Hari Terakhir Festival of Ideas: Bahaya Sekularisasi & Pentingnya Memahami Islam

Oleh: Faiq Abdul Hafizh (Santri SMA At-Taqwa Depok, 17 tahun)
Artikel Ilmiah Liputan Kegiatan
gambar_artikel

Peradaban Barat adalah peradaban yang paling merusak,” ucap Dr. Adian Husaini sambil mengutip pernyataan Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas. Rabu, 19 November 2025, menjadi hari terakhir dari rangkaian Festival of Ideas yang diselenggarakan di RZS-CASIS, Kuala Lumpur. 

Pada hari penutup ini hadir tiga keynote speakers: Dr. Adian Husaini selaku Pembina Pesantren At-Taqwa Depok, Dr. Hilmi bin Mohd Ramli selaku Direktur CASIS, serta Ustadz Rohidzir Rais, Mudir Sekolah Sinar al-Azhar Malaysia. Materi ketiganya saling berkaitan, khususnya dalam isu sekularisasi dan tantangan pendidikan masa kini.

Ustadz Rohidzir membuka sesi dengan menyampaikan kritiknya terhadap kebijakan pendidikan modern. Ia menggunakan analogi yang menarik: “Susu segar akan menjadi basi apabila dicampur dalam gelas berisi susu basi.” Dalam analogi tersebut, susu segar adalah ilmu-ilmu Islam, sedangkan susu basi adalah ilmu sekuler. 

Karena itu, menurut beliau, langkah yang tepat bukanlah mengintegrasikan keduanya secara mentah-mentah, melainkan mengosongkan gelas tersebut terlebih dahulu dari unsur-unsur yang merusak (dewesternisasi), baru kemudian mengisinya dengan ilmu yang benar (Islamisasi ilmu). Baginya, justru integrasi tanpa penyaringan adalah kesalahan fatal dalam pendidikan Islam.

Masuk ke materi berikutnya, Dr. Adian menjelaskan akar masalah sekularisasi. Ia menekankan bahwa sekuler — yang secara etimologis bermakna “kedisinikian” atau pemutusan dari yang transenden — adalah paham yang sangat merusak struktur makna konsep-konsep penting dalam kehidupan. Dengan merujuk pada penjelasan Prof. al-Attas, beliau menyampaikan bahwa sekularisasi telah menyempitkan makna kebahagiaan, universitas, pendidikan, bahkan konsep tentang manusia. 

“Secara khusus, Prof. al-Attas sampai menuliskan buku tersendiri tentang hakikat manusia,” ujar Dr. Adian, menunjukkan betapa seriusnya ancaman penyimpangan makna ini.

Sementara itu, Dr. Hilmi bin Mohd Ramli menyoroti sisi psikologis umat Islam hari ini. Menurutnya, banyak Muslim mengalami inferiority complex—minder, tidak percaya diri terhadap peradaban sendiri, dan justru terpesona dengan apa yang dimiliki Barat. Sikap minder inilah yang membuat sebagian umat dengan mudah mengadopsi ide-ide Barat, termasuk sekularisasi, tanpa filter epistemologis. Padahal secara historis, Islam sebagai agama sekaligus peradaban telah memberi pengaruh besar terhadap peradaban dunia, dan pengkajian ilmiah terhadap Islam sangatlah luas jika dibandingkan dengan agama-agama lain. Karena itu, beliau menegaskan bahwa seorang Muslim wajib memahami agamanya dengan benar, bukan sekadar mengagumi capaian-capaian Barat tanpa mengetahui akar dan implikasinya.

Setelah sesi keynote speakers, rangkaian acara dilanjutkan dengan pembentangan atau presentasi makalah dari para perwakilan sekolah yang mengikuti Festival of Ideas. Pada hari penutup ini, sembilan santri SMA At-Taqwa Depok mempertanggungjawabkan hasil tulisannya di hadapan para dosen penguji. Tema-tema yang diangkat sangat beragam, mulai dari sains, kepemimpinan, pendidikan, hingga isu keluarga. Untuk ukuran pelajar SMA, kualitas makalah dan presentasi mereka dinilai sangat baik dan menjanjikan.

Dr. Akmal Sjafril, selaku dosen penguji yang hadir, memberikan apresiasi tinggi terhadap capaian para santri tersebut. Beliau juga memberikan sejumlah catatan dan saran penting yang harus diperhatikan untuk meningkatkan kualitas tulisan dan penelitian mereka pada kesempatan berikutnya.

Festival of Ideas 2025 pun ditutup dengan penuh kesan: sebuah peringatan ilmiah tentang bahaya sekularisasi, sekaligus dorongan bagi generasi muda Muslim untuk memahami agama dan peradaban Islam secara lebih mendalam.

AT-TAQWA DEPOK
Jl. Usman Hasbi, RT.04 RW 04 Jatimulya, Cilodong - Depok
info@attaqwa.id
(+62)856 0980 9086