Kombinasi Nilai Filosofi Jawa-Islam dan Petilasan Gerakan Pembaruan di Kauman

Setelah pagi, 28 November 2023, berpetualang di Kotagede, siangnya kami melanjutkan perjalanan menuju Kauman. Kauman merupakan salah satu kampung di kota Yogyakarta, yang letaknya dekat pusat wisata, Malioboro. Kauman adalah kampung santri yang turut membentuk corak keislaman Kesultanan. Dari kampung inilah lahir KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah. Tujuan pertama kami adalah ikon dari Kauman yang tidak lain adalah Masjid Gede Kauman.
Masjid Kauman dibangun pada tahun 1773. Meski menjadi tempat ibadah umat Islam, corak kebudayaan lokal tidak dihilangkan dan disempurnakan filoaofinya. Tidak heran masjid ini kental dengan nuansa Jawa, namun kaya dengan nilai filosofis Islam. Uniknya, bagian masjid ini terbagi menjadi dua bangunan, sebagaimana masjid-masjid Jawa pada umumnya. Pertama adalah bagian serambi atau yang disebut ruang dunia dan bagian kedua adalah ruang tauhid atau ruang akhirat. Pada bagian serambi terdapat tiang-tiang yang setiap tiangnya memiliki lima warna yaitu hitam, hijau, putih, emas dan merah. Setiap warna mewakili waktu shalat, hitam itu isya, hijau itu shubuh, putih itu dzuhur, emas itu ashar dan merah itu maghrib.
Masjid ini juga diliputi oleh beragam corak yang bermakna. Ada sebuah corak yang dinamakan putri mirong atau putri malu yang melambangkan rasa malu manusia. Ada pula corak nanas yang berartikan naas yang maksudnya manusia itu harus hidup bersosialisasi. Di sekitar nanas terdapat corak tanaman merambat yang melambangkan hidup tolong menolong, saling memberi dan hidup bersaudara. Pada bagian pintu perbatasan antara serambi dan ruang utama terdapat corak yang dinamakan wajian yang diambil dari surat Al-Fajr yang berartikan hari kiamat. Setelah sekitar satu jam puas mendapatkan penjelasan tentang masjid ini dari pemandu, kami diajak untuk berkeliling di Kampung Kauman.
Di sana, kami diperlihatkan sebuah SD khusus untuk perempuan yang dibangun oleh Kyai Ahmad Dahlan yang bernama SD Pawijatan Wanita yang dibangun pada tahun 1923. Lalu pada tahun 90-an sekolah itu-pun resmi menjadi sekolah umum atau laki-laki juga boleh masuk. Semua bagian sekolah ini sudah direnovasi karena alasan pembelajaran satu-satunya yang tidak berubah dari awal adalah sebuah batu yang ada di samping pintu masuk utama.
Setelah beranjak dari sekolah itu para santri melanjutkan perjalanan menuju area pemakaman yang di dalamnya terdapat Makan Nyai Dahlan dan pejuang-pejuang yang gugur saat melawan penjajah. Makam Nyai Dahlan sendiri itu terpisah dari makam sang suami, Ahmad Dahlan. Menurut pemandu santri, hal ini dilakukan karena saat itu jika orang penting wafat maka orang yang melayat pasti banyak sehingga ditakutkan akan menjadi prasangka bagi Belanda bahwa orangJjawa ingin meyerang mereka. Dengan demikian Nyai Dahlan dimakamkan di tempat yang dekat.
Kami juga bertemu dengan rumah dari orang yang mencetuskan UUD 1945 sekaligus sila pertama yaitu Ki Bagus Hadikusumo. Terdapat pula bangunan muséum sederhana di samping rumah tinggal KH Ahmad Dahlan yang di atasnya terdapat sebuah langgar bersejarah, tempat KH Ahmad Dahlan melakukan pembetulan arah kiblat yang berarti memulai gerakan pembaruannya.
Tidak hanya itu, ada juga sebuah mushalla khusus wanita yang dibangun oleh Kyai Ahmad Dahlan yang dinamakan Mushalla Aisiyyah yang dibangun pada tahun 1922. Pemandu tur menjelaskan bahwa mushalla ini dibangun sebagai tempat untuk shalat dan diselenggarakannya kegiatan-kegiatan untuk para wanita. Kunjungan ini terasa begitu seru hingga tidak terasa sudah jam lima sore dan kami harus beranjak ke tujuan berikutnya. (Editor: Reisya)