Dari Ketaqwaan Hingga Rasa Syukur, Para Guru Sampaikan Nasihat Penting Ini Di Momen Halal Bi Halal

Senin, 22 April 2024, para santri Pesantren At-Taqwa Depok melaksanakan Halal bi Halal. Kegiatan ini dilaksanakan setelah para santri kembali ke pondok pasca libur Idul Fitri 1445 H. Sebelumnya, bakda Subuh, mereka melaksanakan apel pagi kedatangan bersama para guru. Bertindak selaku pemimpin apel, Ustadz Dr. Suidat menyampaikan untuk meningkatkan semangat menuntut ilmu dan ketaqwaan setelah bulan Ramadhan.
Acara Halal bi Halal dimulai pada pukul 9:30 pagi. Acara ini dihadiri oleh seluruh jajaran guru Pesantren At-Taqwa Depok. Acara dimulai dengan pembacaan Kalam Illahi yang dibacakan oleh Ananda Hisyam Rajabi. S.. Acara kemudian dilanjutkan dengan penyampaian tausiyan oleh Dr. Adian Husaini. Dalam nasihatnya, Dr. Adian mengajak para santri untuk bersama-sama mensyukuri nikmat karena dapat melalui Bulan Ramadhan. Hal ini patut disyukuri, sebab dengan Ramadhan inilah seseorang akan ditempa menjadi seorang insan yang bertaqwa.
Menurut Ustadz Adian, taqwa menjadi kemuliaan tertinggi bagi seorang Muslim. Ia adalah hakikat dari keberhasilan. Karena di luar sana, masih banyak orang yang tertipu dengan kemuliaan palsu yang bersifat semu. Mereka menghalalkan segala cara guna meraih kemuliaan yang besifat materi, bahkan melanggar batas-batas kemanusiaan.
Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan yang disampaikan oleh Dr. Muhammad Ardiansyah. Dalam kata sambutannya, ia membahas perihal nikmat bisa beribadah di Bulan Ramadhan tahun ini. Namun meskipun begitu, kehati-hatian terhadap kerugian dalam beribadah juga harus diperhatikan. Di sini beliau membahas perihal seseorang yang meskipun banyak beribadah, namun ia merugi sebab ia pun juga gemar melakukan maksiat.
Amal-amalnya akan hangus dikarenakan dosa-dosanya. Menurut penulis yang baru-baru ini menerbitkan karya barunya berjudul Khidmah Imam Al-Ghazali terhadap Hadits Nabi ini, seseorang yang beribadah hanya alakadarnya, namun sangat berhati-hati terhadap hal-hal yang dapat menjerumuskannya terhadap dosa, itu lebih baik dari golongan yang pertama.
Pada kasus ini, Dr. Ardiansyah menganalogikannya dengan seseorang yang memiliki hutang. Meskipun seseorang memiliki gaji yang banyak, namun jika ia memiliki segudang tanggungan yang setara atau bahkan lebih dari yang ia dapatkan, maka hal itu akan sia-sia belaka. Hal itu tidak akan dirasakan oleh seseorang yang mungkin hidup sederhana, namun bebas dari berbagai macam belenggu hutang.
Dr. Ardiansyah membahas perihal fenomena yang ia temukan di sosial media. Ada seorang konten kreator yang sering membahas hal-hal yang bisa dibilang cukup sensitif di kalangan masyarakat awam. Dalam salah satu unggahannya, dia membahas perihal kitab Ta’limul Muta’allim. Dia menyebut bahwa isi dari kitab itu sudah tidak relevan lagi, dan kitab itu adalah biang keladi dari kemunduran ilmu pengetahuan Islam.
Di sini, Dr. Ardiansyah menjawab pernyataan tersebut. Bahwa di dalam kitab tersebut, sang penulis tidak hanya membahas perihal ilmu-ilmu saja, namun juga adab-adab yang harus diperhatikan. Karena tujuan dari ilmu pengetahuan Islam adalah melahirkan insan-insan beradab, hamba-hamba yang taat. Jika ia mengatakan bahwa tolak ukur kemajuan adalah seperti yang hari ini dialami masyarakat Barat, maka sesungguhnya itu adalah kemajuan yang semu.
Menurutnya, kitab itu bisa bertahan hingga saat ini disebabkan karena keberhasilannya dalam membentuk pemahaman dan perilaku yang sesuai dengan adab-adab belajar mengajar dalam Islam. Psikologi modern justru tidak sampai membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan, misalnya, niat. Kitab Ta’lim justru yang sampai sekarang bertahan dalam membicarakan tujuan belajar mengajar agar tidak sampai berhenti pada tujuan-tujuan duniawi saja.
Acara kemudian dilanjutkan dengan salam-salaman sebagai bentuk saling maaf memaafkan pasca lebaran. Selepas itu, para santri melanjutkan acara ini dengan makan siang bersama. Siomay, bakso, lontong opor, dan spageti, dinikmati santri bersama-sama dengan penuh khidmat. (Editor: Ahda)