikapi perintah Allah yang mungkin menurut kebanyakan orang “tidak masuk akal”, begitu “menampar” kita semua.
“Begitulah keteladanan Nabi Ibrahim sebagai seorang hamba Allah yang taat dan sebagai seorang suami juga ayah yang sukses memberikan pendidikan ideal bagi keluarganya,” ucap Ustadz Adian.
Dalam konteks pendidikan, dari Nabi Ibrahim, kita bisa mengambil beberapa pelajaran. Pertama, tujuan pendidikan adalah melahirkan orang-orang baik, kepada Tuhannya dengan iman dan taat, dan kepada manusia dengan banyak manfaat. Kedua, orang tua juga harus mendidik anaknya menjadi seorang pejuang yang mendedikasikan hidup dan loyalitasnya, yang paling utama, kepada Allah dan agamaNya (Islam).
Di akhir kajian, Ustadz Adian menegaskan bahwa iman merupakan hal terpenting dalam hidup. Karena amalan akan sia-sia jika tidak ada iman. Ketika belajar, iman harus disertakan dalam bentuk niat ikhlas karena Allah. Dengan begitu, ilmu nafi’ (bermanfaat) akan diraih.
“Jika berhasil memperoleh ilmu nafi’, ia akan dengan senang hati melaksanakan misi pesantren, yaitu menjadi seorang pejuang,” ujarnya.