Melawan Penjajahan Lahir dan Batin

Oleh: Rofifah ‘Affaf Fauzia (Santriwati PRISTAC - Pesantren at-Taqwa Depok, 14 tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Pada Sabtu 20 Agustus 2022, tepat tiga hari setelah sangsaka merah putih dikibarkan, para santri Pesantren at-Taqwa Depok mengikuti rangkaian acara terakhir Tasyakur 77 Tahun Kemerdekaan. Rangkaian acara Tasyakur Kemerdekaan di Pesantren at-Taqwa sendiri telah diadakan semenjak tanggal 16 sampai 20 Agustus 2022. Setelah sarapan dan melaksanakan piket para Santri mengikuti seminar yang diadakan oleh panitia. Seminar tersebut dimulai sekitar pukul 07.00 pagi hingga 08.30. Seminar yang bertajuk “Epilog Tasyakkur Kemerdekaan: Melawan Penajajahan Lahir dan Batin” ini diisi oleh Ustadz Ahda Abid al-Ghiffari, Guru Sejarah di Pesantren at-Taqwa Depok. Seminar ini dihadiri mulai dari jenjang Shoul Lin al-Islami (setingkat SMP) hingga ATCO (At-Taqwa College).
 
Dalam seminar itu Ustadz Ahda menjelaskan, bahwa hari kemerdekaan itu tidak hanya untuk kita peringati namun juga kita syukuri. Momen ini sekaligus juga untuk mengingat perjuangan para pahlawan untuk meraih kemerdekaaan, serta mengambil ibroh dari perjuangan mereka untuk dijadikan sebagai pijakan di masa kini dan masa yang akan datang.

Kolonialisme atau penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa lain muncul pada era Renaisans atau masa kebangkitan sains dan teknologi di Barat. Munculnya Renaisans di tengah-tengah bangsa Eropa setelah masa kelamnya (Dark age) menyebabkan mereka melakukan eksplorasi ke berbagai negara. Disebabkan adanya eksplorasi inilah kolonialisme dapat dimungkinkan. Namun terjadinya kolonialisme ini juga disebabkan adanya paham bahwa suatu bangsa harus menguasai wilayah atau negara lain untuk menguasai sumber daya alamnya. Istilah ini bisa disebut dengan Imperialisme.

Dari kolonialisme yang dilakukan inilah bangsa Eropa mengambil sumber daya yang dimiliki oleh negeri jajahan mereka untuk “negeri induk”. Selain itu mereka juga menggunakan sumber daya yang mereka dapatkan untuk mengembangkan sains. Kemudian dari berkembangnya sains itulah mereka gunakan untuk melakukan perluasan kekuasaan kembali dan mengeksploitasi sumber daya material. Dari sumber daya itu juga mereka gunakan untuk menghidupi diri mereka. Orang-orang dari negeri yang mereka jajah tidak mendapatkan apa yang mereka miliki dari negerinya sendiri. Mengutip tulisan Mohammad Hatta, Ustadz Ahda mengatakan, “Sebab utama ekspansi kolonial terletak pada kebutuhan besar akan suplai sumber daya alam dari masyarakat yang dikoloni.”

Bangsa penjajah beralasan bahwa mereka tidak hanya mengambil sumber daya dari negeri yang mereka jajah namun juga ingin “mendidik” bangsa tersebut. Hal ini biasanya disebut dengan Politik Balas Budi. Kebijakan politik ini biasanya terjadi di akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Politik Balas Budi ini bertujuan untuk melestarikan penjajahan. Penjajahan memang tidak hanya dilakukan dengan cara fisik melainkan dengan jiwa, melalui pemikiran-pemikiran yang mereka ajarkan. Pemikiran-pemikiran inilah yang nantinya menjadi tantangan bagi para da’i ketika berdakwah di masyarakat.

Selain itu orang Barat juga meminggirkan pengaruh Islam dalam kehidupan berbangsa. Tidak hanya melalui pemikiran-pemikiran yang mereka ajarkan namun juga melalui karya tulis yang mereka buat. Contohnya pada tokoh-tokoh orientalis yang kerap memandang bahwa Islam merupakan lapisan tipis yang mempengaruhi kebudayaan bangsa Indonesia. Namun kenyataannya apa yang digambarkan oleh orientalis ini sering gagal dalam memahami inti jiwa bangsa Indonesia.

Kesadaran sebuah bangsa bahwa mereka tertindas karena penjajahan hadir secara perlahan dan diikuti dengan perlawanan-perlawanan. Pangeran Diponegoro adalah salah satu bangsawan yang mula-mula sadar bahwa negeri tempatnya lahir dan bertakhta sedang dijajah—lalu melakukan perlawanan. Sama halnya dengan Pangeran Diponegoro, Mohammad Natsir juga sadar atas apa yang terjadi pada negeri tempatnya lahir dan belajar. Kesadaran M. Natsir atas kolonialisme yang memiskinkan rakyat membuatnya bergerak untuk menyadarkan masyarakat melalui Pendidikan Islam yang ia bangun semenjak tahun 30-an.

Hal itu tidak hanya dilakukan oleh M. Natsir saja, namun juga para pejuang dan para ulama sekaligus. Mereka mengingatkan masyarakat agar tidak meniru ketidakadilan dan penindasan bangsa-bangsa yang melakukan penjajahan atas bangsa lain. Sebab, sejatinya segala penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Wallahua’lam. (Ahd.)

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086