Khutbah Menggugah! Kemuliaan dan Hikmah dari Tiga Sosok Uswah Hasanah
Oleh: Jilan Salma & Cut Asiyah (Santri Pesantren At-Taqwa, 16 tahun)
Artikel Ilmiah
Liputan Kegiatan

Khutbah Idul Adha 1446 H disampaikan oleh Fatih Madini, Guru Pesantren At-Taqwa Depok dengan tema “Nabi Ibrahim, Ibunda Hajar dan Nabi Ismail: Antara Kemuliaan dan Hikmah.” Khutbah berlangsung setelah shalat Idul Adha di halaman Pesantren At-Taqwa pada Jum’at (6/6)
Di awal khutbahnya ustadz Imad -begitu sapaan akrabnya—menyampaikan bahwa bulan Dzulhijah identik dengan dua ibadah, yaitu Haji dan Qurban. Kedua ibadah tersebut sangat erat kaitannya dengan 3 tokoh yang dimulikan dalam Islam, Nabi Ibrahim, Ibunda Hajar dan Nabi Islmail.
“Islam, memandang mereka sebagai manusia mulia. Mereka mulia karena besarnya ketaatan mereka kepada Allah, karena besarnya perjuangan mereka dalam menegakkan syiarsyiar agama Allah, karena konsistennya mereka membela tauhid, pondasi utama agama Allah,” ujarnya.
Menurut Ustadz Imad, dari Ibrahim kita belajar untuk memiliki keteguhan iman. Hal ini sebagaimana sosoknya yang tak ragu untuk mengatakan hanya keyakinan Islam yang benar dan yang lain salah. Inilah yang menyebabkan Nabi Ibrahim berani menyatakan yang salah sebagai kesalahan meskipun ia di posisi yang bersebrangan dengan mayoritas.
“Nabi Ibrahim telah berpegang kepada prinsip bahwa soal akidah, tidak ada setengah salah, tidak ada pula setengah benar. Ia hanya mengakui hanya akidahnya yang benar, selainnya salah. Inilah iman yang tegar!”.
Selain dari nabi Ibrahim, alumni pertama Pesantren At-Taqwa tersebut juga menjelaskan sosok Ibunda Hajar yang telah mengajarkan makna fitrah keibuan dalam arti yang sebenarnya. Sosoknya menjadi model dan bukti ketulusan ibu akan selalu ada untuk anaknya. Ia rela berlari dari Bukit Safa hingga Marwa sebanyak tujuh kali mencari air untuk Ismail kecil. Peristiwa tersebut diabadikan sebagai ibadah wajib, yaitu Sa’i yang menjadi bukti kemuliaan ibunda Hajar.
Suri tauladan Nabi Ibrahim dan ibunda Hajar melahirkan Ismail sebagai pemuda dengan keteguhan iman hingga dapat menerima dengan ikhlas segala perintah Allah, termasuk perintah penyembelihan dirinya. Mengutip perkataan M. Natsir, Imad mengatakan, “Selayaknya jiwa seorang pemuda, tidak ragu-ragu dan ikhlas memberikan dan mengorbankan apa yang paling berharga baginya, demi menjalankan kewajiban suci dan meraih ridha Allah.” ujarnya.
Tiga sosok di atas mengajarkan arti sebuah pengurbanan. Inilah hakikat ibadah bernama kurban. Merelakan untuk lebih dekat.
“Dalam konteks penuntut ilmu, mari sama-sama kita mengikuti jejak Nabi Ismail dengan mulai belajar berkorban demi ilmu. Mengorbankan waktu luang untuk bertanya, berdiskusi. Mengorbankan uang saku untuk membeli buku-buku bermutu. Mengorbankan diri dengan berlelah-lelah mendatangi majelis-majelis ilmu.” Ucap khatib muda tersebut.
*
*
*
Editor: Bana